Thursday, 20 September 2012

Arti Guru Sejarah Bagiku; Ibu Ratna



Aku tersipu malu ketika ingat betapa aku membenci Guru Sejarah SMAku, Ibu Ratna. Beliau berjilbab besar menutupi tubuhnya yang dibawah rata-rata, tetapi ketika berbicara suaranya sangat lantang. Cara mengajarnya cukup eksentrik. Pada awalnya aku dan teman-temanku kebingungan dengan metode beliau. Alhasil waktu ujian kelas sepuluh tiba, nilai ujianku dan teman-teman tak memuaskan. Aku dan teman-temanku secara lantang menyalahkan beliau karena ketika mengajar, beliau tidak pernah memberikan kami catatan atau kisi-kisi soal yang memudahkan soal ujian kami.

Ketika aku beranjak ke kelas sebelas aku memilih kelas sosial sebagai kelas lanjutanku. Mata pelajaran sosial semakin bertambah banyak porsinya. Dan lagi-lagi aku bertemu dengan Ibu Ratna yang mengampu mata pelajaran Sejarah. Lagi-lagi ketakutan dan pesimisme menyambut kedatangan beliau. 

Bagaimana kami tidak pesimis jika kami banyak menghabiskan waktu di laboratorium sosial. Kami menonton film, presentasi kreatif dan diskusi ringan seputar sejarah saja. Beliau jarang sekali membuat catatan di papan tulis sehingga buku catatan sejarahku lumayan sepi tulisan. Namun beliau selalu mewanti-wanti kami untuk selalu giat membaca, tidak hanya buku teks sejarah tetapi buku lain yang terkait. Hal-hal yang pada awalnya sangat kami tidak sukai “membaca buku”.

Suatu hari beliau mengajak kami pergi ke Fakultas Teknik UGM untuk memperlihatkan bagaimana manusia purba di zaman logam membuat peralatan hidupnya. Aku berpikir kenapa sampai sejauh ini hanya untuk tahu bagaimana manusia purba membuat peralatan hidupnya.  

Tetapi ternyata kunjungan tersebut sangat berkesan bagiku. Kami tahu secara persis bagaimana teori-teori di buku bisa dipelajari dengan cara yang menyenangkan. Selain itu, untuk pertama kalinya aku memasuki kampus angker “UGM”, universitas impianku. Beliau juga mengajarkan mengenai multidisiplin ilmu dalam belajar, ilmu sebagai sebuah hal yang tidak terpisahkan satu sama lain. 

Memasuki kelas tiga kami mulai lebih dekat dengan beliau. Beliau tidak hanya menemani kami belajar ketika jam kelas dimulai tetapi juga diluar kelas. Beliau selalu menyemangati ketika kami memperoleh diskriminasi dari guru-guru kami yang mengatakan bahwa “Semakin banyak kelas sosial maka mutu sekolah semakin rendah” . 

Ada hal yang sangat unik waktu itu. Beliau dengan bangganya menunjukkan beberapa pernik souvenir buatannya. Beliau juga mengajak kami untuk menjelajah ilmu kewirausahaan dengan mengajarkan teknik-teknik pembuatan souvenir atau cinderamata. Berbagai iming-iming beliau tawarkan agar kami tertarik kedalam wirausaha.

Tiba saatnya kami pada ujian nasional yang sangat meneganggakan, ancamannya adalah tidak lulus. Dengan tenang beliau memotivasi kami untuk fokus pada belajar, bukan takut akan gagal. Alhasil kelasku lulus semua dengan nilai yang cukup memuaskan.

Betapa aku merasa beruntung bertemu dan belajar bersama Guru Sejarahku ini. Hal tersebut semakin aku sadari ketika belajar di perguruan tinggi. Melalui mata pelajaran Sejarah, beliau mengajari sejarah bukan hanya untuk mengetahui sejarahnya tetapi memahami esensi dibalik peristiwa sejarah.

Sekarang aku kuliah di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, salah satu fakultas favorit di UGM. Aku tak hanya belajar mengenai bagaimana cara membuat laporan keuangan yang baik, tetapi aku belajar bagaimana ekonomi bisa meningkatkan kesejahteraan bangsa. Aku juga berusaha untuk mempelajari disiplin ilmu yang lain seperti yang Ibu Ratna lakukan. Aku sekarang aktif di LSM advokasi dan bank sampah, managemen pengelolaan sampah.




No comments:

Post a Comment