Pagi hari tadi aku pergi ke Polda
DIY, disana kawan-kawan sudah berkumpul dengan baju serba hitam. Aku melihat
beberapa polisi dengan seragam beda-beda melirik tanya, satu orang polisi
menghampiri kami dan bertanya kenapa kami berkumpul di Polda DIY.
Kami berkumpul disana pagi ini
untuk mendukung kepolisian mengusut kekerasan yang terjadi di Lkis waktu
diskusi Irsyad Manji. Dibalik isu kontroversial yang ada, aku menyayangkan
terjadinya tindak kekerasan, apalagi beberapa korban adalah perempuan. MMI selaku
pihak yang melakukan penyerangan mengaku tidak menyakiti perempuan yang hadir
disana tetapi ternyata hal itu tidar benar. Aku mencium bau-bau politik tahi
anjing dari pernyataan tersebut.
Agenda yang diusung kawan-kawan
pagi itu adalah mengadakan orasi di depan Polda DIY dan mengusulkan penambahan
saksi 3 orang. Langkah konkret yang dilakukan menanggapi respon Polda yang
cukup lambat dalam menyelesaikan kasus, sudah menunggu 50 hari sejak kasus
kekerasan tersebut terjadi.
Tetapi aku cukup pesimis dengan
agenda yang kawan-kawan lakukan. Dari aksi kekerasan yang melibatkan MMI atau
FPI, polisi sama sekali tidak bisa menindak secara tegas. Entah apakah ada
konspirasi besar dibelakangnya.
Jika kita berpikir lebih kritis,
FPI dan MMI mencoba mengusung syariah kedalam ranah Indonesia. Mereka secara
tegas dan keras melawan nilai-nilai yang bertentangan dengan Syariah. Tetapi
apakah mereka pernah bertindak keras masalah terbesar di Indonesia, yaitu
korupsi? Saya kira usaha mereka dalam memerangi korupsi di negeri ini nol
besar.
Itu belum lagi jika kita
mengaitkan masalah lain seperti kemiskinan. Kedua masalah diatas adalah masalah
besar yang menyangkut moral dan harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum
mereka berkoar-koar mengenai syariah. Bagaimana kami atau rakyat Indonesia bisa
percaya dengan mereka (yang akan menerapkan syariah) jika yang kami tahu mereka
adalah sosok preman bersorban.
Konflik yang melibatkan FPI dan
MMI juga selalu konflik horizontal, tak pernah secara nyata menantang
pemerintah (konflik vertikal). Dan kadang kemunculan mereka berada di saat
pemerintah status quo sedang bermasalah dan media-media yang fokus dalam
memberitakan masalah pemerintah tiba-tiba beralih ke masalah kelompok garis
keras tersebut.
Jadi aku sedikit pesimis dengan agenda
kawan-kawan melalui birokrasi hari ini. Aku sedikit sepakat dengan cara-cara
HTI yang berjuang diluar sistem (anarchy). Memang kita berada di Negara hukum
dengan sebuah sistem yang berjalan dan harus ditaati. Tetapi jika sistem itu
hanyalah kamuflase pelanggengan kekuasaan pemerintah tanpa pedulu rakyat. Sudah
saatnya kita berjuang melalui jalan lain.
Dan pertanyaan itulah yang harus
kita jawab dan kerjakan bersama-sama. Agenda kemerdekaan 1945 dan Reformasi
1998 belumlah usai.
No comments:
Post a Comment