Monday, 30 April 2012

Gunung Ungaran: Suatu Pendakian


Candi Gedong Songo

                Pagi dalam selimut awan redup waktu itu, kira-kira pukul 8 pagi. Kami (Dias, Munadi, Andre, Septian) berangkat menuju Ungaran untuk melakukan pendakian Gunung Ungaran untuk pertama kali. Sebelum kami bertolak meninggalkan Yogyarta, kami makan makanan khas Kota Tempel bernama brongkos. Rasanya sangat enak apalagi disajikan dengan panas, sayangnya harganya membuat kantong kami getir.
                Kami melaju dengan cukup cepat sekitar 60-80 km/jam menuju Ungaran. Rute yang kami lalui adalah Yogyakarta-Magelang-Secang-Ambarawa lalu kemudian belok ke kiri ketika bertemu dengan Ambarawa menuju Bandungan. Sesampai di daerah Bandungan kami belok kiri lagi keaarah Jalan Temanggung dan menaiki tanjakan ke Candi Gedong Songo. Kami membutuhkan waktu sekitar 3 jam dari Yogyakarta menuju starting point kami di Candi Gedong Songo.
                Kawasan Gedong Songo adalah salah satu obyek wisata yang cukup popular di Daerah Bandungan. Sesuai dengan namanya, obyek wisata ini memiliki Sembilan candi yang cukup terawat walau ada dua candi yang harus pasrah lekang oleh zaman. Untuk memasuki candi ini kita harus membayar Rp 6.000 per orang. Waktu itu kami sedikit bingung karena penjaga pintu masuk mengharuskan kami memiliki karcis warna hijau untuk menginap, padahal penjaga karcis memberikan karcis warna merah.
                Terjadi kesalahpahaman petugas, karcis warna merah diberikan untuk pengunjung sedangkan karcis warna hijau diberikan untuk pengunjung yang menginap di wilayah candi Gedong Songo. Kami hanya melewati kawasan Candi Gedong Songo saja jadi cukup membayar karcis warna merah saja.
                Di kawasan ini sama sekali tidak ada petunjuk pendakian ke Gunung Ungaran, tetapi kita bisa memberikan informasi pendakian ke petugas tiket atau penjaja makanan di kawasan ini. Rute pendakian terletak sebelum di Candi II Gedong Songo, tepatnya jalan kecil menanjak kea rah bukit sebelah flying fox point.
                Rute awal cukup menguras tenaga karena kita harus melalui bukit batuan dan tanah yang cukup licin. Setalah melawati bukit itu kita akan menemui jalan yang cukup landai. Pemandangan tempat ini cukup menarik karena kita menyusuri tepi bukit dengan rumput ilalang di kanan kiri kita serta pemandangan Kota Ambarawa dibawah kita. Tak jauh dari tempat tersebut kita akan menemukan camping point yang luas. Sayangnya tempat ini kurang terbuka karena banyak pepohonan disekitarnya. Jika kita merasa cukup lelah, saya sarankan untuk mendirikan tenda di tempat ini karena setalah point ini, kita harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mencari tempat mendirikan tenda, yaitu sekitar 3 jam.
Camping Point
                Dari camping point, ada beberapa cabang jalan kearah utara. Pastikan kita mengambil arah kiri karena jalan ke kanan adalah jalan buntu. Track selanjutnya cukup sulit karena lagi-lagi beruba batuan dan tanah yang licin. Setalah tanjakan berakhir kita akan melewati jalan yang cukup landau. Kita melewati jalan naik dan turun, kalau kami tidak salah kita harus berputar melewati beberapa bukit untuk mencapai puncak.
                Dari camping ground ke puncak kami membutuhkan waktu sekitar 3 jam karena kami menikmati perjalanan kami alias sedikit lambat. Di sepanjang jalan yang kami lewati hanyalah daerah puncak saja yang layak untuk dijadikan tempat mendirikan tenda. Jadi kesimpulannya kita memiliki opsi, yaitu mendirikan tenda di camping point pertama atau di puncak.
                Perlu menjadi perhatian juga, tidak ada mata air sepanjang jalan jadi siapkan air secukup mungkin. Waktu itu kami berlima membawa 6 botol besar dan 4 botol kecil dan itu sangat-sangat cukup untuk perjalanan naik dan turun gunung. Tak bersisa sama sekali. Sepanjang jalan sangat licin apalagi dimusim hujan. Siapkan alas kaki yang memadai atau cukup berhati-hati mendaki saja jika kita tak memiliki alas kaki yang memadai seperti yang dimiliki oleh kaum-kaum borjuis yang suka naik gunung itu.
Puncak Gunung Ungaran 2.050 m

Pendakian Melalui Mawar, Ambarawa
                Kami memutuskan mendaki melalui Candi Gedong Songo setelah membaca suatu artikel di internet yang mengatakan bahwa pendakian melalui Ambarawa membutuhkan waktu 6-7 jam sedangkan jika melalui Gedong Songo hanya membutuhkan waktu 4-5 jam saja dan lebih mudah katanya. Ternyata info tersebut kurang tepat.
                Pendakian dari Daerah Mawar, Ambarawa dapat ditempuh dalam tempo 4 jam saja jika kita berjalan pelan. Rutenya pun cukup landau hanya rute menuju puncak saja yang cukup terjal berbatu yang cukup menguruas energi.
                Jika saya diberikan kesempatan untuk mendaki Gunung Ungaran kembali. Saya akan memilih rute ini. Kawan sesame pendaki juga berkata terdapat mata air di jalur tersebut dan hebohnya mereka hanya membutuhkan waktu sekitar dua jam saja untuk mencapai puncak.
                

Thursday, 26 April 2012

Tentang Akuntansi


               Kelahiran ilmu akuntansi tidak lepas dari pemikiran Lukas Pacioli beberapa ratus tahun silam yang untuk pertama kalinya menerapkan sistem double entry sistem atau menggunakan T-account. Akuntansi saat ini menjadi bagian penting bagi suatu organisasi atau perusahaan terkait dengan informasi yang  bersifat keuangan (dan non-keuangan) sebagai dasar pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan. Namun ternyata Akuntansi tidak hanya berhenti pada ruang lingkup perusahaan saja. Ia menjelma kedalam beberapa bidang. Konsep awal tersebut kemudian berkembang dinamik dan besar dalam sebuah wadah ilmu Akuntansi.
                Menurut Accounting Principle Board (1970) Akuntansi adalah kegiatan jasa, yaitu fungsinya menyediakan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam mengambil keputusan ekonomi- membuat pilihan-pilihan nalar diantara berbagai alternative arah tindakan[1].
                Dari definisi diatas kita dapat menyimpulkan inti dari akuntansi yaitu merupakan kegiatan jasa, menyediakan informasi kuantitatif, dan digunakan untuk mengambil keputusan ekonomi. Dikatakan sebagai jasa karena memerlukan kemampuan seorang ahli akuntansi atau sering disebut sebagai akuntan untuk menyediakan informasi kuantitatif dari kejadian-kejadian ekonomi suatu perusahaan. Kemudian akuntan menyajikan dalam laporan keuangan yang digunakan untuk pengambilan keputusan.
                Secara mendetail American Accounting Asssociation (1966) mengatakan bahwa akuntansi adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi dari suatu organisasi atau entitas yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka mengambil keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang membutuhkan[2].
                Pengidentifikasian adalah proses menentukan suatu kejadian atau transaksi ekonomi. Di dalam perusahaan pasti terjadi berbagai macam peristiwa, tetapi seorang akuntan harus menentukan peristiwa apakah yang termasuk sebagai kejadian ekonomi. Hal tersebut ditandai dengan dampak kejadian eknomi terhadap asset, liabilitas dan ekuitas perusahaan.
                Setelah suatu peristiwa eknonomi diidentifikasi maka proses selanjutnya adalah pengukuran, yaitu menentukan seberapa besar kejadian tersebut mempengaruhi asset, liablitas dan ekuitas perusahaan dalam ukuran kuantitatif. Proses pencatatan adalah memasukkan kejadian ekonomi tersebut kedalam jurnal yang kemudian menjadi dasar bagi penyusunan laporan keuangan. Laporan Kuangan perusahaan adalah bentuk pelaporan seorang akuntan terhadap pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Bisa dikatakan akuntansi adalah bentuk dari suatu komunikasi.
                Akuntansi sebagai bentuk komunikasi antara managemen dan investor dijelaskan lebih lanjut sebagai “Accounting is action oriented, adjusting to report the effect of inflation of inflation in a manner suited to the needs of users and having an impact on the decision-making behavior of manager and investor[3]
                Walaupun definisi tersebut sangat sempit pada masalah inflasi tetapi cukup memberikan gambaran bahwa akuntansi adalah suatu bentuk komunikasi antara akuntan, managemen dan investor. Akuntan adalah penyedia informasi yang menjadi dasar atas pengambilan keputusan bagi manager dan investor.
                Beberapa definisi akuntansi diatas lebih terfokus pada ruang lingkup perusahaan. Tetapi sebagaimana yang dijelaskan diatas bahwa akuntansi bersifat dinamis maka ia bisa merasuk ke berbagai elemen kehidupan manusia, tidak hanya pada ruang lingkup perusahaan. Bahkan akuntansi bisa menjadi dasar berpikir yang menjelma sebagai sebuah idelogi “Accounting is part of the ideological apparatus of the capitalist society which sustain and reinforces that structure and provide techniques to exploit and extract wealthin support of elite interest group at the expense of society at large and employees[4].
                Akuntansi sebagai ideologi diatas menjelaskan mengenai peranan akuntansi dalam sebuah masyarakat kapitalis. Dijelaskan secara jelas apa yang dilakukan oleh akuntansi dan tujuan dari akuntansi tersebut.
                Tentang Akuntansi tidak akan berakhir pada definisi-definisi yang disampaikan oleh penulis. Penulis percaya bahwa akuntansi selalu berkembang sesuai dengan kondisi zaman. Layaknya sebuah ilmu pada umumnya, akuntansi ibarat pohon yang terus tumbuh.


[1] Dikutip dari Prof.Dr.Abdul Halim, MBA, Akt. (2007) Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit Salemba: Jakarta
[2] Ibid
[3] Jayne Godfrey (1989) Accounting Theory, John Willey and Son, Inc
[4] Ibid

Monday, 23 April 2012

23 April 2012

Malam tadi sempat mengucapkan salam perpisahan hingga esok menggusur. Gila, aku benar-benar belum mengantuk. Atau lebih tepatnya tak mau tidur sebagai protes atas hariku yang terenggut oleh suatu kebersamaan semu. Atas nama apapun itu, tapi aku sedikit jengkel walau aku tahu aku ada salahnya juga. Tak begitu tegas dengan ini dan itu.

Mungkin tulisanku juga tak jelas, bukannya ragu tapi. Memang kata dan kalimat aku samarkan demi sisi artistik dan rahasia yang dimuat oleh jiwa-jiwa manusia yang kadang munafik dan naif. Well, setiap manusia punya alasan dan itu adalah alasanku semata wayang. Sederhana bukan? Sesederhana kebahagiaan yang ingin aku renggut bersama anakku kelak.

Entah kenapa, aku selalu terbayang mengenai seorang anak, bukan pendamping hidup. Tapi itu bukan itu permasalahan dan hakikat dari hidup. Manusia yang disebut pendamping hidup memang menjadi pelengkap kebahagiaan. Tetapi bukan pembunuh idealisme, aku janji untuk diriku sendiri.

Kemarin aku memutar lagu-lagu deftones. Gelora membara berontak menyalak-nyalak ketika aku mendengerkannya. Emosi benar-benar terbawa hinggia terngiang dari detik ke menit walau musik sudah berakhir.

Tadi malam aku sempat ke tempat eko untuk membicarakan perihal naik Gunung Ungaran. Aku datang pukul 10 malam lalu kita pergi ke susu kambing di ring road utara, tepatnya di jalur lambat di Jalan Gejayan. Menu yang dijajakan cukup sederhana dengan menu spesial susu kambing dan jagung bakar.

Sembari mimik susu kita sedikit mengobrol mengenai wakil menteri ESDM yang meninggal karena naik gunung beberapa hari yang lalu. Kejadian tersebut jadi mengingatkanku pada sosok Soe Hok Gie, lelaki tulen cerdas yang hobi naik gunung atau lebih tepatnya menikmati keindahan alam.

Aku dan eko sudah memutuskan, kita akan mendaki pada tanggal 27 April 2012 melalui jalur Gedong Songo yang akan membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Kita akan berangkat dari Jogja sekitar pukul 7 pagi dan berkumpul terlebih dahulu di kediaman kapitalis biru putih di Jalan Kaliurang km 7.

Tadi aku sempat membuat daftar list yang akan dibawa ketika mendaki gunung dan beberapa rencana untuk menyikapi berbagai kemungkinan. Sejauh ini baru empat orang yang akan ikut, yaitu Eko, Didin, Andre dan Dias. Rencananya kita akan briefing pertama dan mulai persiapan hari Selasa siang. Sejauh ini tak ada kendala kareba aku tak mau membuat sebuah kendala. Jadi tinggal dijalani dan disepekatai bersama saja.

Perbincangan kami usai sekitar pukul 12 malam lalu aku antar eko ke kos-nya. Aku bertolak cepat ke jalan kaliurang. Suasana cukup tenang tak banyak kendaraan lalu lalang. Aku benar menikmati suasana malam itu. Gundah dan gusar bisa aku jinakkan benar-benar.

Melewati jalan kaliurang km 6 aku melihat Kakek penjual kursi bambu sedang duduk bersarung lusuh di emperan toko. Ia sandarkan kursi bambu panjang bersama sepedanya di tembok toko sedang ia duduk diam berbalut sarung. Ia memandang sayu jalanan yang mulai sepi, mungkin ia merasa kesepian.

Ia tak terlihat menunggu apapun kecuali pagi yang memberikan waktu baginya untuk berkeliling dan menawarkan barang satu-satunya. Entah apakah dia bisa melihat pagi kembali mengingat umur dan hidupnya yang keras, tapi aku harap ia tetap bertahan. Dunia kadang tidak adil rasanya, Tuhan tentu saja adil hanya manusia saja yang membuat segalanya menjadi timpang.

Ah, Siang, Malam berlalu saja biasa saja. Kata Mas Uki, sepertinya memang dia yang menulis balasan di status FB ku. Tulis saja biar berarti, dan memang aku sadari hidupku lebih berarti ketika tangan-tangan ini menari diatas papan keyboard.

Selamat pagi hari Senin, beberapa hal harus diselesaikan hari ini. Jika ada sisa yang belum tergarap, itu masih masalah yang sama. Selamat-selamat hari Senin, jemput aku.

Saturday, 21 April 2012

Pagi, 21 April 2012

Jelas aku tahu tentang janji yang ingkar, tapi aku tak bisa membentak dan merenggut kebebasan, karena aku sendiri tak mau kebebasanku kau renggut. Akhir pekan ini selayaknya aku tangisi sendiri di pojok rumah, tergolek tak berdaya.

Memang aku lancang mengobrak-abrik suatu rahasia atas nama ruang private atas nama individual space lalu kemudian ketika aku melakukannya menjadi sebuah "invaded private space". Tapi dari situ aku sebuah kebenaran akan aku ketahui dan kemudia orang-orang di pasar akan menggunjingkan hal itu ramai-ramai. Salahkan saja dengan berbagai dalih berbau liberal atau balikkan saja dengan argumentasi third party mistake atau serang balik saja lawan bicaramu dengan mengungkit-ungkit kesalahan yang ada, dan memang nyata.

Aku tak mau banyak bicara, apalagi bergelut argumentasi emosi. Tak ada sisi apologi atau akomodasi ego atas nama saling mengerti. Jika kau mengajak demikian, maka sedemikian rupa aku akan tegak berdiri menatap wajahmu, lalu berbicara pelan tak beradu. Jiwa pasrah, muka tak beraksen itu yang akan kau dapat.

Pagi ini, seharusnya aku tak berada ditempat ini lagi. Sangat berat melangkah hengkang lalu hilang atas apa yang direncanakan lama dulu hingga kini sudah perlahan-lahan disiapkan untuk jadi kenyataan. Mungkin belum saatnya saja, jika itu hanyalah masalah waktu. Jika ada masalah lain, berarti aku harus menyelesaikan kegundahan dan mengobrak-abrik ini-itu lalu aku pecahkan hingga beriak-riak lontang-lantang. Biar saja.

Akhir pekan ini kawanku masih berada di rumah sakit, semoga cepat sembuh. Sebentar lagi dia akan bekerja di Cikarang dengan gaji yang cukup untuknya. Semoga dia bahagaia, saya kira dia pantas mendapatkan kebahagiaan atas jerih payah yang ia lakukan. Juga untuk ketabahan dan pemikiran yang bergelut resah, bergelora nyala yang mengiringi waktu-waktu pendewasaannya.

Malam nanti aku akan menyembanhakn jiwaku untuk kebebasaan sesaat dalam pesta festival akhir pekan. Aku akan memabukkan diri dalam idealita dan menyingkirkan realita tahi anjing yang suka membunuh idealitaku. Oke, sebenarnya aku yang membunuh idealitaku sendiri, tapi aku perlu kambing hitam biar aku kelihatan seperti para plitisi senayan yang sukanya ngesex-ngemil-ngelantur- dan nge-nge lainnya.

Kalo begitu,
Ajak aku, Jemput aku,
Aku benar-benar merasa serupa,
Jaga aku dalam ruang itu (kebebasan),
Ikat aku dengan tali itu (idealisme),
Kuburkan aku dalam keabadian,
Aku haturkan jiwa (jalang) ini,

Tuesday, 17 April 2012

Pagi Hari 17 April 2012


Alur waktu berasa tak berarti, meluncur lepas tak terkendali. Entah sejak kapan juga aku lupa akan hari dan malam, dan kini terus berjalan dalam keheningan reruntuhan pekerjaan yang tak kunjung terselesaikan. Ada sisi jenuh mengaduk-aduk hingga aku merasa yakin bahwa aku ingin menaiki gunung lagi. Mungkin, tak ingin menaklukan hal-hal yang besar, cukup suatu hal yang sederhana seperti Gunung Ungaran yang tak begitu jauh dari Yogyakarta.

Katanya sih, gunung ini bisa didaki dengan waktu sekitar 5 jam dan pemandangan diatas cukup bagus untuk dikenang dan diceritakan kepada anakku kelak.

Aku kira aku mendaki lagi dekat-dekat ini. Persiapan? “If we plan we won’t loss” kata kawanku. Selalu saja berdebat ketika akan naik gunung dengan dia (eko). Selalu saja ribet hingga diskusi selalu berakhir dramatis dengan klimaks menggebu-gebu atas gesekan argumentasi dan ego. Tetapi kali ini aku hanya ingin hal yang sederhana. Persetan walau kau bilang aku ini nekat!

Beberapa batang rokok, secangkir teh, buku dan kamera, mungkin juga kamu (*****), jika bisa ikut. Naik gunung bukanlah hang out di mall, aku harap kau mampu melakukannya.

Melihat kebelakang sejenak akan tugas kuliah yang belum nyata betul dan proyek yang terseok-seok akibat menjadi prioritas kesekian. Aku harap mereka bersabar, atas dalihku untuk menikmati hidup mudaku. Kalian adalah kewajiban yang lantas aku tuntaskan sebelum bersiap berbaris menunggu masa redup.

Pagi ini,
Secangkir Teh Dilmah, alunan musik scorpion, dan nasi goreng. Sebentar lagi aku akan pergi ke kampus walau sebenarnya aku sangat malas dang sungkan. Kampusku benar-benar tak nyaman lagi. Mau masuk kampus harus membayar, semua hal juga bayar-bayar dan bayar. Tekanan psikologi membabi buta bagi pengangguran sepertiku.

Well, lebih baik aku bergegas. Aku baru saja membeli buku “Ten deadly marketing sins” oleh Philip Kotler. Aku akan menyelesaikannya segera.   

Saturday, 7 April 2012

Lagi (Terulang)


Yang dulu kini terulang,
Dua hati tertaut padahal satunya terpaku telah,
Lelah dan salah, aku (lagi)

Jika berkata cinta,
Aku dulu tak kenal,
Dan kini terkontruksi untuk saling cinta, cemburu dan rindu,
Aku ingin semua biasa saja,
Tak ada janji sayatan hati,
Tak ada maaf (salah), karena kita saling paham,
Tak ada ikatan, toh kita terlarang,

Yang ada hanya kasih, Cium mesra, peluk erat,
Yang ada hanya cerita kesederhanaan dan harapan,

(Kini) Aku terusik lagi,
Akan kisah munafik dan oportunis,

Aku katakan dulu lama, Akan aku,
Lalu yang kau emis kini,
Buat aku jadi munafik,
Tak bisa, aku sungguh mau,

"NOBODY CAN SEE THE TROUBLE I SEE, NOBODY KNOWS MY SORROW"
Lalu semua terekayasa prejudis,
Emosi mengaduk-aduk,
Cemburu mencakar-cakar,
Untukmu..

Disaat ini,
Aku diam, tak pandai bicara,
Aku ingin kau berkata "kemarilah kalau begitu"
Aku mau mampir, sesaat