Tinggal di
Yogyakarta semakin alam aku semakin cinta dengan kota pelajar ini. Jauh dari
orang tua menjadi tantangan sendiri untukku untuk mandiri. Namun dibalik
tantangan untuk hidup mandiri, kebebasan memberikan banyak pilihan untukku.
Aku sedikit demi
sedikit mengetahui bahwa aku berbeda dari perempuan lainnya. Aku yakin aku
pernah jatuh cinta dengan perempuan dan akan jatuh cinta dengan perempuan lagi.
Berangkat dari
jejaring sosial Facebook, aku bertemu dengan teman-teman senasib. Kami kadang
berkumpul di kafe 24 jam yang terletak di selokan mataram atau Kafe Sungai Susu
di utara Ambarukmo Plaza.
Rutinitas kuliah
yang cukup padat dan tugas yang menumpuk kadang membuatku jenuh. Akhir pekan
benar-benar menjadi sebuah perayaan atas
kerja keras yang telah aku lakukan. Rencananya malam ini aku dan teman-temanku akan
hang out di Ayam Goreng Kentaki, tak jauh dari Tugu Yogyakarta.
Jam tanganku
menunjukkan pukul 7 malam, nada pesan BB berbunyi. Aku cek segera BBM, pesannya
singkat.
“woy lu dmn? Kt
dah nunggu km” BBM singkat dari Icha.
Icha adalah
panggilan kami untuknya. Perempuan asli jogja ini sangat cantik, rambutnya
panjang terikat rapi. Tidak hanya cantik, ia sangat ramah juga. Saat ini Icha
masih kuliah di akademi keperawatan.
“otw KFC”
balasku singkat sambil tersenyum. Aku sangat antusias bertemu dengan
teman-teman baruku di Jogja.
Aku segera
bergegas mengunci kos dan berjalan menuju kos teman yang tak jauh dari kos ku
di daerah Karangmalang. Setibanya di kos temanku, aku melihat dia juga sudah
siap untuk berangkat.
“Lu udah siap,
Lita?” tanyaku memastikan. Lita adalah perempuan kelahiran Jakarta, ia
menyelesaikan studinya di jurusan komunikasi. Saat ini bekerja sebagai marketing
manager di sebuah agen pariwisata di Yogyakarta.
“Iye, udah, yuk
berangkat. Kamu bawa helm kan?”
“Ini, yuk
berangkat” aku menunjukkan helm yang aku bawa
Dari
Karangmalang ke Ayam Goreng Kentaki tidak begitu jauh, hanya membutuhkan
sekitar 15 menit dari kosku. Disana teman-temanku sudah berkumpul.
“Ah kalian mesti
telat datangnya” Icha seolah kecewa
“Iya nih, Lita
dandan mulu dari tadi, jadinya telat”
Dalihku
“Kurang ajar lu
ya, guwa nunggu lu datang ke kos guwa” balas Lita
Kami duduk di
sofa panjang yang berada disisi luar. Banyak sekali orang yang nongkrong di
akhir pekan ini.
“Eh lu serius
amat” Lita menyapa Rahma yang sibuk membaca bukunya.
“Ah..engga juga
kok, cuma mau selesein halaman terakhir aja” Balas Rahma sambil menekan
kacamatanya. Rahma adalah perempuan asal Malang, dia adalah sukarelawan dalam
sebuah LSM yang bergerak di bidang advokasi perempuan.
“Eh bro..kenalin
temanku guwa, namanya Eka” sela Icha memperkenalkan temannya yang duduk
disampingnya. Eka adalah perempuan asal Medan, tubuhnya ramping, rambutnya
dipotong spike . Saat ini bekerja di salah satu perusahaan desain grafis di
Jogja.
“Halo Eka, salam
kenal” aku menjabat tangannya.
“Hi..”jawabnya
singkat
Kesan pertaa
bertemu dengan Eka, dia adalah sosok yang dingin dan kaku. Tetapi lama kelamaan
kami bisa berbicara panjang lebar. Eka punya banyak pengalaman dari hidupnya
yang keras. ia sudah hidup mandiri setelah lulus SMP, kedua orang tuanya
bercerai dan tak ada yang mengurusnya selain kedua kakek-neneknya.
“Sof, kamu
pernah modeling belom?” Tanya Eka
“Eh modeling?
Model apa?” tanyaku penasaran
“Ya…..jadi model
apa aja”
“Sofi mah
cocoknya jadi model popok bayi, lihat aja mukanya yang unyu gitu” Icha mencubit
pipiku yang tembem.
“Ah apaan sih
Icha.”
“Menarik juga
sih, tapi ya belum pernah sama sekali” jawabku
“Ah itu gampang,
nanti aku hubungi kamu lebih lanjut ya”
“Oke ditunggu lo
ya” aku mengurai senyum tipisku
“Cie cie..” seru
Icha dan Lita
Walau hari sabtu
adalah penghujung minggu. Tetapi bagiku malam minggu bisa menjadi malam dimana
kisah-kisah akan dimulai. Malam minggu bagiku sangat menyenangkan.
***
Jika kelas usai
dan aku tak ada tugas kuliah, biasanya aku pergi main ke rumah Icha. Disana
teman-teman berkumpul untuk menghabiskan waktu atau curhat mengenai masalah
yang sedang dihadapi. Hari ini aku pergi ketempat Icha, bukan untuk menghabiskan
waktu bersamanya tetapi menunggu Eka yang katanya mau mengajak aku main-main di
studionya.
Ketika aku
sedang asyik mengobrol Icha, Eka datang mengetuk pintu yang terbuka. Ia
mengalihkan perhatian kami.
“Halo semua,
lagi asik ya?” Eka menyapa
“Enggak kok,
lagi nungguin kamu, nih Sofi udah ga sabaran” Icha menggoda. Aku hanya diam
saja, tersipu malu menanggapi Icha. Eka hanya bisa tersenyum tipis.
“Kamu udah
siap?” taya Eka
“Yuk berangkat”
jawabku
“Aku berangkat
dulu ya, Cha” aku pamit kepada Icha
“Iya, have fun
ya!” serunya menyemangati.
Aku pergi
bersama Eka menuju studionya yang berada di Jalan Moses Gatotkaca, selatan
Universitas Sanata Dharma. Studio yang dimiliki Eka tidak begitu besar, namun
studionya tertata rapi. Warna putih mendominasi desain studio dengan pajangan
foto-foto model dan produk di dinding-dindingnya.
“Coba deh kamu
ganti baju sama temenku, dia paling jago kalo urusan gituan” pinta Eka. Aku
mengikuti temannya menuju ruang ganti. Setelah selesai aku segera menunjukkan
penampilanku kepada Eka.
“Cantik kan
bang?” aku berputar dengan gaun pendek warna biru.
“Iya kamu sangat
cantik sekali” Eka tersenyum manis.
“Sekarang Sofi
kedepan ya, nanti aku kasih tahu gerakan modelnya” pinta Eka.
Sesi pemotretan
berlangsung sangat menyenangkan, canda dan tawa mewarnai sesi pemotretan. Ini
adalah pengalaman modeling pertamaku. Walau demikian Eka berkata bahwa aku
cukup berbakat menjadi seorang model.
Seusai
pemotretan Eka mengajak aku makan malam di Kafe Musik Sagan. Tempatnya sangat
romantis, beberapa meja terletak di bagian luar. Taman kecil mengelilingi
meja-meja yang dihiasi lilin. Kami segera memesan makanan setelah waiter
memberikan menunya kepada kami.
Sembari menunggu
makanan diantar, kami saling tukar cerita. Eka yang dulunya terlihat kaku,
sekarang perlahan berubah menjadi sosok yang sangat komunikatif dan ceria. Aku mulai
merasa nyaman ketika berada disampingnya, banyak hal yang bisa aku ceritakan
kepadanya.
Aku suka
bercerita mengenai pengalaman sehari-hariku sedangkan Eka bercerita mengenai pekerjaan
dan kisah teman-temannya. Namun malam ini ada hal yang berbeda ketika Eka
tiba-tiba memegang tanganku dengan mesra.
“Sofi, ada yang
ingin aku omongkan malam ini” Eka memandang kedua mataku. Aku diam saja tak
berkutik, mulutku terjahit rapat, detuk jantungku berpacu semakin cepat.
“Aku suka kamu
Sof, sejak pertama kali ketemu di Ayam Goreng Kentaki aku sudah jatuh hati.
Kamu sangat berbeda dimataku dan hatiku” paparnya pelan
“Sofi mau ga jadi
pacarku?” Eka bertanya.
Tangannya
semakin erat menggenggam tanganku. Aku tak bisa berpikir banyak malam itu. Aku
juga tak memiliki alasan untuk menolaknya. Dari hati kecilku aku ingin
merasakan kembali apa yang pernah aku rasakan bersama Kiki, dulu.
“Bang, iya” aku menyiratkan
senyum samar kepadanya. Rasanya bercampur aduk, antara senang dan cemas.
Setelah makan
malam, Eka mengantarkanku pulang ke kos. Perjalanan terasa sangat lama, aku
memeluk ia erat. Kami tak banyak berbicara di dalam perjalanan. Tak ada ciuman
malam itu, hanya panggilan “sayang” yang ditujukan kepadaku saat Eka berpamitan
pulang.
------------------------------------------bersambung kembali----------------------------------------------
No comments:
Post a Comment