“Dan Allah
menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan
kamu berpasangan…” [QS Faathir (35) : 11]
Ketika manusia
terlahir di dunia, Tuhan telah menggariskan kehidupan setiap hambanya
masing-masing. Banyak orang yang percaya bahwa kita bisa membacanya melalui
garis tangan yang tergaris rumit. Tetapi pembacaan hanyalah pertanda.
Seperti janji
Tuhan bagi hambanya, ia menciptakan setiap kelahiran dengan kelahiran yang lainnya. Ia menanamkan
cinta yang nantinya akan menyatukan mereka. Keniscayaan itu pasti akan terjadi,
tetapi enigma waktu, siapa yang tahu.
***
Suatu sore yang
indah sebelum senja terlihat jelas. Alunan musik mengalir keras di sebuah gazebo di perkantoran LSM humanitarian.
Suasana yang berbeda hari itu, pesta diadakan untuk memperingati hari ulang
tahun lembaga. Satu demi satu orang berdatangan merayakan.
Hikaru terlihat
bermuka riang menyambut tamu-tamu yang datang. Di depannya berdiri pohon
setinggi dua meter yang tersisa batang dan rantingnya saja. Beberapa kertas
warna-warni terikat tali pada tiap ranting. Hikaru membagikan kertas
warna-warni itu kepada tamu-tamu yang datang. Tulisan akan harapan dan doa.
Perhatian Hikaru
teralih seketika ketika sepasang kekasih datang. Dari kejauhan dia melemparkan
senyum kepada mereka. Hiro datang bersama kekasihnya, mereka terlihat serasi. Seperti
tamu-tamu lainnya, Hikaru membagikan mereka kertas harapan. Sesaat Hikaru dan
Hiro bertatap pandang, seolah ada tarikan magnet.
Mereka berlalu
membaur dengan tamu lainnya. Berbincang dan tertawa, entah apa yang mereka
obrolkan. Tetapi terlihat bahwa mereka telah lama kenal dengan tamu-tamu yang
lainnya. Hikaru melihat mereka berdua dengan rasa penasaran. Namun ia membuang
pandangannya kepada Hiro ketika, Hiro berbalik menatapnya dengan senyum yang
manis.
Teman Hikaru
yang duduk di sampingnya berbisik pelan, “Mereka itu yang punya Kafe Kiyoshi.”
“Iyakah? Aku
baru tahu kalo yang punya itu teman komunitas.” Balasnya penasaran.
“Kafe itu sudah
cukup lama berdiri?”
“Iya dulu aku
sering kesana, cuma nggak tahu sama sekali siapa pemiliknya.”
“Keren sekali
ya? hidup bersama, buat bisnis sama-sama.”
Hikaru melihat
mereka yang terlihat akrab. Ada antusiasme dan kekaguman dalam benaknya. Baginya
yang masih muda, kehidupan yang dimiliki oleh Hiro adalah suatu hal yang luar
biasa. Dia merasa telah banyak kisah-kisah mencengangkan yang Hiro buat bersama
kekasihnya.
Dia beranjak
dari kursi tempat duduknya dan membaur dengan teman-teman lainnya. Hari itu adalah
pesta. Setiap orang merayakan dengan suka ria. Tubuh-tubuh gemulai terhentak
menyerasikan dendangan musik yang diputar.
***
Dentuman peluru
bersaut-sautan, cicitan laju mobil mengiringi. Hikaru berada di sebuah bioskop
bersama patnernya melihat film action, genre film yang mereka sukai. Mereka
tidak banyak menghabiskan waktu bersama karena aktivitas masing-masing. Bioskop
adalah satu-satunya ruang yang paling ideal bagi mereka untuk menghabiskan
waktu bersama.
Hikaru merasakan
getaran dalam kantong celananya, sebuah telpon dari nomor tidak dikenal. Dia
mematikan telpon itu karena berada di ruang bioskop. Sebuah sms dia layangkan,
sebagai permintaan maaf karena tidak bisa menjawab telpon saat itu dan dua buah
pertanyaan tentang siapa dan ada apa.
Selesai film
diputar Hikaru berjalan menuju tempat parkir. Nomor yang sama kembali menelpon.
Ada rasa aneh muncul di dalam hati Hikaru. Ini adalah kedua kalinya dia
menelpon, apakah ada suatu hal yang penting? Tanyanya dalam hati.
“Halo..”
“Hikaru?”
“Iya ini Hikaru,
maaf ini siapa?”
“Ini Hiro, masih
ingat?” Hiro bertanya dengan aksen ragu.
“Hahaha…iya
masih ingat. Ada apa mas?” Hikaru tertawa dengan gayanya yang unik.
“Hmm..Cuma mau
kenalan aja?”
“Oh..kan kita
udah kenal.”
“Gimana filmnya?”
Hiro melanjutkan pembicaraan.
“Lumayan bagus
mas.”
“Yaudah, gitu
aja ya. Enjoy your evening.” Nada yang menyenangkan dari Hiro.
Telpon terputus.
Hikaru terheran-heran bagaimana Hiro bisa mendapat no handphonenya. Dia sempat
mencurigai teman-teman di kantornya, tetapi ia mengurungkan dugaan itu. Hal itu
bukanlah sebuah masalah. Hikaru melihat patnernya yang sudah menunggu. Dari
sorot matanya ia pun ingin tahu apa yang sedang terjadi.
“Who’s that?”
“My friend ring
me. Just say hi, ordinary stuff.”
“Oh….” Patnernya
membalas dengan datar tanpa rasa ingin tahu lagi.
Mereka berdua pulang
mengendarai motor, melalui jalanan yang cukup sibuk di akhir pekan. Hikaru
masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Ia menduga-menduga alasan dan
segala kemungkinan yang terjadi. Tanpa terasa dia sudah sampai di depan rumah,
dan rasa ingin tahu itu sirna begitu saja.
***
Alunan musik
rock n roll memenuhi ruangan. Dari Led Zeppelin hingga arctic monkey secara
bergantian terputar. Hikaru berbaring di sofa hijau dengan buku di tangan
kanannya. Dia melongok ke arah laptop yang terletak di meja.
Sebuah pesan via
facebook dari Hiro muncul di pojok kanan bawah. Hikaru menutup bukunya dan mulai
mengetik balasan kepada Hiro. Sejak telpon yang dia terima di bioskop, Hiro
seolah lenyap begitu saja. Namun tiba-tiba dia muncul kembali, seolah ada hal
yang ia bangkitkan.
“Hmm…mau
ngomongin sesuatu nih.” Kata hiro
“ Silahkan.”
“Tapi disimpen
aja yah sama kamu.” Dia memberikan sebuah syarat. Hikaru merasa ada keanehan
yang terjadi.
“Siap!” Balas
Hikaru mantap.
“Kok jadi malu.”
“Jiah….”
“it’s bout my
feeling. dulu ak smpt ngerasa there is somethin special bout u. Seperti gimana
gitu. Kerasanya di hati. Pas pertama ketemu pertama kali. Padahal aku juga baru
kali itu ketmu kamu. But, i dont know. I feel different. Aku juga gak tahu tuh
apa yg dirasa. Then again.”
“Beda gimana
mas?” Hikaru agak kebingungan walau sedikit dia tahu kemana arah pembicaraan
mereka.
“Hahaha…Malu euy.
Gini deh, pake ungkapan kali ya? Aku nggak pandai merangkai kata.”
“Iyaaa..”
“Hmm i feel
fireworks and sparkle bout you. Bedanya ya itu. Kamu terasa spesial di hatiku.
Itu yg kurasakan. I feel alive and lift up when i know u. I feel affection…”
“Hhmm..aku
senang kalo mas merasa kaya gitu. Maksudku orang nggak jengah dengan
kehadiranku. Cuma aneh juga ya bisa kaya gitu. kita kan jarang ketemu juga.
Kata orang jawa kan witing tresno jalaran
seko kulino.”
“Hahaha..itu
dia. Waktu ketemu kamu kayak kesamber geledek rasanya.”
“Lebay ah.”
“Ya mungkin
namanya perasaan ya? Cuma mau mengungkapkan aja sih.”
“Udah kerasa kali
mas dari dulu.”
“Kerasa gimana?”
“When someone
give special attention, tetaplah kita ngerasa. Cuma diantara yakin dan tidak
yakin. Masalahnya aku sering kegeeran.”
Obrolan terus
berlanjut hingga malam menjelang. Mereka berbicara apa saja, tentang
pertemuan-pertemuan mereka yang singkat hingga kekaguman Hikaru pada Hiro. Seolah
ada benang yang terikat, semua kata dan bahasan terjalin lancar.
Mereka mencoba
terbuka untuk masalah rasa, begitu juga dengan kondisi masing-masing. Hidup
bersama kekasihnya lalu ternyata jatuh hati kepada yang lain bukanlah hal yang
biasa. Mereka mencoba untuk merendam sebintik rasa pada yang lain. Tapi justru
nampaknya hal itu terakumulasi hingga mereka meledak-ledak pada titik kulminasi
tertentu.
Bagi mereka
malam ini adalah titik kulminasi dari titik pertemuan mereka beberapa waktu
silam. Di akhir chat mereka memutuskan untuk jalan bersama menonton sebuah
film. Film buatan anak bangsa “Habibie dan Ainun.”
***
Hikaru menunggu
di depan gerbang ketika Hiro datang dengan mobil warna silver. Hikaru membuka
pintu dan menemukan Hiro tersenyum menyambutnya. Sebuah rasa janggal muncul setelah
chat yang mereka lakukan semalam. Tetapi hal itu berangsur hilang setelah
obrolan demi obrolan saling berbalas.
Mereka mendapat
tempat duduk di sebelah kiri atas, tempat favorit Hikaru. Film berdurasi 118
menit itu menyajikan sebuah kisah romantisme yang klise. Tetapi melihat film
adalah bagaimana perspektif melihat alur dan cerita yang disajikan.
Mereka berdua
tak muak dengan cerita klise, mereka justru mendiskusikan sisi lain dari film
yang mungkin kebanyakan orang tidak membahasanya.
Setelah menonton
film mereka berdua pergi makan malam ke tempat sederhana di utara Kompas.
Deretan warung sate terjaga disana. Suasanya tidak cukup ramai, tetapi terlihat
bekas piring menumpuk di tempat pencucian. Sepertinya orang banyak yang mampir
tadi sore ke tempat ini.
Dalam hati Hikaru
sungguh takjub. Bisa dibilang ini adalah sebuah kencan buta. Film menarik dan
makanan favorit. Dia berpikir tentu Hiro tidak tahu masakan favoritnya. Entah
itu kebetulan atau memang sudah sebuah jalan hidup, malam ini adalah malamyang
luar biasa bagi Hikaru.
Mereka menyantap
sate yang terhidang panas di depan mereka. Beberapa kali Hiro menawarkan sate
dan makanan lain kepada Hikaru. Sebuah tanda mempersilakan dan berbagi. Di
akhir, mereka berebut siapa yang akan membayar sate itu. Kejadian lucu, hingga
mereka tarik-tarikan berebut siapa yang akan membayar. Penjual sate terlihat
tersenyum melihat polah mereka.
Mereka kembali
kedalam mobil menuju rumah Hikaru. Suasana terlihat sangat gelap dan sepi dari
luar rumah Hikaru.
“Mau mampir?”
Ajak Hikaru.
“Hmm…” Hiro ragu
menjawabnya.
“Jack sudah
tidur jam segini.”
“Kamu yakin
nggak apa-apa?”
“Sure..” Hikaru
menggenggam tangan Hiro.
Hiro mengikuti
Hikaru dalam kegelapan. Dia cukup terheran, rumah sebesar ini hanya ditinggal
oleh dua orang saja. Hikaru membawa segelas air putih dan mengajak Hiro ke ke
kamar atas. Walau tinggal bersama-sama ternyata Hikaru memiliki kama sendiri.
Hal itu membuat Hiro cukup heran.
Dinding putih
dengan berbagai tempelan kertas kecil. Hiro mendekat untuk mencari tahu. Kertas
kecil testimoni dan memo dari orang-prang sekitar Hikaru. Ketika dia berbalik,
Hikaru duduk di pinggir tempat tidur. Dia memberikan tanda ingin memeluk Hiro.
Pelukan erat
menyatukan mereka. Ketika berpelukan, hati terjajar sama rendah dalam
kesetaraan. Tak kenal siapa dia, berpelukan adalah bahasa jiwa.
Mereka tak
berpikir akan masa lalu, kini dan esok. Semua terjadi begitu saja. Mereka menyerahkan
jiwa nya pada cinta.
Hiro melihat jam
di handphonenya, dia tak sadar bahwa waktu berlalu cepat. Dia bergegas
merapikan bajunya yang tercecer di lantai. Hikaru mengantarkannya hingga depan
gerbang. Dia melambaikan tangannya tanda perpisahan. Tanda bahwa Dia harus
kembali pada kehidupan biasanya.
Mobil Hiro
lenyap dalam kegelapan malam. Tak ada yang bersisa kecuali secuil rasa yang
tertanam kuat di hatinya. Hikaru menatap langit malam yang terang berisi
bintang-bintang semilyar. Dia menerka rasi bintang yang duduk di langit
semesta. Apakah kejadian ini tercatat disana katanya.
Bagai
bintang-bintang yang terikat oleh hukum gravitasi tarik menarik. Ada suatu hal
yang membuatnya tertaut pada Hiro, malam ini ketika dia memeluknya. Ini bukan
libido yang terjual di red light district
sekitar Sosrowijayan. Dia merasa jiwanya tergugah ketika menyandingkan
hatinya.
Jika jiwanya
adalah belahan hatiku, lalu bagaimanakah dengan hati kekasih-kekasih kami saat
ini? Hikaru membiarkannya dalam tanda tanya. Dia menutup pintu garasi. Kembali
kepada kehidupan nya yang biasa.
No comments:
Post a Comment