Hari pertama setelah pulang dari Jakarta,
semua terlihat sama kecuali jalan-jalan yang mulai lengang. Antara Jalan
Kaliurang dan Jalan Taman Siswa ku melaju pelan menyeduh rindu akan kotaku. Panas
terik matahari dan kemarau yang dibawanya. Debu-debu berserakan di udara
bersama kepulan asap-asap kendaraan. Semua beraduk satu.
Aku melaju ke Kantor PKBI Taman
Siswa siang ini gara-gara kawanku meminta bantuanku untuk mencarikan buku-buku
tentang gender. Sebelum aku mampir ke perpustakaan yang terletak di sebelah
barat-belakang, aku mampi ke Youth Center. Suasana agak lengang, namun sempat
terkaget karena ada Bekti disana.
Baru pertama kali aku melihat dia
main-main di PKBI. Biasanya aku melihat dia bermain-main di area nol kilometer.
Dia menyadari keberadaanku namun lirik-lirik saja tak berbincang. Mungkin dia
lupa padaku tanyaku dalam hati.
Selesainya aku mencari buku di Perpustakaan
PKBI aku berbicara dengan kawanku di depan Youth Center PKBI. Ditengah
pembicaraan kawanku dibisiki oleh Bekti. Dia bertanya kepada kawanku “Siapakah
namaku?”. Lalu aku sapa dia dengan ramah.
Aku masuk ke ruangan, Bekti asik
bermain dengan pulpen dan kertas. Dia memberikanku beberapa kertas dan tulisan
sederhana . Aku kaget sekaligus kagum kalau Bekti bisa menulis dengan baik. Setahuku
Bekti adalah Kawan Tuna Grahita dan dia tidak pernah bersekolah secara formal.
Kegiatan sehari-hari adalah meminta-minta.
Dia fasih menuliskan nama
panjangnya dan mencoba menulis nama panjangku. Bahkan dia bisa menulis beberapa
kata dalam bahasa Inggris.
Kadang aku berpikir betapa
hidupnya tidak adil. Dipandang dari aspek ekonomi jelas Bekti tidak mendapat
akses pekerjaan yang layak serta kehidupan yang baik. Ditengah himpitan masalah
itu harus mengurusi dua anaknya yang bernama Lovi Fitriyani (3 tahun) dan Dwi
Nur Rahmawati (9 bulan). Masih banyak masalah-masalah yang menurut pandangan
kita terdapat dalam kehidupan Bekti. Namun ditengah keterbatasannya dia
menunjukkan bahwa dia mampu berjuang untuk hidupnya.
Di akhir perbincangan dia meminta
aku untuk bermain di rumahnya. Secara fasih Bekti menuliskan alamatnya kepadaku
dalam secarik kertas hijau.
Mas, aku mewek :'(
ReplyDeletePeluk cium untuk Tri Subekti ya,
kapan-kapan ajak aku ketemu dia yaa :)