Thursday, 3 May 2012

Sisi Lain Sedekah


Terik menyengat di hari sengit untuk Bapak Sholeh, seorang penjaja gethuk keliling. Sudah dari pukul 8 pagi dia berkeliling seputaran UGM hingga siang pukul 11.30 tetapi gethuk yang ia jajakan baru laku seberapa. Sepertinya kemujuran belum berpihak padanya hari ini, dihari yang cukup pendek, Hari Jumat. Ia segera menuntun gerobak gethuknya dari utara Fakultas Kehutanan menuju Masjid Kampus UGM.

Sekeliling Masjid Kampus UGM (Maskam) sudah dijejali oleh ratusan orang berpakaian rapi. Mereka berbalut baju putih dengan peci necis hampir seragam. Pak Sholeh memarkirkan gerobaknya disebelah barat Maskam. Ia buka laci kecil dibawah dagangannya lalu mengambil koko putih dan sajadah kecil pemberian seorang haji.

Ia berjalan menuju tempat wudhu yang sudah ramai atrian. Sejuknya air wudhu menghempaskan rasa lelah dan penat siang itu. Adzan jumat berkumandang ia segera menuju tempat sholat yang telah sesak. Ia menjejalkan dirinya di deretan belakang masjid bersama para pengibadah yang datang agak terlambat.

Kyai telah masuk mimbar, dengan lantangnya ia berkhutbah. Pak Sholeh sempat tertunduk layu, tetapi ia memaksa kepalanya tegak. Angin sepoi yang berhembus pelan membuatnya kantuk. Ia mencoba mencermati khutbah sang kyai walau ia kurang memahami campuran Bahasa Arab yang digunakan.

Walau pengetahuan Sholeh dangkal dia bisa mencermati kata kunci yang sang kyai coba sampaikan. Sang kyai berkata “Barang siapa bersedekah, maka ia akan mendapatkan 10 lipat. Jika orang ingin menjadi kaya maka ia harus bersedekah”. Pak Sholeh benar-benar mencermati kata-kata sang kyai. Dia berpikir mungkin ada yang salah dari kehidupannya sehingga bertahun-tahun kerja kerasnya, ia masih saja menjadi seorang penjaja gethuk keliling. Biasanya pendapatan bersih Pak Sholeh adalah Rp 20.000 per hari dan ia harus menafkasi 4 orang keluarganya. Sedangkan di hari yang suci ini dia baru mampu menjual tak kurang dari seperempat gethuknya. Ia mengumpulkan sekitar Rp 10.000 hari ini.

Sholeh cukup lama tertegun hingga adzan iqomah berkumandang. Ia segera berdiri dan menyejajarkan tubuhnya dengan jamaah yang lain untuk melaksanakan Sholat Jumat.

***
“Assalamualaikum warrahmatulahi” Pak Sholeh ucapkan di rakaat terakhir sembari ia menengok kesamping kanan dan kiri. Jamaah masjid membubarkan diri serentak setelah sholat usai. Mereka lalu lalang mengambil alas kaki dan tas yang dititipkan di penjaga yang berjaga di dekat pintu keluar utama. Pak Sholeh berjalan menuju gerobaknya yang ia tinggalkan. 

Disisi-sisi jalan keluar Sholeh melihat pada pengemis yang berjejer memelas. Mereka acungkan gelas aqua yang didalamnya ada uang lembaran seribu dan koin receh tak seberapa. Sholeh melihat wajah mereka yang lusuh dan melas. Pakaian mereka sudah lusuh tapi Sholeh tahu mereka berpura-pura. Ia acuhkan mereka dan berjalan menuju gerobaknya.

Sholeh melepas baju kokonya dan melipat sajadah lalu memasukkannya kedalam laci kecil di gerobaknya. Ia mendorong gerobaknya kembali di tengah sengatan terik di penghujung kemarau tahun ini. Sekali lagi ia berpikir tentang khutbah yang disampaikan oleh kyai. Ia berulang-ulang mendebat arti sedekah dan kebutuhan hidupnya. Uang yang di dapat hari ini masih terbilang sedikit, hanya Rp 10.000. 

Ia membantah perdebatan batin itu dengan alasan niat atas nama Allah SWT. Ia yakin akan mendapatkan 10 kali lipat dari apa yang sedekahkan walau. 

Sholeh kembali masuk pintu Maskam dan menghampiri seorang sosok pengemis yang pantas untuk mendapatkan sedekahnya. Matanya tertuju pada seorang Ibu mungil yang menggendong bayi di antara para pengemis. Ia sedekahkan separuh uangnya kepada Ibu itu, berharap semoga Ibu itu bisa memberikan penghidupan yang layak bagi keluarganya yang terlihat kesusahan.

Si Ibu tersenyum dan berterima kasih kepada Sholeh disertai dengan doa-doa kesejahteraan dan keselamatan yang terucap dengan fasih dan lancer. Sholeh hanya tersenyum tipis lalu bertolak ke gerobak yang menunggunya.

Jalanan UGM terlihat sepi, wajar saja karena terik hari ini sangat panas. Mungkin semua orang bersembunyi dibalik sayup rumah-rumah yang dingin. Tapi hal itu tidak mungkin dilakukan oleh Sholeh, karena ia harus menjajakan gethuknya. Walau huja, walau terik. Ia harus berteriak sepanjang hari untuk keluarganya dirumah yang menunggu rejeki yang ia kais.

***
Matahari terasa belalu cepat sementara gethuknya masih menumpuk saja di gerobaknya. Sholeh berharap hari ini lebih panjang lagi sehingga ia bisa berkeliling lebih panjang. Tetapi waktu tak pernah bermurah hati, ia berlari acuh tak peduli. Sholeh pun tak bisa berbuat apa-apa, lalu ia langkahkan kaki menuju rumah sederhananya di sekitar Badran.

Sepanjang pulang ia merenung atas sedekah yang ia berikan ke ibu itu. Sedikit rasa sesal dan harap semoga itu tak sia-sia. Sholeh menghela nafas sebagai bentuk pasrah dan memahami arti sedekah. Hanya keyakinan yang membuatnya tabah dan tetap tegar.

Sholeh mendorong gerobaknya sampai di Pasar Terban. Adzan Maghrib berkumandang menggelegar, tapi Sholeh acuh saja. Ia ingin segera menemui keluarganya dirumah dan melepaskan penat hari ini.

Rasa lapar dan lelah bercampur aduk, ia hanya bisa melihat warung-warung menyala remang di seputaran terban. Beberapa orang bercanda gurau lepas ditemani minuman hangat dan makanan yang dijajakan. Sholeh terus saja menatap hingga ia terhenti pada sosok yang taka sing bagi dia.

Dia sedikit ragu apakah ia pernah bertemu dengannya sebelumnya. Wanita itu memakai kaos putih seksi dengan celana hotpan yang dilinting rapi. Ia sulut rokok dan menyembulkan asapnya ke langit remang sore itu. Ia asik berdana dengan kawannya yang berpakaian serupa.  Sholeh tertegun dan meyakinkan dirinya bahwa wanita itu adalah pengemis di Maskam yang ia sedekahi.

Wanita itu berdiri lalu meninggalkan warung remang itu. Ia berjalan kearah sholeh yang menghentikan langkahnya. Tak sampai beberapa meter mereka saling berhadapan. Sholeh hanya diam dan wanita itu hanya melihat sepintas tanpa tegur sapa. 

Dan semua berlalu begitu saja untuk Sholeh dan wanita itu. Mereka melalui hidupnya masing-masing. 

 

 

No comments:

Post a Comment