Sunday, 2 February 2020

Pangandaran: Makan, makan, makaaaan!


Kalau tidak makan, kita mati! Terdengar sederhana dan logis, tetapi dalam suatu perjalanan, makan adalah ekplorasi rasa. Aku selalu menyempatkan mencari warung lokal (tidak harus terkenal, karena yang terkenal kadang tidak otentik lagi), tempat yang biasa dikunjungi orang setempat. Sebuah petualangan yang selalu mengejutkan dan selalu menciptakan rasa keingintahuan. Kok rasanya begini? Bumbu yang dipakai apa ya?

Aku tiba di bungalow at paddy view sekitar jam 4 sore. Seharusnya tiba jam 2. Terlambat karena supir travel kebingungan membaca google map dan ternyata tidak ada transportasi apapun selain angkot.Sambutan hangat Pak Von sungguh meredakan lelah. Kebun yang Maha Besar dan Indah bagaikan oase dari perjalanan panjang penuh kebut-kebutan bus travel dan keterkejutan kami tentang situasi Pangandaran yang cukup sepi, minim transportasi. Aku sangat bisa untuk relax, menikmati teh di bungalow melihat tanaman warna-warni di kebun atau mendinginkan kepala di kolam renang. Tetapi perutku mengatakan bahwa jam makan telah tiba! Oh tidak, hari pertama di tempat yang terlihat serba jauh dari mana pun, lapar, lelah. Petualangan memang tidak bisa ditunda.

Mengandalkan google map, aku berjalan menuju jalan besar. Aku beruntung karena tidak jauh dari jalan utama ada sebuah warung yang buka (Thanks! Ngga perlu jalan lebih jauh lagi). Membaca nama warung itu membuat lidahku keseleo, coba bagaimana kalian menyebutkan “RM NU IEU”! Sore itu warung terlihat sepi, hanya aku yang memesan makanan. Walau sederhana, warung itu memiliki beberapa menu. Aku terkejut karena ada menu Soto Betawi di daftar menu mereka, pemilik warung pun bilang Soto Betawi adalah menu andalan mereka. Tunggu, Soto Betawi di Pangandaran? Aku tertarik betapa spesial Soto Betawi dan tempe mendoan yang mereka buat. Soto Betawi yang mereka buat memang mirip dengan rasa Soto Betawi yang aku beli di Jakarta (Spesialnya mana?). Tempe mendoannya seperti tempe mendoan banyumasan yang enak! Malamku terselamatkan.

Makan-makan berikutnya aku pergi ke sebuah warung dan kolam perikanan tak jauh dari pantai. Warung itu bernama Warung Seafood Sari Asih, warung yang hanya bisa dijejahi menggunakan motor (harus ekstra hati-hati) atau berjalan kaki saja. Jangan malu untuk bertanya di mana warung ini dan jangan sungkan untuk masuk melalui pekarangan warga karena itulah satu-satunya jalan untuk pergi ke warung ini. Aku heran bagaimana ada sebuah warung di tengah sawah dan kolam dan tambak udang ini.
Kolam di Warung Sari Asih, Pangandaran

Warung ini menjual aneka macam seafood. Sebagian besar sea food dibudidayakan oleh mereka sendiri seperti udang dan ikan bandeng (Bahkan kalian akan melihat mereka menangkap ikan di kolam). Sekilas tidak ada yang berbeda dengan masakan sea food yang ada di Jogja. Kelebihan warung ini ikannya segar dan sayuran pelengkapnya memiliki cita rasa yang berbeda. Btw aku sempat ngobrol tentang tsunami yang sempat melanda Pangandaran. Aku terkejut karena karena menurut mereka tidak seseram seperti di berita. Di sisi lain Tsunami memberi dampak positif karena Pangandaran jadi lebih diperhatikan oleh pemerintah. Pembangunan mulai didongkrak, fasilitas publik dibangun bertahap. Bahkan warung itu didirikan setelah ada Tsunami.

Warung Comeng
Jika kalian memiliki rencana pergi ke Batu Karas ada satu warung yang harus menjadi tempat makan kalian, namanya Warung Comeng. Pak Von memberikan rekomendasi tempat ini sebelum kami pergi ke Batu Karas. Setelah kami singgah ke tempat ini, ternyata ada beberapa hal yang berbeda dari warung lain di Batu Karas. Pertama, Beer! Yes, I need beer and it is difficult to find around. Kedua, duduk di warung ini seolah memiliki pantai private (berbeda dengan pantai utama yang disesaki orang berenang dan berselancar). Ketiga, ikan bakarnya juwarak!

Mengandalkan google map untuk pergi ke tempat ini cukup membingungkan. Kamu harus yakin bahwa google menunjukkan tempat yang benar. Warung Comeng berada di parkiran bus, dipojokan dan hampir sembunyi di antara keramaian.

Hmm.. mana masakan lokalya? Baiklah, mari kita pergi ke tempat membeli Tiket Bus Travel Pangandaran Jogja. Namanya? Aku lupa, serius! Mungkin lebih dikenal sebagai tempat beli tiket. Warung itu dikelola oleh istri salah satu Supir Bus Travel. Teteh (panggilanku kepada pemilik warung), terlihat seperti ibu-ibu pada umumnya, termasuk makanan yang dimasaknya. Masak di warung kecil ini memang seperti makan di rumah Orang Sunda. Ada beberapa pepes ikan dan pepes tahu. Sayurnya adalah sayur yang bisa kita temui di Jogja, kecuali campuran Bunga Kecombrang, tetapi dimasak dengan rasa lokal mereka. Aku tidak bisa menjelaskan nama masakannya satu-satu. Aku tidak sempat memikirkan untuk bertanya nama masakannya yang tiap hari berganti. Cukup tahu saja, sejak aku datang ke Pangandaran, hampir tiap hari aku makan di warung ini sehari sekali.
Warung Bus Travel Estu

Terakhir, kedai Legit Haji Maya. Kedai ini bukan tipikal warung atau restoran (Mungkin lebih terlihat seperti cafe). Aku menuliskan kedai ini dalam tulisan ini karena mereka memiliki menu spesial (menurutku), yaitu Nasi Goreng Kecombrang. Seumur-umur aku cuma makan kecombrang di dalam Pecel, itu pun sebuah pilihan.

Kecombrang atau Honje adalah salah satu komoditas khas Pangandaran. Kita bisa menemukan Jus Honje, Sambal Kecombrang, atau sayuran yang dicampur dengan Daun Kecombrang. Nasi Goreng Kecombrang is other taste! Aku tidak menyangka nasi goreng bisa sangat spesial dengan bumbu kecombrang.