Alur waktu berasa tak berarti,
meluncur lepas tak terkendali. Entah sejak kapan juga aku lupa akan hari dan
malam, dan kini terus berjalan dalam keheningan reruntuhan pekerjaan yang tak
kunjung terselesaikan. Ada sisi jenuh mengaduk-aduk hingga aku merasa yakin
bahwa aku ingin menaiki gunung lagi. Mungkin, tak ingin menaklukan hal-hal yang
besar, cukup suatu hal yang sederhana seperti Gunung Ungaran yang tak begitu
jauh dari Yogyakarta.
Katanya sih, gunung ini bisa
didaki dengan waktu sekitar 5 jam dan pemandangan diatas cukup bagus untuk
dikenang dan diceritakan kepada anakku kelak.
Aku kira aku mendaki lagi
dekat-dekat ini. Persiapan? “If we plan we won’t loss” kata kawanku. Selalu
saja berdebat ketika akan naik gunung dengan dia (eko). Selalu saja ribet
hingga diskusi selalu berakhir dramatis dengan klimaks menggebu-gebu atas
gesekan argumentasi dan ego. Tetapi kali ini aku hanya ingin hal yang
sederhana. Persetan walau kau bilang aku ini nekat!
Beberapa batang rokok, secangkir teh,
buku dan kamera, mungkin juga kamu (*****), jika bisa ikut. Naik gunung
bukanlah hang out di mall, aku harap
kau mampu melakukannya.
Melihat kebelakang sejenak akan
tugas kuliah yang belum nyata betul dan proyek yang terseok-seok akibat menjadi
prioritas kesekian. Aku harap mereka bersabar, atas dalihku untuk menikmati
hidup mudaku. Kalian adalah kewajiban yang lantas aku tuntaskan sebelum bersiap
berbaris menunggu masa redup.
Pagi ini,
Secangkir Teh Dilmah, alunan musik
scorpion, dan nasi goreng. Sebentar lagi aku akan pergi ke kampus walau
sebenarnya aku sangat malas dang sungkan. Kampusku benar-benar tak nyaman lagi.
Mau masuk kampus harus membayar, semua hal juga bayar-bayar dan bayar. Tekanan psikologi
membabi buta bagi pengangguran sepertiku.
Well, lebih baik aku bergegas. Aku
baru saja membeli buku “Ten deadly marketing sins” oleh Philip Kotler. Aku akan
menyelesaikannya segera.
No comments:
Post a Comment