Dalam bahasa Inggris give up adalah sebuah kata tunggal yang berarti menyerah. Jika kita pecah kata itu menjadi dua kata, dalam bahasa Indonesia give berarti memberi sedangkan up berarti atas.
Pernahkah kita berharap akan suatu hal dan telah berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkannya tetapi hal yang kita inginkan tidak terwujud. Saya kira setiap orang pernah mengalaminya. Sifat naluri manusia yang memiliki hasrat, tentu hasrat itu bisa terpenuhi atau tidak.
Ada banyak hal kenapa itu tidak bisa terwujud, bisa jadi karena faktor dari diri sendiri, faktor eksternal, atau faktor transenden. Faktor dari diri sendiri misalnya kurangnya usaha kita untuk meraih keinginan kita atau keterbatasan resource diri, baik dari sisi material maupun non material.
Faktor eksternal bisa berasal dari orang atau lingkungan sekitar kita yang sebenarnya masih bisa kita kontrol. Sedangkan faktor transenden adalah faktor diluar kuasa manusia. Orang-orang biasanya menyebut dengan kuasa Tuhan.
Uraian saya dalam teks diatas anggap saja hanyalah teori semata. Kita harus melihat lebih jauh dalam setiap konteksnya.
Apa yang kita rasakan ketika kegagalan berada di depan mata dan kita terpaksa atau harus rela untuk menyerah. Balutan kesedihan dan kekecewaan akan merundung kita. Walau hanya sebuah harapan, sesuatu yang belum pernah kita miliki tetapi kita bisa merasakan kehilangan mendalam. Saya pikir harapan dan ekspektasi bisa menjadi belenggu.
Menyerah terdengar sangat suram tetapi dalam pengalaman spiritual saya, menyerah bukanlah akhir dari segalanya. Bukan pula kesedihan dan kekecewaan yang berlarut, justru menyerah adalah pembebasan diri. Dalam bahasa Inggris give up adalah sebuah kata tunggal yang berarti menyerah. Jika kita pecah kata itu menjadi dua kata, dalam bahasa Indonesia give berarti memberi sedangkan up berarti atas.
Dua kata memberi dan atas. Bisa jadi menyerah adalah memberikan segala sesuatunya kepada sesuatu yang di atas. Apa yang kita berikan? Apapun yang membelenggu kita, entah itu harapan atau ekspektasi kita. Bisa pula kita memberikan diri kita sendiri. Kepada siapa? Kepada yang di atas yang secara mainstream diartikan sebagai Tuhan, tetapi menurut saya hal itu bisa berupa apa saja, alam semesta misalnya.
Setiap orang memiliki pengalaman spiritual masing-masing akan hal-hal transenden. Kekuatan diluar kuasanya bisa jadi berbagai hal. Akan lebih baik tidak kita definisikan secara spesifik dan biarlah menjadi pengelaman spiritual masing-masing.
Dengan mengakui kekuatan diluar kita atau manusia, kita akan menemukan hakikat manusia yang sebenarnya sangat rapuh namun merasa besar. Pengakuan itu juga adalah pembebasan kita dari ego, ekspektasi atau harapan.
Kadang belenggu itu bukanlah rantai besi yang maha kuat, tetapi sesuatu yang tidak terlihat dan sesungguhnya adalah sesuatu yang kita konstruksikan sendiri. Menyerah adalah pembebasan, dan ketika waktunya tiba, biarlah hati ini terpelihara oleh yang punya semesta alam.