Petualangan Jones (Jomblo Ngenes)
di Hari Minggu belum usai. Sepuasnya dari Curug Watu Jonggol, kami segera
melarikan diri kami ke arah barat. Kata penduduk sekitar ada kebun teh tak jauh
dari lokasi kami berada. Dengan antusiasme menggebu-gebu, kami segera memacu
motor kami yang sudah terengah-engah kepanasan.
Sekali lagi motor kami diuji oleh
jalanan yang menanjak plus kondisi jalan yang amat porak poranda. Bahkan kami
sempat mendorong motor kami gara-gara tanjakannya terlalu curam dan kondisi
jalannya rusak parah.
view diatas bukit teh |
Setelah berkendara sekitar empat
kilometer akhirnya kami bisa melihat tanaman the di sekitar kami, kami jadi
bersemangat. Tanaman teh itu ditanam di daerah perbukitan yang tidak rata, kami
pergi ke puncak bukit berharap mendapat pemandangan yang eksotis. Harapan kami
berbuah nyata, pemandangannya super manarik. Akhirnya kita foto-foto narsis
bersama.
di puncak bukit teh |
Lagi-lagi kami tengok kanan dan
kiri. Tempat ini belum terjamah oleh sejoli yang sangat heteronormatif dan
dengan pedenya pamer kemesraan. Kita bersyukur lepas dan segera menyegel tempat
ini sebagai tempat yang recommended
bagi Jones seantero jagat.
Udara di puncak bukit cukup
dingin padahal katanya Cuma 900 mdpl, berasa kaya di puncak gitu deh. Tapi
sayang, walau tempat ini sepi tetapi kami menemukan banyak sampah berserakan.
Ternyata kita bukan yang pertama ke tempat ini. Fak bener deh!
Destinasi berikutnya yang kami
kunjungi adalah Curug Sidoharjo. Curug ini tak jauh dari Pasar Ndekso, Kecamatan
Samigaluh, mungkin sekitar 5 km. Jalan menuju tempat ini lebih bagus sehingga
kami bisa melejit dengan motor kami.
Sewaktu kami sampai di Desa
Sidoharjo, ada beberapa jalur menuju Curug Sidoharjo. Kami memutuskan untuk
pergi melewati belakang masjid. Jalannya Cuma setapak dan bisa dipastikan mobil
nggak bisa masuk.
Jalanan setapak yang kami lalui
cukup bagus, sepertinya warga sekitar merawat jalan ini baik-baik. Ditepi jalan
setapak ada pipa-pipa panjang, sepertinya itu adalah aliran air bagi warga
sekitar. Setelah menuruni jalan setapak menuju curug akhirnya kami dikagetkan
dengan Curug Sidoharjo ini. Kami terkaget-kaget akan besar dan tingginya curug
ini. Tetapi hal lain yang lebih mengkagetkan kami adalah air nya kering sama
sekali. Hanya tersisa genangan di kaki air terjun. Kami juga dikagetkan dengan
puluhan sejoli yang dengan asiknya nangkring di atas batu.
Curug Sidoharjo |
Aku tidak habis berpikir, ngapain
mereka disitu. Mau lihat air terjun nggak ada, mau lihat aliran sungai nggak
ada juga. Aku berpikir sinis dan negatif, sepertinya mereka mau mengekspansi
tempat-tempat perawan dimana para Jones bisa melipur laranya. Dasar!
Walau kering dan banyak duo-duo pacaran di sekitar
curug. Aku cukup terkagum-kagum dengan keindahan curug ini. Kata warga sekitar,
kalau mau melihat air terjun kita harus datang Bulan Desember. Berhubung tempat
ini sudah diduduki oleh duo-duo pacaran, kami harus berpikir keras untuk
mencari tempat lain yang masih belum dijamah oleh mereka.
Kami pun semakin bersemangat
untuk meneruskan visi kami, yaitu travelling ke tempat-tempat yang belum
terjamah oleh pasangan-pasangan yang sedang pacaran. Mata kami memandang langit
biru yang luas. Kami tiba-tiba menjadi sangat melankolis. Jika langit itu tak
ada batasnya, begitu juga dengan semangat dan ambisi kami. Tunggu kami alam,
aku akan segera menjamahmu!
No comments:
Post a Comment