Wednesday, 19 September 2012

Kota Kinabalu: Awal Petualangan

Siapa yang menyangka bahwa aku akan pergi ke Kota Kinabalu. Dulu aku sempat berharap bahwa perjalanan keluar negeri pertamaku adalah pergi ke Negara Kuba dengan sistem sosialisnya yang tampak muluk di literatur yang aku baca. Tak disangka, aku harus membuang cita itu karena harus pergi ke Nepal tahun 2010 lalu dan sekarang harus pergi ke Malaysia. Entah kapan aku bisa ke negara Che Guevara itu.

            Perjalanan dimulai dari Yogyakarta tanggal 26 Juli 2011. Sekitar pukul 15.40 aku pergi menuju Jakarta menggunakan Air Asia. Ketika aku memesan tiket pesawat ke Kota Kinabalu tidak ada penerbangan langsung, padahal kawanku mengatakan ada tiket langsung dari Yogyakarta ke Kota Kinabalu satu minggu yang lalu. Jadi aku harus ke Jakarta terlebih lalu terbang ke Kota Kinabalu, masih menggunakan pesawat yang sama, sama murah yaitu Airasia.

            Setibanya mendarat di Jakarta aku terburu-buru pergi ke Imigrasi setelah melihat banyak penumpang yang akan meninggalkan Indonesia. Aku segera bergegas segera menuju boarding pass agar tidak terlambat. Rencananya aku akan makan siang di boarding pass agar tidak terlambat. Di kantor imigrasi terlihat beberapa anak pramuka yang menjadi kontingen Indonesia untuk suatu even diluar sana. Antrian menjadi panjang karena mereka cukup banyak.

            Setelah lepas dari urusan imigrasi yang melayani warganya dengan kurang ramah. Sebuah kontradiksi padahal Indonesia terkenal memiliki warga negara yang ramah. Aku bergegas mencari restoran atau kafe disana. Tidak diduga aku hanya memiliki sedikit opsi untuk memuaskan rasa alaparku. Terhitung ada Excelso, Starbuck dan sejenisnya yang jelas bukan seleraku. Niat untuk makan siang aku tunda, berharap bisa membelinya di dalam pesawat.

            Setelah sekian menit menunggu di boarding pass, terdengar sayup pengumuman bahwa pesawatku ditunda selama sekitar 40 menit. Kekecewaan tidak hanya datang dariku saja tetapi penumpang yang lain. Sebenarnya aku tidak perlu kaget, Airasia memang gemar terlambat. Mau tak mau juga harus dimaklumi juga. Mungkin dengan tiket seharga separuh tiket Garuda Indonesia aku harus memaklumi ketidaknyamanan yang terjadi.

            Menunggu bukan suatu hal yang menyenangkan bagiku. Bisa dikatakan menunggu adalah hal paling membosankan bagiku. Walau akhirnya tahap inilah yang harus aku lalui sebelum duduk manis di kursi pesawat. Akhirnya pesawat tiba, mereka memanggil penumpang hot seat (baca: vip class) terlebih dahulu. Sebagai penumpang kelas ekonomi, aku menyadari bahwa mereka punya hak akan hal itu. Atas nama ketertiban aku meng-amini prosedur itu. Namun sayangnya, mereka memanggil semua penumpang ekonomi tanpa interval sehingga membuat sedikit kekacauan ketika penumpang ingin masuk.

            Kekacauan demi kekacauan datang, taka apalah akhirnya duduk juga. Pesawat segera take off, hal yang aku tunggu-tunggu. Dua setengah jam segera aku lalui untuk tiba di Kota Kinabalu. Di depan kursi terdapat beberapa menu makanan yang bisa memesan. Dari buku menu, air ludahku tak berhenti mengalir. Aku bergumam, ini tak hanya cukup untuk membunuh rasa laparku, tetapi juga menambah wawasan kulinerku.

            Secara perlahan pramugari mendatangi penumpang. Kebetulan tempat dudukku ada di tengah pesawat sehingga aku harus cukup bersabar. Akhirnya tiba juga, genderang perut semakin kuat memberontak. Ketika aku mememesan, tak disangka semua menu di buku itu tidak tersedia di dalam pesawat yang kutumpangi. Buku itu hanya sebuah “cover” saja. Makanan yang tersaji hanyalah snack “snicker”, mie, kue dan minuman ringan. Akhirnya kekecewaanlah yang aku telan, terpaksa menahan lapar sampai tiba di hotel.

            Pesawat mendarat di Kota Kinabalu sekitar pukul 12.30 malam. Aku tidak melakukan pekerjaan berat hari itu tapi badan ini serasa lemas akibat kejenuhan menunggu beserta kekacauan yang menyertainya.

            Hari ini adalah hari dimana kesabaranku diuji. Tiba tengah malam, lalu bergegas menuju kamar hotel di lantai 12. Ternyata kamar hotel yang aku terima tidak sesuai dengan jenis kamar yang telah aku pesan. Lagi-lagi aku harus menunggu. Beruntung roomboy agak sigap, aku berterima kasih atas kecekatannya. Berselang sekitar 10 menit, roomboy kembali menghampiriku. Aku harus berganti kamar ke lantai 11. Setelah naik, akhirnya turun lagi. Roomboy memberikan kartu kunci, tetapi tak disangka pintu tak bisa dibuka. Lagi-lagi roomboy harus turun ke resepsionis untuk mengganti kamar lagi.

            Akhirnya kurang lebih pukul 1 malam, aku mendapat kamar. Pemandangan malam cukup menarik diluar sana. Hamparan kemilau laut malam cukup mengesankan. Sayangnya, aku terlalu lelah untuk menikmati romantisme malam ini. Terlalu lelah untuk merasa. Tidur adalah hasrat satu-satunya yang ingin penuhi mala mini. Selamat malam!

No comments:

Post a Comment