Saturday, 14 December 2013

Untuk Rikinaldo #7 LBH ke Kapolsek Tegalrejo



Kamis, 12 Desember 2013

Sebenarnya kemarin sore saya janjian akan pergi ke Kapolsek Tegalrejo dengan Mas Ikhwan, salah satu pegiat di LBH Yogyakarta. Namun karena hujan lebat disertai angin yang turun kami membatalkan rencana kami. Baru siang tadi akhirnya kami bisa pergi ke Kapolsek sekitar jam 11 siang.

Tujuan kedatangan LBH Yogyakarta ke Kapolsek Tegalrejo adalah untuk menelaah sejauh apakah kasus Riki-Pletho ini. Mungkin mereka cukup bingung dengan penjelasan saya yang ngalor-ngidul dan awam soal hukum yang normatif. Bereda dengan kedatangan pertama saya ke Kapolsek Tegalrjo yang disambut dengan kecurigaan, kedatangan LBH Yogyakarta disambut dengan cukup terbuka dan ramah. Identitas lembaga memang snagat ampuh untuk urusan birokrasi semacam ini. Fak!

Di dalam ruangan reserse kami disambut oleh tiga orang anggota reserse, saya tidak tahu nama mereka karena salam perkenalan kami tidak disambut dengan perkenalan nama-nama mereka. Sekali lagi meeka menjelaskan mengenai kronologi kasus dsb. Hal yang sudah sangat klise bagi saya. Tetapi ada satu hal baru yang saya ketahui bahwa ternyata Riki pernah melakukan aksi serupa sebelumnya walau kasusnya tidak diproses secara hukum. Hal yang membuat saya cukup kaget karena sebelumnya Riki pernah berkata kasus seperti ini baru dia lakukan pertama kali.

Dari anggota reserse kami juga mengetahui bahwa berkas kasus Riki-Pletho sudah masuk tanggal 9 Desember dengan sangkaan pasal 363. Jaksa yang akan hadir dalam persidangan Riki bernama Bambang Supriyanto. Dengan demikian usaha kami untuk mengupayakan restoratif justice (semoga penulisannya benar) sudah tertutup. Walau kata kawan-kawan dari LBH kami bisa menemui Pak Bambang untuk mengurus kasus ini secara bersama-sama.

Selesai berbicara dengan anggota reserse, di depan sudah menunggu Arga dan Reza. Kami segera menemui Riki yang sudah dipindahkan dari Kapolresta Ngupasan ke Penjara Polsek Tegalrejo. Ketika kami menemui Riki, kondisinya cukup baik. Walau mukanya tertunduk ketika berbicara dengan kami. Raut pucatnya sudah hilang bahkan dia sempat tertawa. Riki yang malu-malu sepertinya kembali pelan-pelan.

Kali ini kami menanyakan kesediannya didampingi oleh pengacar dari pihak kami. Awalnya dia ragu-ragu, namun setelah kami mengatakan tidak akan dipungut biaya sepeser pun maka dia segera mengangguk. Dengan demikian berarti langkah selanjutnya yang akan kami lakukan adalah mencari pendamping hukum untuk Riki.

Ada kemungkinan LBH Yogyakarta akan melimpahkan kasus ini ke rekanan mereka mengingat banyaknya kasus yang dihadapi oleh LBH Yogyakarta saat ini. Hari Senin kami akan bertemu dengan LBH kembali untuk membahas mengeai strategi yang akan kami lakukan.



Wednesday, 11 December 2013

Untuk Rikinaldo #6 Pengacara



Selasa Malam, 10 Desember 2013

Berdasarkan informasi dari Kapolsek Tegalrejo bahwa saat ini Riki-Pletho sudah didampingi oleh seorang bernama Pak Edhi, maka saya dan Reza sepakat untuk menemui beliau. Jika memang Pak Edi sudah menjadi pendamping Riki maka beliau adalah satu-satunya orang yang tahu dan berhak mendapat semua informasi mengenai kasus Riki-Pletho.

Sekitar pukul 7 malam Saya dan Reza berkunjung ke rumah Pak Edhi yang terletak di Blunyahrejo. Kami disambut dengan cukup ramah. Ketika kami memperkenalkan diri kami, sepertinya beliau sudah tahu kemana pembicaraan kami ini akan dituju.

Beliau mengakui bahwa dia ditunjuk oleh Kapolsek tegalrejo untuk mendampingi kasus Riki-Pletho. Namun beliau mengatakan bahwa Riki-Pletho tidak bersedia didampingi dan beliau tidak bisa berbuat apa-apa. Hal tersebut cukup mengejutkan kami karena kata Kapolsek Tegalrejo Riki-Pletho sudah didampingi oleh seorang pengacara. Walau kami sebenarnya tahu bahwa penolakan Riki-Pletho itu tidak adalah percuma karena mau tidak mau mereka akan didampingi oleh pengacara di persidangan mengingat ancaman hukuman mereka lebih dari 5 tahun penjara. (So fuckin sad! Padahal harga perkara lebih mahal daripada dua buah sepeda yang mereka ingin curi.)

Kami berbincang panjang lebar mengenai kasus Riki-Pletho. Sebenarnya hanyalah obrolan klise, tetapi kemudian kami mencoba untuk mengcross-check data dan informasi yang kami peroleh. Kebanyakan data dan informasi yang disampaikan sama dengan yang kami peroleh dari Kapolsek Tegalrejo. Namun kami merasa bahwa Pak Edhi tidak memiliki keinginan kuat untuk mengurus kasus Riki-Pletho, apalagi dia juga mengatakan bersedia untuk melimpahkan kuasanya kepada pengacara kami dari LBH Yogyakarta.

Sepulang dari Rumah Pak Edi, saya dan Reza mampir ke angkringan untuk membicarakan strategi kedepan. Kami berdua sepakat untuk mengupayakan pengambilalihan kuasa dari Pak Edhi kepada LBH Yogyakarta. Selain itu kami ingin menemui Riki segera untuk membicarakan kasusnya dan kami bisa berjalan secara selaras.

Tetep semangat!   

Untuk Rikinaldo #5 Kapolsek Tegalrejo



Selasa, 10 Desember 2013

Siang ini kembali saya harus kembali ke Kapolsek Tegalrejo gara-gara surat penangkapan Riki hilang semalam. Oh gosh semoga semua akan baik-baik saja. Kedatangan saya di Kapolsek diawali dengan kecurigaan seorang anggota reserse. Untungnya Kepala Unit Reserse segera menemui saya dan suasana kecurigaan pun berbalik menjadi positif dan kondusif.

Singkat cerita, Riki-Pletho sekarang dikembalikan lagi di ruang tahanan Kapolsek Tegalrejo. Entah sejak kapan mereka dipindahkan kembali ke kantor kapolsek ini. Kepala Unit Tegalrejo juga mengatakan bahwa saat ini kasus sudah sampai ke kejaksaan. Saya cukup kaget karena kasus ini sudah berjalan cukup jauh diluar pengetahuan kami.

Upaya kami untuk mengajukan diskresi nampaknya sudah tertutup rapat. Jalur sidang adalah satu-satunya jalan bagi kami. Kepala Unit Reserse juga mengatakan bahwa saat ini Riki-Pletho sudah didampingi oleh seorang pengacara bernama Pak Edi. 

Beliau aalah satu-satunya orang yang saat ini bisa kami tanyai mengenai kasus Riki-Pletho. Dengan berkembangnya kasus ini maka kami harus merubah strategi kami untuk mengawal kasus Riki-Pletho. Selanjutnya kami harus segera menemui Pak Edi kemudian membicarakn kembali mengenai strategi yang akan ditempuh bersama LBH Yogyakarta. 

Semua akan dilakukan langkah demi langkah.

Untuk Rikinaldo #4 LBH Yogyakarta



Senin, 9 Desember 2013

Hari Senin pagi saya pergi ke LBH Yogyakarta untuk meminta pendampingan terkait dengan kasus Riki-Pletho karena kawan-kawan Save Street Child cukup awam dengan masalah hukum. Saya diterima oleh Pak Ikhwan dan Pak Riki di ruangannya.

Pertama saya menjelaskan kronologi kejadian dan detail-detail kasus, serta tujuan saya pergi ke LBH dengan ketidaktahuan mengenai upaya yang bisa dilakukan untuk mengawal kasus Riki-Pletho. Dari diskusi yang saya lakukan dengan LBH saya mengetahui bahwa kasus Riki-Pletho adalah tindak pidana murni, bukan delik aduan. Pencabutan BAP pun tidak akan menyelesaikan perkara secara instan karena walau BAP dicabut oleh korban maka sidang tetap berjalan.

Ada beberapa hal yang disampaikan oleh LBH yaitu terkait pasal-pasal. Sayangnya saya kurang begitu paham dengan hal tersebut. Hal ini menjadi pengalaman penting bagi saya dan Save Street Child Jogja bahwa mempelajari mengenai hukum anak-anak cukup penting. 

Ada beberapa hal yang bisa ditempuh untuk menangani kasus ini. Pertama, mencoba untuk mengupayakan diskresi oleh Polisi. Cara ini daat ditempuh dengan beberapa hal yaitu membuktikan bahwa Riki-Pletho adalah anak-anak, meminta pencabutan BAP oleh korban, dll

Sejauh informasi yang saya terima, saat ini Riki-Pletho belum memiliki pendaming dalam penyidikan dan pengadilan. Oleh karena itu kami sepakat untuk menunjuk LBH Yogyakarta untuk menjadi pendamping untuk Riki. Surat kuasa yang ditandatangani Riki harus kami buat segera.

Untuk rencana selanjutnya akan kami bahas dan diskusikan langkah demi langkah sejalan dengan perkembangan kasus.  

Monday, 9 December 2013

Untuk Rikinaldo #3 Pesantren Al Barokah

Minggu 8 Desember 2013 
 
Sabtu malam Reza mengirimkan sms kepadaku, katanya data-data mengenai kasus Riki-Pleto bisa kita peroleh dari Kapolsek Tegalrejo tanpa harus didampingi oleh ahli hukum. Keharusan polisi untuk bersikap transparan menjadi dasarnya. 

Minggu pagi aku dan kawanku, Eko, pergi ke Kapolsek Tegalrejo untuk meminta data-data yang kami butuhkan. Kami langsung dihubungkan ke bagian reserse untuk mendapatkan data tersebut. Sayang sekali ketika kami berbicara dengan salah satu anggota reserse, dia menolak untuk memberikan keterangan mengenai kronologi kasus. Dia meminta kami untuk bertemu dengan kepala reserse pada Hari Senin pagi karena dia libur di akhir pekan.

Sebelum kami meninggalkan kantor reserse kami melongok ke layar whiteboard yang berisi coretan-coretan dan gambar denah. Pelan-pelan aku amati ternyata itu adalaah detail perkara Kasus Riki-Pletho. Dari sana kami tahu bahwa tkp nya berada di Pondok Pesantren Al Barokah tak jauh dari Kapolsek Tegalrejo. Kami segera menuju tempat itu.

Dalam perjalanan aku berpikir, untuk apa kami harus kesana? Apakah hanya ingin survey dan melihat tkp saja atau ada hal yang lain? Setelah berpikir cukup dalam, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba bertemu dengan korban pencurian itu di pondok pesantren untuk meminta maaf. Lucu? Intuisi menjadi pedoman kami, entah kemana dia akan membawa kami.

Sampai di Pondok Pesantren Al Barokah kami disambut dengan rahmat oleh pengurus disana. Disana kami menemui Mas Wakhid, Rakhmat dan mbak-mbak (pemilik sepeda). Kami memulai dengan memintakan maaf atas nama Riki-Pleto atas perbuatan mereka kepada mbak-mbak. Sampai hari ini sepeda mereka masih berada di Kapolsek Tegalrejo padahal sepeda itu dipakai oleh mereka untuk pergi ke sekolah sehari-harinya. Hatiku tiba-tiba teriris.

Hatiku lebih teriris lagi ketika Mas X yang berada dalam diskusi mengatakan bahwa sebenarnya Riki-Pletho sering mengamen di daerah ini dan warga cukup ramah dengan mereka. Bahkan warga pernah mengundang mereka untuk menyanyikan lagu dan memberikan balas jasa yang cukup. Eh, kok dua minggu setelahnya mereka mencuri katanya kesal.

Dengan kebaikan hati mereka mau memaafkan perbuatan Riki-Pletho. Aku sangat bersyukur sekali. Kelak aku akan menyampaikan hal ini dan semoga Riki menjadi lebih lega dan dia sadar akan perbuatannya.
Permintaan maaf telah kami sampaikan dan mereka sudah memaafkan, lalu selanjutnya? Aku mencoba mengajukan penyelesaian kasus ini secara kekeluargaan. Ada beberapa pertimbangan yang aku ajukan kepada mereka. 

Pertama, sudah cukup lama Save Street Child Jogja berproses dengan Riki dan kami memandang bahwa Riki adalah anak yang baik. Belum pernah kami mendengar cela atas dirinya apalagi memiliki masalah dengannya. Kedua, Riki memiliki seorang adek yang tentu saja masih membutuhkan keberadaannya. Ketiga, Hukuman penjara mungkin akan memberikan efek jera kepada Riki, tetapi apakah hal itu akan membawanya lepas dari kehidupan jalanan? Tidak ada yang menjamin. 

Ada pertimbangan lain yang sempat saya utarakan seperti kehidupan jalanan yang membentuk karakter anak jalanan sehingga pembandingan menjadi tidak adil. Nihilnya peran orang tua juga kami utarakan dan memang saat ini Riki bisa dikatakan berjuang sendiri untuk kehidupannya. Peran pemerintah? Pertanyaan retoris!

Diskusi kami dengan pihak pesantren cukup terbuka dan responsif. Saya melihat mereka cukup dalam dalam memutuskan. Kemungkinan mereka akan menjenguk Riki di Kapolresta Ngupasan, Yogyakarta. Atau mereka akan datang berkunjung ke Badran untuk menemui Bu Ginah, Ibu yang sehari-hari bertemu dengan Riki.

Jika melihat respon mereka, sepertinya kasus Riki-Pletho bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Selanjutnya adalah pencabutan BAP jika mereka bersedia. Tiba-tiba terbesit masalah berapa biaya pencabutan BAP ini. Untuk membayar biaya administrasi di LBH saja kami harus berpikir dan mencoba bernegosiasi agar bisa digratiskan. Tetapi biarlah penyelesaian kasus ini dilakukan secara bertahap. Sekarang inilah yang kami hadapi, penyelesaian secara kekeluargaan.

Hari senin pagi saya akan tetap ke LBH Yogyakarta sembari menunggu respon dari Pihak Pondok Pesantran Al Barokah. Upaya ini kami lakukan sebagai solusi alternatif jika Riki-Pletho harus maju ke sidang. Kami meyakini bahwa Riki-Pletho membutuhkan seorang ahli hukum untuk mendampingi mereka. Maju sidang tanpa pendamping adalah bukti kepasrahan menerima segala keputusan tanpa sikap kritis.  Apalagi kami, Save Street Child Jogja, tidak mampu mengawasi jalannya sidang karena sifat sidang anak-anak adalah tertutup.

Segala upaya akan kami lakukan dan semoga tindakan kami ini adalah gerakan menuju Tuhan (kebenaran)!