Dalam gelap gulita kurasakan
dirimu merangkak menuju ranjangku. Aku terlalu malas untuk membuka mata, tetapi
kurasakan dirimu bersanding di belakang punggungku. Ku berbalik ke arahmu dan
mengalungkan tanganku ke padamu. Kurasakan gundah dari desahanmu. Ada apa
denganmu akhir-akhir ini?
Kubaca matamu akhir-akhir ini
yang setengahnya suram, sisanya tanda tanya. Jika saja aku mampu memahami
bahasamu sehingga tak perlu menerka isi pikiramu, aku akan bersedia menyelam ke
dalam semua anganmu. Tetapi inilah kita yang hidup di satu bumi, beda dunia.
Masih kuingat ketika kita
berjalan di taman anggrek, salah satu tempat yang membuatku ingat akan
keindahan dan ketenangan. Tetapi kurasakan kau tidak merasa serupa denganku.
Kegelisahan mendalam, itukah sepi yang kau rasakan?
Warna-warni bunga dan suara alam
kau palingkan dan kau lebih menikmati kegundahanmu. Dan waktu itu kita segera
pergi dari tempat itu saat matahari tenggelam di langit sore yang kelam.
Suara malam hening mengisi
ruang-ruang rumah kita. Kini hanya kita berdua di makar. Aku memelukmu lebih
erat, sejenak kau menikmatinya tapi dirimu segera meronta dan memberontak.
Aku memang bukan dia yang dulu
pernah bersamamu. Jika kau tahu aku pun merindunya. Tidakkah kau bisa menikmati
malam ini berdua saja. Tanpa dia yang selalu di angan kita. 14 September kita
akan mengenang semua memori dan membakarnya satu-satu. Dan semoga yang tersisa
hanya abu dan kita berdua saja.
No comments:
Post a Comment