Monday, 9 September 2024

Kenapa mendengarkan orang lain lebih mudah daripada mendengarkan diri sendiri?

Seperti orang tersesat, dia terdorong untuk bertanya ke mana jalan yang benar. Namun dia tidak pernah puas dan terus bertanya. Kemudian orang-orang memberinya jalan kebenaran dari versi mereka masing-masing. Dia terlalu menyerap banyak hal sehingga membuatnya menimbang-nimbang, terombang ambing. Sedikit demi sedikit, pertimbangan itu meracaunya. Lalu, kebenaran demi kebenaran menjadi relatif dan seolah tidak ada lagi kebenaran.

Emosinya mulai bergejolak, meluap-luap dan hampir meledak. Tak tahu lagi mana yang benar. Lalu dia memilih sesuatu yang menurutnya benar. Dia melihat segala sesuatu dalam kacamata dirinya dan kacamata itu berbentuk egosentris. Dirinyalah yang paling benar. Namun sebenarnya hatinya hampa. Walau dia telah memiliki jalan kebenarannya, ada keraguan dalam hati. Dan pelan-pelan dia tersadar, dia terlalu banyak mendengarkan orang dan lupa mendengar dirinya sendiri.

Dirinya hilang dalam kehidupan yang berjalan terlalu cepat. Membuatnya menjadi seorang ahistoris. Kepentingan adalah persoalan hari ini dan besok. Kebenaran adalah wujud dari kepentingan-kepentingan.

Aku berkata kepadanya, ada sesuatu yang tidak bisa didengar dengan telinga. Karena telinga hanya mendengar ucap, bukan getaran hati.

No comments:

Post a Comment