Friday, 28 February 2014

Drawing For Fun



Malam ini adalah pertama kali aku bertemu dengan drawing for fun, mereka-mereka yang tidak mau disebut sebagai sebuah komunitas. Entah kenapa mereka tidak mau disebut sebagai komunitas, padahal mereka telah membuat sebuah pameran seni rupa yang bagiku adalah sebuah pencapaian. Mereka lebih menyukai disebut sebagai proyek kecil-kecilan atas kesenangan mereka menggambar. 

Tidak ada sebuah profile yang mampu mendiskripsikan mereka kecuali kesenangan akan kopi, nongkrong dan nggambar. Bisa jadi berawal dari sebuah kesenangan, bukan hal-hal yang kaku karena norma atau target dari sebuah tujuan, mereka dengan lebih leluasa berkarya tanpa batas

Hal yang mereka lakukan, drawing for fun, saya kira adalah hal yang menarik. Karya seni yang dalam pandangan awam saya cukup kompleks karena membutuhkan sebuah proses yang serius dari konsep hingga penciptaan. Membuat sebuah karya menjadi eksklusif karena bisa jadi hanya orang-orang yang “berpendidikan” atau “gifted” saja yang mampu membuat sebuah karya.  Namun, kawan-kawan drawing for fun, mampu meruntuhkan sisi “eksklusifitas” sebuah karya seni menjadi hal yang murni karena kesenangan belaka. Tetapi bukan berarti karya mereka tidak memiliki makna dan pesan. 

Ketika saya melihat karya mereka, terutama teman-teman saya, saya mendapatkan sebuah gambaran bahwa karya mereka tidak terlepas dari pengalaman hidup dan filosofi yang mereka anut sendiri. Mereka kemudian dengan “kesenangannya” menerjemahkan hal-hal tersebut kedalam sebuah karya seni. Kalau tidak salah ada sekitar 30 karya yang dipamerkan oleh perupa-perupa muda malam itu.

Jika diijinkan saya ingin mengulas secara awam mengenai beberapa karya kawan saya yang dipamerkan malam ini. Saya memberanikan diri untuk mencoba mengulas karya karena karya mereka tidak lepas dari penikmat seni (baca: saya). Bagi saya otoritas mereka terbatas pada proses pembuatan karya seni dan hak cipta atas karya tersebut. Sedangkan saya sebagai penikmat, saya kira sah-sah saja untuk menilai karya tersebut.

Bebas, gue banget, adalah pandangan pertama saya melihat karya-karya mereka.  Saya akan memulai memberikan pendapat mengenai karya salah satu punggawa drawing for fun bernama Udien Aee. Ada tiga karya yang dipamerkan oleh Udien malam ini. Karya pertama, saya melihat sosok seorang Putri, kekasihnya, dengan keinginan-keinginan yang ia ingin dapatkan. Udien seolah mampu menangkap apa yang kekasihnya inginkan lalu diterjemahkan dalam karyanya. 

Udien Aee. Semua Berawal Dari Kecil, Ballpoint on Oncord, 20 cm x 20 cm
Karya kedua dan ketiga menjadi perhatian menarik bagi saya. Lewat kedua karya berjudul “Semua berawal dari kecil” dan “Nada kehidupan”, Udien berfilsafat secara sederhana melalui karyanya. Sebuah simbol “rumah” dalam karya keduanya, bagi Udien mungkin rumah berawal dari kecil. Hal itulah yang bisa saya tangkap ketika melihat karyanya yang kedua.
Udien Aee. Nada Kehidupan. Pencil and Ballpoint on Samson Paper. 20 cm x 20 cm

Karya ketiga berjudul “Nada kehidupan”, seolah Udien ingin menunjukkan bahwa nada kehidupan itu tidaklah selalu merdu tetapi juga pilu. Dari ketiga karya tersebut saya bisa berpendapat bahwa karya yang ditampilkan Udien cukup eksplisit sehingga mudah dipahami. Kita tidak perlu menafsirkan atau mengaitkan simbol untuk mengetahui maksud dari karya seni tersebut. Tetapi sekali lagi, hal tersebut tidak mengurangi arti atau makna dari karya tersebut saya kira. Terlebih saya merasakan “kesenangan” atas karya-karya Udien yang lugas dan jujur. Tanpa melihat deskripsi karya, saya pun bisa menebak bahwa ketigakarya tersebut adalah karya Udien Aee.

Perupa kedua bernama lengkap Ahmad Fauzi Hananta atau ketika dikampus dipanggil dengan Uzaak, padahal adik saya ini kalau di rumah dipanggil Uzy. Dia hanya menampilkan satu karya saja berjudul “Jelita Senja”. Dipoles dengan gaya pop dengan corak distorsi warna-warni nampaknya Uzaak adalah sosok Eutopis, menggambarkan sesosok kekasih dalam nama Jelita Senja. Entah dia si Jelita senja adalah sosok yang riil atau hanya fantasi, karena ketika melihat karya Uzaak ini kita dihentikan pada batas untuk mengetahui sosoknya. Dia bermain dengan simbol perempuan yang kemudian diasosiasikan pada padanan kata Jelita dan Senja. 

Uzaak. Jelita Senja. Ink, Pen, Water Colour in Book Paper. 20 cm x 20 cm
Jelita digambarkannya dengan sosok seorang perempuan berjilbab, mungkin bagi dia jelita itu adalah seorang perempuan berjilbab atau dia menemukan “jelita” dari sosok berjilbab. Senja? Sekali lagi saya menerka, senja mungkin adalah waktu paling galau buat perupa ini. Atau mungkin senja disimbolkan sebagai “waktu pulang”. Dia, Jelita senja, adalah tempat dimana dia akan berpulang. Melankolis sekali kalau demikian.

Satu karya yang menjadi favorit saya malam ini adalah karya perupa bernama Panggih Ismoyo berjudul freedom. Karya yang simbolik dengan goresan realis yang sangat kuat, begitu saya memandangnya. Melihat karyanya, seseorang yang tertunduk murung karena tali yang terputus. Mungkin si perupa ingin menggambarkan bahwa kebebasannya telah terpotong? 
Panggih. Freedoom. Drawing pen on paper. 29.7 cm x 42 cm

Karya kedua Panggih berjudul “Tongue without bones” juga tak kalah seru. Kita kembali diajak untuk membaca simbol-simbol yang ia ciptakan. Pandangan pertama melihat karya ini, lidah tak bertulang itu berbahaya. Chaos!  
 
Panggih. Tongue without bones. Drawing pen, ink in paper. 29.7 cm x 42 cm
Karya terakhir yang ingin saya bahas kali ini berasal dari seorang perupa bernama Iwan bersama karyanya berjudul “Abaikan Cibiran.” Iwan seolah ingin mengajak kita untuk mengabaikan caci-maki dan tetap fokus dengan apa yang kita lakukan. Dalam hal ini Iwan menggambarkan mengenai pemikiran, proses berkeseniannya, dan hal-hal lain yang susah sekali saya baca dalam karyanya. 

Iwan. Abaikan Cibiran. Water colour, ink on paper. 29.7 cm x 21 cm
Demikian ulasan saya mengenai kegiatan bersenang-senang mereka, proyek kecil-kecilan hingga karya yang mereka pamerkan. Pada akhirnya saya hanya berdoa semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal atas kesenangan mereka yang mereka tularkan kepada kami si penikmat kesenangan mereka (baca: karya seni mereka).

Awal dari kebahagiaan adalah kesenangan dan kesenangan mereka itu sederhana. Menggambar di kala selo ditemani rokok dan kopi. 

Namaste!

No comments:

Post a Comment