Kalau tidak makan, kita mati! Terdengar sederhana dan logis, tetapi
dalam suatu perjalanan, makan adalah ekplorasi rasa. Aku selalu
menyempatkan mencari warung lokal (tidak harus terkenal, karena yang
terkenal kadang tidak otentik lagi), tempat yang biasa dikunjungi
orang setempat. Sebuah petualangan yang selalu mengejutkan dan selalu
menciptakan rasa keingintahuan. Kok rasanya begini? Bumbu yang
dipakai apa ya?
Aku
tiba di bungalow at paddy view sekitar jam 4 sore. Seharusnya tiba
jam 2. Terlambat karena supir travel kebingungan membaca google map
dan ternyata tidak ada transportasi apapun selain angkot.Sambutan
hangat Pak Von sungguh meredakan lelah. Kebun yang Maha Besar dan
Indah bagaikan oase dari perjalanan panjang penuh kebut-kebutan bus
travel dan keterkejutan kami tentang situasi Pangandaran yang cukup
sepi, minim transportasi. Aku sangat bisa untuk relax, menikmati teh
di bungalow melihat tanaman warna-warni di kebun atau mendinginkan
kepala di kolam renang. Tetapi perutku mengatakan bahwa jam makan
telah tiba! Oh tidak, hari pertama di tempat yang terlihat serba jauh
dari mana pun, lapar, lelah. Petualangan memang tidak bisa ditunda.
Mengandalkan google map, aku berjalan menuju jalan besar. Aku
beruntung karena tidak jauh dari jalan utama ada sebuah warung yang
buka (Thanks! Ngga perlu jalan lebih jauh lagi). Membaca nama warung
itu membuat lidahku keseleo, coba bagaimana kalian menyebutkan “RM
NU IEU”! Sore itu warung terlihat sepi, hanya aku yang memesan
makanan. Walau sederhana, warung itu memiliki beberapa menu. Aku
terkejut karena ada menu Soto Betawi di daftar menu mereka, pemilik
warung pun bilang Soto Betawi adalah menu andalan mereka. Tunggu,
Soto Betawi di Pangandaran? Aku tertarik betapa spesial Soto Betawi
dan tempe mendoan yang mereka buat. Soto Betawi yang mereka buat
memang mirip dengan rasa Soto Betawi yang aku beli di Jakarta
(Spesialnya mana?). Tempe mendoannya seperti tempe mendoan banyumasan
yang enak! Malamku terselamatkan.
Makan-makan
berikutnya aku pergi ke sebuah warung dan kolam perikanan tak jauh
dari pantai. Warung itu bernama Warung Seafood Sari Asih, warung
yang hanya bisa dijejahi menggunakan motor (harus ekstra hati-hati)
atau berjalan kaki saja. Jangan malu untuk bertanya di mana warung
ini dan jangan sungkan untuk masuk melalui pekarangan warga karena
itulah satu-satunya jalan untuk pergi ke warung ini. Aku heran
bagaimana ada sebuah warung di tengah sawah dan kolam dan tambak
udang ini.
![]() |
Kolam di Warung Sari Asih, Pangandaran |
Warung
ini menjual aneka macam seafood. Sebagian besar sea food
dibudidayakan oleh mereka sendiri seperti udang dan ikan bandeng
(Bahkan kalian akan melihat mereka menangkap ikan di kolam). Sekilas
tidak ada yang berbeda dengan masakan sea food yang ada di Jogja.
Kelebihan warung ini ikannya segar dan sayuran pelengkapnya memiliki
cita rasa yang berbeda. Btw aku sempat ngobrol tentang tsunami yang
sempat melanda Pangandaran. Aku terkejut karena karena menurut mereka
tidak seseram seperti di berita. Di sisi lain Tsunami memberi dampak
positif karena Pangandaran jadi lebih diperhatikan oleh pemerintah.
Pembangunan mulai didongkrak, fasilitas publik dibangun bertahap.
Bahkan warung itu didirikan setelah ada Tsunami.
![]() |
Warung Comeng |
Jika
kalian memiliki rencana pergi ke Batu Karas ada satu warung yang
harus menjadi tempat makan kalian, namanya Warung Comeng. Pak Von
memberikan rekomendasi tempat ini sebelum kami pergi ke Batu Karas.
Setelah kami singgah ke tempat ini, ternyata ada beberapa hal yang
berbeda dari warung lain di Batu Karas. Pertama, Beer! Yes, I need
beer and it is difficult to find around. Kedua, duduk di warung ini
seolah memiliki pantai private (berbeda dengan pantai utama yang
disesaki orang berenang dan berselancar). Ketiga, ikan bakarnya
juwarak!
Mengandalkan
google map untuk pergi ke tempat ini cukup membingungkan. Kamu harus
yakin bahwa google menunjukkan tempat yang benar. Warung Comeng
berada di parkiran bus, dipojokan dan hampir sembunyi di antara
keramaian.
Hmm..
mana masakan lokalya? Baiklah, mari kita pergi ke tempat membeli
Tiket Bus Travel Pangandaran Jogja. Namanya? Aku lupa, serius!
Mungkin lebih dikenal sebagai tempat beli tiket. Warung itu dikelola
oleh istri salah satu Supir Bus Travel. Teteh (panggilanku kepada
pemilik warung), terlihat seperti ibu-ibu pada umumnya, termasuk
makanan yang dimasaknya. Masak di warung kecil ini memang seperti
makan di rumah Orang Sunda. Ada beberapa pepes ikan dan pepes tahu.
Sayurnya adalah sayur yang bisa kita temui di Jogja, kecuali campuran
Bunga Kecombrang, tetapi dimasak dengan rasa lokal mereka. Aku tidak
bisa menjelaskan nama masakannya satu-satu. Aku tidak sempat
memikirkan untuk bertanya nama masakannya yang tiap hari berganti.
Cukup tahu saja, sejak aku datang ke Pangandaran, hampir tiap hari
aku makan di warung ini sehari sekali.
![]() |
Warung Bus Travel Estu |
Terakhir,
kedai Legit Haji Maya. Kedai ini bukan tipikal warung atau restoran
(Mungkin lebih terlihat seperti cafe). Aku menuliskan kedai ini dalam
tulisan ini karena mereka memiliki menu spesial (menurutku), yaitu
Nasi Goreng Kecombrang. Seumur-umur aku cuma makan kecombrang di
dalam Pecel, itu pun sebuah pilihan.
Kecombrang
atau Honje adalah salah satu komoditas khas Pangandaran. Kita bisa
menemukan Jus Honje, Sambal Kecombrang, atau sayuran yang dicampur
dengan Daun Kecombrang. Nasi Goreng Kecombrang is other taste! Aku
tidak menyangka nasi goreng bisa sangat spesial dengan bumbu
kecombrang.