Saturday, 1 September 2012

Namanya Tri Subekti



Hari pertama setelah pulang dari Jakarta, semua terlihat sama kecuali jalan-jalan yang mulai lengang. Antara Jalan Kaliurang dan Jalan Taman Siswa ku melaju pelan menyeduh rindu akan kotaku. Panas terik matahari dan kemarau yang dibawanya. Debu-debu berserakan di udara bersama kepulan asap-asap kendaraan. Semua beraduk satu.

Aku melaju ke Kantor PKBI Taman Siswa siang ini gara-gara kawanku meminta bantuanku untuk mencarikan buku-buku tentang gender. Sebelum aku mampir ke perpustakaan yang terletak di sebelah barat-belakang, aku mampi ke Youth Center. Suasana agak lengang, namun sempat terkaget karena ada Bekti disana.

Baru pertama kali aku melihat dia main-main di PKBI. Biasanya aku melihat dia bermain-main di area nol kilometer. Dia menyadari keberadaanku namun lirik-lirik saja tak berbincang. Mungkin dia lupa padaku tanyaku dalam hati.

Selesainya aku mencari buku di Perpustakaan PKBI aku berbicara dengan kawanku di depan Youth Center PKBI. Ditengah pembicaraan kawanku dibisiki oleh Bekti. Dia bertanya kepada kawanku “Siapakah namaku?”. Lalu aku sapa dia dengan ramah.

Aku masuk ke ruangan, Bekti asik bermain dengan pulpen dan kertas. Dia memberikanku beberapa kertas dan tulisan sederhana . Aku kaget sekaligus kagum kalau Bekti bisa menulis dengan baik. Setahuku Bekti adalah Kawan Tuna Grahita dan dia tidak pernah bersekolah secara formal. Kegiatan sehari-hari adalah meminta-minta.

Dia fasih menuliskan nama panjangnya dan mencoba menulis nama panjangku. Bahkan dia bisa menulis beberapa kata dalam bahasa Inggris. 

Kadang aku berpikir betapa hidupnya tidak adil. Dipandang dari aspek ekonomi jelas Bekti tidak mendapat akses pekerjaan yang layak serta kehidupan yang baik. Ditengah himpitan masalah itu harus mengurusi dua anaknya yang bernama Lovi Fitriyani (3 tahun) dan Dwi Nur Rahmawati (9 bulan). Masih banyak masalah-masalah yang menurut pandangan kita terdapat dalam kehidupan Bekti. Namun ditengah keterbatasannya dia menunjukkan bahwa dia mampu berjuang untuk hidupnya.

Di akhir perbincangan dia meminta aku untuk bermain di rumahnya. Secara fasih Bekti menuliskan alamatnya kepadaku dalam secarik kertas hijau.  

1 comment:

  1. Mas, aku mewek :'(
    Peluk cium untuk Tri Subekti ya,
    kapan-kapan ajak aku ketemu dia yaa :)

    ReplyDelete