Air
berombak, menari-nari bersama sepoi angin. Tak lelah menyisir
permukaan danau. Dingin terhembus, di tengah matahari yang tertutup
awan sejak pagi tadi. Aku berdiri di Pelabuhan Tigaraja. Samar-samar
terlihat pulau di seberang sana. Tertutup kabut tipis malu-malu.
Samosir! Dengan logat khas Batak seorang awak kapal menawariku untuk
segera naik ke kapalnya. Katanya, tak perlu lama-lama, langsung
berangkat. Aku tak lantas terbujuk rayunya. Aku tetap berdiri, memaku
di atas dermaga. Melihat sebuah pulau legendaris, hasil ledakan maha
dasyat dari letusan gunung yang menyisakan tak lebih dari seperempat
pupulasi manusia di bumi saat itu.
Aku
berdiri di atas Pelabuhan Tiga Raja, hanya lima menit dari penginapan
Melissa Palace. Setiap hari ratusan orang menyeberang ke Pulau
Samosir. Sebagian besar adalah penduduk Pulau Samosir yang bekerja
dan hidup di sana. Hanya ada beberapa turis yang berangkat satu kapal
bersama kami. Kita tidak perlu dikerjar waktu untuk menyeberang ke
Pulau Samosir. Setiap satu jam sekali ada kapal yang menyeberang,
mulai dari pukul 7 pagi hingga 5 sore. Dari pelabuhan Tiga Raja kita
bisa memilih 2 destinasi utama untuk berlabuh, Tuk tuk dan Tomok. Aku
memilih Tuk tuk sebagai basis kami untuk menjelajah Pulau Samosir.
Dari Pelabuhan Tiga raja menuju Tuk tuk dibutuhkan waktu sekitar 30
menit untuk menyeberang.
Di
atas kapal seorang awak menanyakan di hotel mana aku akan menginap.
Awalnya aku curiga kenapa dia menanyakan hotelku. Lalu aku jawab
kalau aku akan tinggal di Homestay Romlan. Tanpa bertanya lagi dia
pergi begitu menarik biaya menyeberang sebesar Rp 15 ribu per orang.
Ketika Pulau Samosir terlihat di depan mata, aku turun menemui awak
kapal. Aku bertanya-tanya kenapa aku tak pernah melihat tempat
seperti pelabuhan bagi kapal untuk bersandar. Dia terbahak, geli
mendengar pertanyaanku. Dengan logatnya yang lantang dia mengatakan
kalau kami akan turun di Homestay Romlan. Setiap turis akan diantar
ke hotel masing-masing karena setiap hotel yang ada di pinggir danau
memiliki tempat untuk bersandar. Suatu hal di luar dugaanku. Padahal
jauh-jauh hari ketika aku memesan homestay, aku telah bertanya apakah
mereka bisa menyediakan pick up transport dari pelabuhan. Pantas
mereka tidak pernah menjawab pertanyaanku satu itu.
Ada
banyak sekali hotel di Tuk tuk karena daerah ini adalah daerah wisata
utama di Pulau Samosir. Beragam harga dan fasilitas bisa dipilih.
Menurutku akan lebih bagus jika kamu memesan hotel terlebih dahulu
sebelum sampai di sana. Alasan pertama supaya kamu bisa dengan jelas
di antar langsung ke hotelmu. Ada dua rekomendasi hotel yang bisa
saya sarankan, Pertama Homestay Romlan. Kedua, Hotel Bagus.
Homestay
Romlan memiliki review yang bagus di beberapa website travelling.
Review tersebut menurutku sesuai dengan fasilitas dan terutama
pelayanan yang diberikan. Pekerja di Homestay Romlan sangat ramah.
Bertanyalah kepada mereka tentang hal-hal seputar travelling. Mereka
akan memberikan informasi yang cukup menarik.
Tuk
tuk
Jalanan
begitu lengang, tak banyak lalu lalang kendaraan. Orang-orang
berkumpul di depan rumah, menyapa kami dengan hangat. Tak lama kami
berjalan, deretan cafe bergaya western terlihat begitu kontras dengan
rumah-rumah penduduk lokal. Mereka tidak hanya berbicara bahasa
Inggris, di antara mereka berbicara Bahasa Belanda dan Jerman walau
sebatas percakapan sederhana saja. Dari mana mereka belajar
bahasa-bahasa itu? Mungkinkah dari pemilik cafe-cafe tersebut. Aku
menahan diri untuk tidak membayangkan Bali.
Tanpa
pergi kemana pun dan hanya duduk di tepi pinggir danau adalah sebuah
kelegaan dari indahnya alam Danau Toba. Aku bisa menghabiskan
beberapa gelas bir dan diam tanpa berucap apapun. Jangan terburu-buru
untuk meninggalkan Pulau Samosir. Tinggalah sekitar 2-3 hari supaya
benar-benar merasakan atmosfer Pulau Samosir dan Danau Toba.
Pilihan
alat transportasi untuk berkeliling di Pulau Samosir cukup terbatas.
Kita bisa menyewa sepeda, motor, atau mobil. Pada awalnya aku berniat
untuk menyewa sepeda, harga sewa Rp 40 ribu bisa ditawar jika kita
menyewa lebih dari satu. Namun setelah melihat topografi Pulau
Samosir yang berbukit dan berkelok-kelok, akhirnya aku memutuskan
untuk menyewa sepeda motor. Harga sewa motor yang aku peroleh Rp 90
ribu termasuk bensin. Jika kamu menyewa di Homestay Bagus, mereka
menawarkan harga Rp 70 ribu tanpa bensin. Tidak susah untuk mencari
tempat persewaan motor. Toko, cafe dan Hotel sepanjang jalan utama
Tuk-tuk menawarkan jasa rental motor.
Kuliner
Pulau Samosir
Ada
banyak sekali warung, cafe dan restoran yang berjejal di jalanan Tuk
tuk. Jangan kaget melihat harga yang tertera di buku menu. Orang
Jogja sepertiku harus pandai-pandai memilih makanan supaya bugdet
travelling tetap terkendali. Padahal memilih bukan perkara mudah.
Menu makanan khas Pulau Samosir, ikan mujair dan Babi Panggang susah
sekali tidak tercatat di nota order.
Setelah
berkeliling ke Warung Islam (yang juga menjual bir), Cafe western,
Restoran Batak, hingga Restoran Cina di sepanjang Tuk-tuk. Masakan
yang paling enak dan genuine menurutku adalah Warung Rohana.
Setelah membaca berbagai review di internet dan menyelami lautan
kuliner Pulau Samosir. Ternyata pilihan terbaik justru berasal dari
tempat yang tak terduga. Mutiara Danau Toba adalah kiasan yang tepat.
Rohana
adalah nama sekaligus pemilik warung sederhana tersebut. Ia menyewa
sebuah tempat sederhana di pinggir jalan utama timur Tuk tuk. Di
tempat itu kamu harus bersabar menunggu masakan dimasak karena ia
hanyalah satu-satunya pekerja di warung. Namun penantianmu akan
berbuah manis. Mintalah lidahmu berkata jujur ketika mencicipi Mujair
yang dihidangkan dengan kuah santan asam. Dagingnya sangat lembut,
bumbu-bumbu merasuk ke dalam setiap potong dagingnya. Tak lupa
pesanlah menu sederhana salad buah. Pilihan buah yang
dipotong-potong, ditaburi buah markisa dan parutan kelapa muda. Aku
belum pernah mencoba salad buah semacam ini.
No comments:
Post a Comment