Mungkin tulisan ini perlu diawali dengan pernyataan bahwa ini bukan surat perpisahan, bukan ajakan, atau bukan penilaian. Tulisan ini adalah ungkapan pertemuanku dengan kasus bunuh diri. Tulisan ini juga sebatas kegelisahan ideologis yang berkecamuk. Seorang psikolog akan mengatakan seseorang tidak boleh melakukan bunuh diri. Baginya seseorang yang ingin bunuh diri sedang mengalami gangguan jiwa yang perlu ditolong. Sebaliknya, seorang nihilis mungkin menganggap bunuh diri adalah pilihan hidup. Toh buat apa juga hidup jika semuanya tidak berarti.
Pertemuan pertamaku dengan bunuh diri terjadi waktu di awal
usia 20an tahun. Dia adalah konselorku, seorang yang penuh riang dan tawa. Dia
menikah dan meninggalkan pekerjaannya sebagai konselor di sebuah lsm, pekerjaan
yang dicintainya dengan sungguh-sungguh. Aku dengar dia memiliki kehidupan yang
Bahagia. Namun tiba-tiba suatu hari dia datang ke kantor lsm dengan koper
besar. Dia membuat bercerita bahwa dunia telah gawat dan mereka harus melakukan
sesuatu. Dia juga berbagi tentang impiannya mendirikan sekolah alternatif. Tak
seorang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hingga sore menjelang malam, dia
ditemukan menggantung di rumahnya. Semua orang tertusuk dan terluka, siapa yang
menyangka. Siapa yang menyangka, orang yang dikenal penuh tawa ternyata ingin
mengakhiri hidupnya.
Ada beberapa kasus bunuh diri yang terjadi. Namun aku ingin memilih
beberapa kasus saja yang membuatku merasa resah.
Seorang teman lama yang kukenal cukup pintar dan mapan. Dia
seharusnya tidak perlu bekerja karena orang tuanya berlimpah harta. Aku memang
mendengar keluarganya berantakan dan dia harus tinggal dengan ayahnya. Dia sempat
berpacaran dengan dua orang sahabatku, semuanya berkahir tragis. Namun karena
hal itu aku menjadi dekat dengan dia karena aku seperti sebagai jembatan antara
dia dengan sahabat-sahabatku. Namun dia kemudian pergi dari Jogja dan suatu
hari aku mendengar dia telah mengakhiri hidupnya. Aku mencoba menelisik apa
yang terjadi dengan dirinya. Dia adalah seorang yang tidak meyakini Tuhan. Lalu
dia sendiri tertarik untuk mempelajari apa yang akan terjadi setelah seorang
meninggal dunia. Aku merasa dia sangat serius dengan penelitiannya. Terakhir
aku membaca beberapa tulisannya tentang cara mengakhiri hidup dengan hal yang
tidak menyakitkan. Dia pun mengakhiri hidupnya dengan cara itu. Aku tak
merasakan dirinya sedih. Aku sangat merasa aneh, aku pun ternyata juga bersikap
biasa saja dengan kematiannya.
Belum lama ini aku kehilangan seseorang yang aku cintai. Dia
mengakhiri hidupnya secara tragis. Dia mencoba mencari pertolongan tetapi
masalahnya memang sangat rumit. Dia dijebak dalam suatu masalah yang rumit dan penjahat
itu mengeksploitasi finansialnya. Bagiku ini bukan bunuh diri melainkan
pembunuhan. Namun hukum di Indonesia tak melihat perkara ini secara mendalam. Ini
bunuh diri tetapi juga pembunuhan.
Mungkin aku tidak memiliki pendapat yang tegas mengenai bunuh
diri. Mungkin aku memiliki kecenderungan berpihak pada nihilis. Bagiku hidup
atau mati adalah pilihan. Kita semua telah hidup dan merasakan bagaimana hidup.
Senang, sedih, kecewa, marah dan sebagainya. Kadang aku berpikir, jika kita terus
hidup, apa yang akan kita peroleh lagi? Apakah ada hal baru yang tidak kita
rasakan sebelumnya? Jika memilih mati, kenapa itu menjadi hal buruk? Apalagi
jika kita telah merasa cukup dengan hidup.
Aku ingin menutup tulisan ini dengan ingatanku tentang
sebuah pertemuan dengan seorang beberapa tahun yang lalu. Dia adalah seniman
teater muda yang berbakat, bahkan jenius! Kasusnya sangat popular karena berbagai
tuduhan seperti mengikuti gereja setan, dsb. Mungkin pilihan bunuh diri adalah
caranya keluar dari berbagai persoalan hidup yang rumit dan seolah tak bisa
diselesaikan. Namun bunuh dirina bagiku adalah pertunjukan seni. Dia
melakukannya dengan penuh keindahan, dia menuliskan sebuah script pertunjukkan
untuk mengatakan cukup pada kehidupan. Apa yang salah dari bunuh diri? Mungikinkan
yang salah sebenarnya adalah kehidupan? Maka jangan salah untuk menyalahkan?
No comments:
Post a Comment