Monday, 26 February 2018

Travelling Danau Toba: Menuju Samosir


Air berombak, menari-nari bersama sepoi angin. Tak lelah menyisir permukaan danau. Dingin terhembus, di tengah matahari yang tertutup awan sejak pagi tadi. Aku berdiri di Pelabuhan Tigaraja. Samar-samar terlihat pulau di seberang sana. Tertutup kabut tipis malu-malu. Samosir! Dengan logat khas Batak seorang awak kapal menawariku untuk segera naik ke kapalnya. Katanya, tak perlu lama-lama, langsung berangkat. Aku tak lantas terbujuk rayunya. Aku tetap berdiri, memaku di atas dermaga. Melihat sebuah pulau legendaris, hasil ledakan maha dasyat dari letusan gunung yang menyisakan tak lebih dari seperempat pupulasi manusia di bumi saat itu.

Aku berdiri di atas Pelabuhan Tiga Raja, hanya lima menit dari penginapan Melissa Palace. Setiap hari ratusan orang menyeberang ke Pulau Samosir. Sebagian besar adalah penduduk Pulau Samosir yang bekerja dan hidup di sana. Hanya ada beberapa turis yang berangkat satu kapal bersama kami. Kita tidak perlu dikerjar waktu untuk menyeberang ke Pulau Samosir. Setiap satu jam sekali ada kapal yang menyeberang, mulai dari pukul 7 pagi hingga 5 sore. Dari pelabuhan Tiga Raja kita bisa memilih 2 destinasi utama untuk berlabuh, Tuk tuk dan Tomok. Aku memilih Tuk tuk sebagai basis kami untuk menjelajah Pulau Samosir. Dari Pelabuhan Tiga raja menuju Tuk tuk dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk menyeberang. 

Di atas kapal seorang awak menanyakan di hotel mana aku akan menginap. Awalnya aku curiga kenapa dia menanyakan hotelku. Lalu aku jawab kalau aku akan tinggal di Homestay Romlan. Tanpa bertanya lagi dia pergi begitu menarik biaya menyeberang sebesar Rp 15 ribu per orang. Ketika Pulau Samosir terlihat di depan mata, aku turun menemui awak kapal. Aku bertanya-tanya kenapa aku tak pernah melihat tempat seperti pelabuhan bagi kapal untuk bersandar. Dia terbahak, geli mendengar pertanyaanku. Dengan logatnya yang lantang dia mengatakan kalau kami akan turun di Homestay Romlan. Setiap turis akan diantar ke hotel masing-masing karena setiap hotel yang ada di pinggir danau memiliki tempat untuk bersandar. Suatu hal di luar dugaanku. Padahal jauh-jauh hari ketika aku memesan homestay, aku telah bertanya apakah mereka bisa menyediakan pick up transport dari pelabuhan. Pantas mereka tidak pernah menjawab pertanyaanku satu itu.

Ada banyak sekali hotel di Tuk tuk karena daerah ini adalah daerah wisata utama di Pulau Samosir. Beragam harga dan fasilitas bisa dipilih. Menurutku akan lebih bagus jika kamu memesan hotel terlebih dahulu sebelum sampai di sana. Alasan pertama supaya kamu bisa dengan jelas di antar langsung ke hotelmu. Ada dua rekomendasi hotel yang bisa saya sarankan, Pertama Homestay Romlan. Kedua, Hotel Bagus. 

Homestay Romlan memiliki review yang bagus di beberapa website travelling. Review tersebut menurutku sesuai dengan fasilitas dan terutama pelayanan yang diberikan. Pekerja di Homestay Romlan sangat ramah. Bertanyalah kepada mereka tentang hal-hal seputar travelling. Mereka akan memberikan informasi yang cukup menarik.

Tuk tuk
Jalanan begitu lengang, tak banyak lalu lalang kendaraan. Orang-orang berkumpul di depan rumah, menyapa kami dengan hangat. Tak lama kami berjalan, deretan cafe bergaya western terlihat begitu kontras dengan rumah-rumah penduduk lokal. Mereka tidak hanya berbicara bahasa Inggris, di antara mereka berbicara Bahasa Belanda dan Jerman walau sebatas percakapan sederhana saja. Dari mana mereka belajar bahasa-bahasa itu? Mungkinkah dari pemilik cafe-cafe tersebut. Aku menahan diri untuk tidak membayangkan Bali.
Tanpa pergi kemana pun dan hanya duduk di tepi pinggir danau adalah sebuah kelegaan dari indahnya alam Danau Toba. Aku bisa menghabiskan beberapa gelas bir dan diam tanpa berucap apapun. Jangan terburu-buru untuk meninggalkan Pulau Samosir. Tinggalah sekitar 2-3 hari supaya benar-benar merasakan atmosfer Pulau Samosir dan Danau Toba. 

Pilihan alat transportasi untuk berkeliling di Pulau Samosir cukup terbatas. Kita bisa menyewa sepeda, motor, atau mobil. Pada awalnya aku berniat untuk menyewa sepeda, harga sewa Rp 40 ribu bisa ditawar jika kita menyewa lebih dari satu. Namun setelah melihat topografi Pulau Samosir yang berbukit dan berkelok-kelok, akhirnya aku memutuskan untuk menyewa sepeda motor. Harga sewa motor yang aku peroleh Rp 90 ribu termasuk bensin. Jika kamu menyewa di Homestay Bagus, mereka menawarkan harga Rp 70 ribu tanpa bensin. Tidak susah untuk mencari tempat persewaan motor. Toko, cafe dan Hotel sepanjang jalan utama Tuk-tuk menawarkan jasa rental motor.

Kuliner Pulau Samosir
Ada banyak sekali warung, cafe dan restoran yang berjejal di jalanan Tuk tuk. Jangan kaget melihat harga yang tertera di buku menu. Orang Jogja sepertiku harus pandai-pandai memilih makanan supaya bugdet travelling tetap terkendali. Padahal memilih bukan perkara mudah. Menu makanan khas Pulau Samosir, ikan mujair dan Babi Panggang susah sekali tidak tercatat di nota order. 

Setelah berkeliling ke Warung Islam (yang juga menjual bir), Cafe western, Restoran Batak, hingga Restoran Cina di sepanjang Tuk-tuk. Masakan yang paling enak dan genuine menurutku adalah Warung Rohana. Setelah membaca berbagai review di internet dan menyelami lautan kuliner Pulau Samosir. Ternyata pilihan terbaik justru berasal dari tempat yang tak terduga. Mutiara Danau Toba adalah kiasan yang tepat. 

Rohana adalah nama sekaligus pemilik warung sederhana tersebut. Ia menyewa sebuah tempat sederhana di pinggir jalan utama timur Tuk tuk. Di tempat itu kamu harus bersabar menunggu masakan dimasak karena ia hanyalah satu-satunya pekerja di warung. Namun penantianmu akan berbuah manis. Mintalah lidahmu berkata jujur ketika mencicipi Mujair yang dihidangkan dengan kuah santan asam. Dagingnya sangat lembut, bumbu-bumbu merasuk ke dalam setiap potong dagingnya. Tak lupa pesanlah menu sederhana salad buah. Pilihan buah yang dipotong-potong, ditaburi buah markisa dan parutan kelapa muda. Aku belum pernah mencoba salad buah semacam ini.

No comments:

Post a Comment