Saturday, 27 October 2012

Teroris dan Korupsi di Meja Burjo


Tadi sore aku keluar ke warung dekat rumah karena tidak ada makanan tersisa, terpaksa aku harus keluar untuk mencari makanan. Sempat bingung mau makan malam apa, tetapi karena aku cukup lelah maka aku pergi ke warung dekat rumah di sebelah selatan pertigaan Jalan Kenanga.

Aku masuk ke warung kecil ala jawa barat yang dikenal dnegan sebutan burjo. Sudah ada beberapa orang yang makan disana sambil melihat televisi. Penjaga burjo yang akrab disebut aak’ keluar dari kamar belakang. Ia bertubuh gempal dengan kaos polo warna coklat.

“Mau makan apa om?’’ Tanyanya santai.
“Hmm…nasi telur aja mas.” Aku sempat kebingungan mencari menu yang ditempel ditembok.
“Mau minum apa?”
“Jerus panas aja deh ak!” Pintaku.

Aku menyeret kursi dari bawah meja yang menghadap ke televisi. Kebetulan tayangan yang dilihat waktu itu adalah berita nasional. Belum sempat aku fokus dengan berita yang ditayangkan, aak burjo sudah mengeluarkan minuman dan makanan yang aku pesan.

Aku segera menyantap makanan yang terhidang karena terburu lapar. Aku sesekali menengok ke layar televisi, berharap kalau-kalau ada berita bagus yang muncul. Namun sayangnya yang berita yang muncul cukup klise, penangkapan teroris di Solo yang menjadi perhatian bagi warga sekitar.

Bagiku hal itu tidak begitu menarik tetapi Bapak-bapak yang tua disebelahku berceletuk membuatku tertarik.

“Mending dadi koruptor karo teroris.” Katanya.
“Lha ngopo pak?” Tanya Aak Burjo.
“Yo nek koruptor kan ra bakal dicekel, nek teroris ditangkap karo polisi.”
“Ngopo ra dadi maling wae, kan podo ra kecekel.”
“Yo nek bejo, nek ora lak yo ditangkap kuwi.”
“Iyo yo pak, enak dadi koruptor wae”.

Aku hanya bisa tertawa dalam hati, betapa jenaka kejadian itu. Siapa yang tidak tahu dengan korupsi dan koruptor di Indonesia. Segala kisahnya cukup dikenal hingga untuk bapak tua yang terlihat dari kelas akar rumput. Dia bahkan tahu bahwa koruptor di Indonesia mendapat perlakuan yang menguntungkan baginya.

Sayangnya suara-suara akar rumput ini tak sampai kelangit istana sana. Bagi akar rumput cukuplah mainan elitis sebagai tema perbincangan di sela makan malam saja. 

No comments:

Post a Comment