Tuesday, 30 October 2012

Mbah Nawi: Cerita Pemberontak

Bibit pemberontakan sudah tertanam lama di dalam nadirku, aku baru tahu setelah pamanku berbicara mengenai kakek buyutku yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Siang itu setelah memetik jagung di sawah, aku berdiskusi santai dengan pamanku. Ketika berbicara mengenai kondisi sawah beliau menceritakan kisah mengenai kakak buyutku yang bernama Mbah Nawi.

Jika Kakekku lahir pada tahun 1930an, dan kakekku adalah anak terakhir dari istri kedua Mbah Nawi. Aku bisa memperkirakan bahwa Mbak Nawi lahir pada tahun 1860an. Zaman ketika VOC masih bercokol kuat di Yogykarta.

Berdasarkan penuturan pamanku, Mbah Nahwi tidak berasal dari Dusun Jetis, Mororejo, rumah kakekku berada saat ini. Beliau berasal dari Dusun Glagahombo. Dusun yang terletak sekitar tiga kilometer ke arah barat.

Perpindahan Mbah Nawi ke Dusun Jetis memiliki sebab unik karena berupa pengusiran pemerintah kelurahan kepadanya. Pengusiran itu disebabkan karena Mbah Nawi menolak memberikan upeti, hasil panen, kepada pemerintah setempat. Kalau Mbah Nawi memberikan upeti, beliau memberikan jumlah yang sangat sedikit.

Pemerintah kelurahan marah besar dan akhirnya mengusir beliau dari Dusun Glagahombo. Pengusiran itu ditandai dengan batang bambu yang diletakkan di depan rumahnya. Batang bambu itu adalah simbol pengusiran kelurahan bagi warganya yang tidak taat.

Pamanku berkata Mbah Nawi sangat aktif di dalam lingkungan sosialnya. Beliau cukup kritis dengan konstelasi masyarakatnya. Tidak heran jika beliau berani memberontak kepada pemerintah kelurahan yang besikap tidak adil kepada warganya dan waktu itu merupakan perpanjangan kolonialisme VOC.

Walau Mbah Nawi tidak disukai oleh pemerintah kelurahan namun beliau memiliki banyak relasi dan teman di lingkungan masyarakatnya. Aku bisa membayangkan bagaimana ia sangat dekat dengan lingkungannya.
Satu hal yang membuatku sangat kagum adalah etos belajar beliau yang sangat tinggi. Hingga di penghujung usia beliau masih suka mengaji (belajar). Beliau rela bepergian jauh untuk belajar. Bahkan beliau menutup usianya ketika beliau dalam perjalanan mengaji.

No comments:

Post a Comment