Tuesday, 3 July 2012

Dukung Polda DIY?


Pagi hari tadi aku pergi ke Polda DIY, disana kawan-kawan sudah berkumpul dengan baju serba hitam. Aku melihat beberapa polisi dengan seragam beda-beda melirik tanya, satu orang polisi menghampiri kami dan bertanya kenapa kami berkumpul di Polda DIY.

Kami berkumpul disana pagi ini untuk mendukung kepolisian mengusut kekerasan yang terjadi di Lkis waktu diskusi Irsyad Manji. Dibalik isu kontroversial yang ada, aku menyayangkan terjadinya tindak kekerasan, apalagi beberapa korban adalah perempuan. MMI selaku pihak yang melakukan penyerangan mengaku tidak menyakiti perempuan yang hadir disana tetapi ternyata hal itu tidar benar. Aku mencium bau-bau politik tahi anjing dari pernyataan tersebut.

Agenda yang diusung kawan-kawan pagi itu adalah mengadakan orasi di depan Polda DIY dan mengusulkan penambahan saksi 3 orang. Langkah konkret yang dilakukan menanggapi respon Polda yang cukup lambat dalam menyelesaikan kasus, sudah menunggu 50 hari sejak kasus kekerasan tersebut terjadi.
Tetapi aku cukup pesimis dengan agenda yang kawan-kawan lakukan. Dari aksi kekerasan yang melibatkan MMI atau FPI, polisi sama sekali tidak bisa menindak secara tegas. Entah apakah ada konspirasi besar dibelakangnya.

Jika kita berpikir lebih kritis, FPI dan MMI mencoba mengusung syariah kedalam ranah Indonesia. Mereka secara tegas dan keras melawan nilai-nilai yang bertentangan dengan Syariah. Tetapi apakah mereka pernah bertindak keras masalah terbesar di Indonesia, yaitu korupsi? Saya kira usaha mereka dalam memerangi korupsi di negeri ini nol besar.

Itu belum lagi jika kita mengaitkan masalah lain seperti kemiskinan. Kedua masalah diatas adalah masalah besar yang menyangkut moral dan harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum mereka berkoar-koar mengenai syariah. Bagaimana kami atau rakyat Indonesia bisa percaya dengan mereka (yang akan menerapkan syariah) jika yang kami tahu mereka adalah sosok preman bersorban.

Konflik yang melibatkan FPI dan MMI juga selalu konflik horizontal, tak pernah secara nyata menantang pemerintah (konflik vertikal). Dan kadang kemunculan mereka berada di saat pemerintah status quo sedang bermasalah dan media-media yang fokus dalam memberitakan masalah pemerintah tiba-tiba beralih ke masalah kelompok garis keras tersebut.

Jadi aku sedikit pesimis dengan agenda kawan-kawan melalui birokrasi hari ini. Aku sedikit sepakat dengan cara-cara HTI yang berjuang diluar sistem (anarchy). Memang kita berada di Negara hukum dengan sebuah sistem yang berjalan dan harus ditaati. Tetapi jika sistem itu hanyalah kamuflase pelanggengan kekuasaan pemerintah tanpa pedulu rakyat. Sudah saatnya kita berjuang melalui jalan lain.

Dan pertanyaan itulah yang harus kita jawab dan kerjakan bersama-sama. Agenda kemerdekaan 1945 dan Reformasi 1998 belumlah usai.    

No comments:

Post a Comment