Kamis, 12 Desember 2013
Sebenarnya kemarin sore saya
janjian akan pergi ke Kapolsek Tegalrejo dengan Mas Ikhwan, salah satu pegiat
di LBH Yogyakarta. Namun karena hujan lebat disertai angin yang turun kami membatalkan
rencana kami. Baru siang tadi akhirnya kami bisa pergi ke Kapolsek sekitar jam
11 siang.
Tujuan kedatangan LBH Yogyakarta
ke Kapolsek Tegalrejo adalah untuk menelaah sejauh apakah kasus Riki-Pletho
ini. Mungkin mereka cukup bingung dengan penjelasan saya yang ngalor-ngidul dan awam soal hukum yang
normatif. Bereda dengan kedatangan pertama saya ke Kapolsek Tegalrjo yang
disambut dengan kecurigaan, kedatangan LBH Yogyakarta disambut dengan cukup
terbuka dan ramah. Identitas lembaga memang snagat ampuh untuk urusan birokrasi
semacam ini. Fak!
Di dalam ruangan reserse kami
disambut oleh tiga orang anggota reserse, saya tidak tahu nama mereka karena
salam perkenalan kami tidak disambut dengan perkenalan nama-nama mereka. Sekali
lagi meeka menjelaskan mengenai kronologi kasus dsb. Hal yang sudah sangat
klise bagi saya. Tetapi ada satu hal baru yang saya ketahui bahwa ternyata Riki
pernah melakukan aksi serupa sebelumnya walau kasusnya tidak diproses secara
hukum. Hal yang membuat saya cukup kaget karena sebelumnya Riki pernah berkata
kasus seperti ini baru dia lakukan pertama kali.
Dari anggota reserse kami juga
mengetahui bahwa berkas kasus Riki-Pletho sudah masuk tanggal 9 Desember dengan
sangkaan pasal 363. Jaksa yang akan hadir dalam persidangan Riki bernama
Bambang Supriyanto. Dengan demikian usaha kami untuk mengupayakan restoratif justice (semoga penulisannya
benar) sudah tertutup. Walau kata kawan-kawan dari LBH kami bisa menemui Pak
Bambang untuk mengurus kasus ini secara bersama-sama.
Selesai berbicara dengan anggota
reserse, di depan sudah menunggu Arga dan Reza. Kami segera menemui Riki yang
sudah dipindahkan dari Kapolresta Ngupasan ke Penjara Polsek Tegalrejo. Ketika
kami menemui Riki, kondisinya cukup baik. Walau mukanya tertunduk ketika berbicara
dengan kami. Raut pucatnya sudah hilang bahkan dia sempat tertawa. Riki yang
malu-malu sepertinya kembali pelan-pelan.
Kali ini kami menanyakan
kesediannya didampingi oleh pengacar dari pihak kami. Awalnya dia ragu-ragu,
namun setelah kami mengatakan tidak akan dipungut biaya sepeser pun maka dia
segera mengangguk. Dengan demikian berarti langkah selanjutnya yang akan kami
lakukan adalah mencari pendamping hukum untuk Riki.
Ada kemungkinan LBH Yogyakarta
akan melimpahkan kasus ini ke rekanan mereka mengingat banyaknya kasus yang
dihadapi oleh LBH Yogyakarta saat ini. Hari Senin kami akan bertemu dengan LBH
kembali untuk membahas mengeai strategi yang akan kami lakukan.