Aku tersipu malu
ketika ingat betapa aku membenci Guru Sejarah SMAku, Ibu Ratna. Beliau
berjilbab besar menutupi tubuhnya yang dibawah rata-rata, tetapi ketika berbicara
suaranya sangat lantang. Cara mengajarnya cukup eksentrik. Pada awalnya aku dan
teman-temanku kebingungan dengan metode beliau. Alhasil waktu ujian kelas
sepuluh tiba, nilai ujianku dan teman-teman tak memuaskan. Aku dan
teman-temanku secara lantang menyalahkan beliau karena ketika mengajar, beliau
tidak pernah memberikan kami catatan atau kisi-kisi soal yang memudahkan soal
ujian kami.
Ketika aku
beranjak ke kelas sebelas aku memilih kelas sosial sebagai kelas lanjutanku.
Mata pelajaran sosial semakin bertambah banyak porsinya. Dan lagi-lagi aku
bertemu dengan Ibu Ratna yang mengampu mata pelajaran Sejarah. Lagi-lagi ketakutan
dan pesimisme menyambut kedatangan beliau.
Bagaimana kami
tidak pesimis jika kami banyak menghabiskan waktu di laboratorium sosial. Kami
menonton film, presentasi kreatif dan diskusi ringan seputar sejarah saja.
Beliau jarang sekali membuat catatan di papan tulis sehingga buku catatan
sejarahku lumayan sepi tulisan. Namun beliau selalu mewanti-wanti kami untuk
selalu giat membaca, tidak hanya buku teks sejarah tetapi buku lain yang
terkait. Hal-hal yang pada awalnya sangat kami tidak sukai “membaca buku”.
Suatu hari beliau
mengajak kami pergi ke Fakultas Teknik UGM untuk memperlihatkan bagaimana
manusia purba di zaman logam membuat peralatan hidupnya. Aku berpikir kenapa
sampai sejauh ini hanya untuk tahu bagaimana manusia purba membuat peralatan
hidupnya.
Tetapi ternyata
kunjungan tersebut sangat berkesan bagiku. Kami tahu secara persis bagaimana
teori-teori di buku bisa dipelajari dengan cara yang menyenangkan. Selain itu,
untuk pertama kalinya aku memasuki kampus angker “UGM”, universitas impianku.
Beliau juga mengajarkan mengenai multidisiplin ilmu dalam belajar, ilmu sebagai
sebuah hal yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Memasuki kelas
tiga kami mulai lebih dekat dengan beliau. Beliau tidak hanya menemani kami
belajar ketika jam kelas dimulai tetapi juga diluar kelas. Beliau selalu menyemangati
ketika kami memperoleh diskriminasi dari guru-guru kami yang mengatakan bahwa “Semakin
banyak kelas sosial maka mutu sekolah semakin rendah” .
Ada hal yang
sangat unik waktu itu. Beliau dengan bangganya menunjukkan beberapa pernik
souvenir buatannya. Beliau juga mengajak kami untuk menjelajah ilmu
kewirausahaan dengan mengajarkan teknik-teknik pembuatan souvenir atau
cinderamata. Berbagai iming-iming beliau tawarkan agar kami tertarik kedalam
wirausaha.
Tiba saatnya
kami pada ujian nasional yang sangat meneganggakan, ancamannya adalah tidak
lulus. Dengan tenang beliau memotivasi kami untuk fokus pada belajar, bukan
takut akan gagal. Alhasil kelasku lulus semua dengan nilai yang cukup
memuaskan.
Betapa aku
merasa beruntung bertemu dan belajar bersama Guru Sejarahku ini. Hal tersebut
semakin aku sadari ketika belajar di perguruan tinggi. Melalui mata pelajaran
Sejarah, beliau mengajari sejarah bukan hanya untuk mengetahui sejarahnya
tetapi memahami esensi dibalik peristiwa sejarah.
Sekarang aku
kuliah di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, salah satu fakultas favorit di
UGM. Aku tak hanya belajar mengenai bagaimana cara membuat laporan keuangan
yang baik, tetapi aku belajar bagaimana ekonomi bisa meningkatkan kesejahteraan
bangsa. Aku juga berusaha untuk mempelajari disiplin ilmu yang lain seperti
yang Ibu Ratna lakukan. Aku sekarang aktif di LSM advokasi dan bank sampah,
managemen pengelolaan sampah.
No comments:
Post a Comment