Tuesday, 25 September 2012

Sophee : Relasi Tak Semuanya Indah

Sejak malam itu aku banyak menghabiskan waktu bersama Eka. Setelah kuliah usai, Eka sering menjemputku. Rumah Eka menjadi tempat kami menghabiskan waktu bersama. Eka tinggal mandiri di rumah yang ia kontrak. Ia mengatur segala keperluannya sendiri.

Ketika akhir pekan tiba kami sering piknik ke daerah Kaliurang atau pantai-pantai di selatan Yogyakarta. Kadang teman-teman datang bergabung.

Kami suka berhayal ketika tidur-tiduran di pantai sambil menikmati semilir angin dan deburan ombak yang menyambut mesra. Kami sering berhayal masa depan kami berdua.

“Sayang, kapan mau pindah kerumahku?” Tanya Eka kepadaku
“Belum tahu bang, aku masih ingin focus kuliah dulu. Aku juga harus Tanya orang tua dulu kalau mau pindah. Kan mereka juga yang nyariin kos dulu” paparku.
“Hmm..asal orang tua ga tahu kan ga apa-apa”
“Iya sih, tetapi kan repot” jawabku mangut
“Ya sudah sih, tapi kalo kamu serius ma hubungan kita pikirin ya” pintanya
 
Ajakan Eka untuk tinggal bersama memberikanku keyakinan untuk menyusun masa depan bersamanya. Aku semakin yakin untuk tidak menikah dengan laki-laki walau hambatan besar menanti. Orang tuaku akan selalu bertanya “Kapan aku menikah” atau “Siapakah pacarku”.

Tak terasa aku sudah memasuki semester 5, kesibukan semakin bertambah. Tugas kuliah praktik semakin banyak dan aku harus mempersiapkan KKN yang akan aku tempuh di semester pendek antara semester 6 dan 7.

Eka juga demikian, pasar desain grafis yang semakin besar membuatnya semakin sibuk dengan pekerjaannya. Kami jarang bertemu dan lebih banyak berkomunikasi melalui BBM saja.
***
 
 Siang itu aku pergi ke Perpustakaan Kota di belakang Gramedia. Akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan waktu disana untuk mengerjakan tugas. Aku duduk di meja bundar di luar ruang perpustakaan. Aku menunggu Eka yang mau menjemputku, sudah lama kami tak bertemu.

Eka berjanji akan menjemputku pukul 3.30 sore, namun hingga pukul 4 sore dia belum muncul juga. Pegawai perpustakaan mulai menutup jendela dan membereskan buku yang berserakan di meja baca. Suasana semakin sepi ketika pegawai perpustakaan berangsur pulang.
“Nunggu jemputan mbak” Tanya salah seorang staf perpustakaan
“Iya mas, bentar lagi mau datang” jawabku singkat
 
Aku sudah mengirim BBM dan SMS kepada Eka tetapi belum dibalas juga. Aku memutuskan untuk menelpon dia, ternyata HP nya mati. Akhirnya aku putuskan untuk pulang sendiri, naik Transjogja yang terminal transitnya terletak tak jauh dari Gramedia.
 
Ketika aku dalam perjalanan bis ke kos, aku menerima BBM dari Eka. Aku kaget mendapat BBM darinya
“Km dimn kok ga ad?”
“Ak dh d transjogja, otw kos” jawabku singkat
“lha kok gt, ak capek-capek belain jemput lu!”
“Maf, td ak tngg g dtng2, aku hub jg ga bls” aku berdalih
“Gw kan sbuk, sbr donk! Bsk g ush jmpt2 sgla!”
 
Aku diam tidak membalas BBM terakhirnya. Baru kali ini Eka berkata sekasar itu, biasanya ia lemah lembut denganku. Mungkin dia sedang kecapekan pikirku. Hingga malam hari kami tak saling memberi kabar.
 
Beberapa hari kami tidak saling komunikasi. Ketika aku menghubungi melalui BBM dia juga tidak membalas. Kami bertemu secara tidak sengaja ketika aku berkunjung ke rumah Icha. Pintu kamar Icha terbuka, disana sudah ada Lita dan Rahma yang sedang asyik becanda. Eka yang sedang tiduran disana.
 
“Hai semua” aku mengucapkan salam
“Hi Sof, dari mana lu?” Icha bertanya
“Iya nih, baru aja slese ngerjain tugas” jawabku mangut
Tiba-tiba Eka beranjak dari tempat tidur. Ia pergi tanpa mengucap sepatah kata padaku. Hanya pamitan saja kepada teman-temanku. Teman-teman bertanya ada apa dengan kami, aku pun tak tahu secara pasti. Tetapi aku merasa hubungan kami sudah tidak sehat lagi.
Malam hari aku pulang ke kos. Terkaget melihat Eka berdiri di depan kosku.
“Aku ingin bicara ma kamu!” katanya tegas
“Mau bicara apa bang, masuk dulu deh” aku membuka pintu kos yang terkunci, sedikit gugup mendengar nada Eka yang tinggi.
“Kamu sombong ya sekarang!”  bentaknya
“Sombong gimana bang?” tanyaku lirih
“Ga pernah nyapa, ga respect ma aku lagi” Eka semakin menjadi. 
 
Aku diam saja tak membantah, ada rasa takut kepadanya. Aku bisa saja berdalih, tetapi alasan-aslaan itu membatu ketika bertatap muka dengannya.
Malam itu, setelah pertengkaran usai, Eka menginap di kosku. Kami mencoba untuk menganggap bahwa semua baik-baik saja. Kami mulai mencintai kembali dan menganggap semua itu sebagai angin lalu.

Sejak saat itu aku lebih suka menurut karena dengan begitu hubungan kami menjadi baik-baik saja. Aku yakin masih bisa menggapai masa depan kami berdua. Tinggal berdua bersamanya membentuk keluarga sederhana yang bahagia seperti yang orang tuaku miliki.


--------------------------------------------bersambung---------------------------------------------

Kota Kinabalu #7 : Dari Gunung, Raflesia, Canopy Track, Hingga Pemandian Air Panas

Hari dimana suatu petualangan berakhir akhirnya tiba. Besok aku akan bertolak ke Jakarta dan segera kembali ke rutinitas biasa. Tapi sebelum aku pergi meninggalkan Kota Kinabalu, kota pesisir di ujung timur pulau Borneo. Aku merencanakan pergi ke salah satu wold heritage site, yaitu Kinabalu Park.

            Taman ini di deklarasikan menjadi salah satu world heritage site pada tahun 2000 oleh UNESCO. Tempat ini juga yang menjadi titik awal pendakian ke Gunung Kinabalu yang memiliki ketinggian 4,095 (Low’s Peak).

            Perjalanan dari Kota Kinabalu ke Kinabalu Park menempuh waktu normal sekitar 90 menit. Punggung bukit dan jurang menjadi kawan perjalanan di kanan-kiri jalan. Gunung Kinabalu yang besar menjulang menjadi titik arah perjalanan kami.

            Sesampai di Kinabalu Park kita bisa melihat berbagai informasi mengenai Gunung Kinabalu dan tempat wisata sekitar di museum atau pusat informasi disana. Gunung Kinabalu terlihat snagat tinggi menjulang, tetapi bisa dikatakan gunung ini merupakan gunung kategori tinggi yang mudah diakses. Sayangnya kita tidak bisa mendaki gunung tanpa seorang pemandu. Kita pun tidak diperkenankan menginap di tenda karena sudah disediakan pondok di atas gunung.

            Jika ingin mendaki gunung ini kita harus merogoh kocek sebesar RM 1,000 yang meliputi akomodasi, makanan, asuransi dan pemandu. Peraturan diatas benar-benar menghapus keinginanku naik gunung. Di Indonesia kita bisa mendaki gunung secara bebas, tapi Malaysia memiliki aturan tersendiri.

            Walaupun kita tidak ingin mendaki gunung, kita bisa berjalan menyusuri Kinabalu Park yang memiliki berbagai pohon khas Sabah. Seusai menyusuri Kinabalu Park rombonganku kemudian pergi menuju Poring Hot Spring.

            Poring Hot Spring adalah pemandian air panas terbuka yang tidak terlalu jauh dari Kinabalu Park. Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk menuju tempat ini. Di tengah perjalanan ke tempat ini kita bisa menyaksikan Kebun Raflesia. Untuk melihat bunga ini kita harus merogoh kocek RM 20, cukup mahal bagiku.

            Dengan pengharapan melihat bunga langka ini aku merelakan uangku yang bersisa sedikit. Tidak seperti yang aku bayangkan, ternyata bunga raflesia yang ada ditempat ini tidak sebesar yang aku bayangkan. Tapi tak apalah, aku telah berkesempatan melihat bunga langka ini.

            Perjalan akhirnya sampai di Poring Hot Spring. Selain memiliki pemandian alam terbuka, tempat ini juga memiliki canopy track dengan ketinggian sekitar 43 m dan terdiri dari lima track yang harus dilalui. Sebelum mencapai canopy track kita harus mendaki sekitar 500 meter terlebih dahulu.  Jalan pendakian tergolong mudah apalagi karena jalan sudah tertata rapi.

            Berjalan di canopy track memberikan keindahan alam yang klise karena kemanapun aku pergi menjelajah hutan, aku selalu menemukan keindahan alam yang selalu menarik buatku. Tetapi berjalan di canopy track adalah sebuah tantangan bagiku. Tantangan tersebut aku jawab dengan mengalahkan ketakutanku pada ketinggian.

            Aku merasa lemah disana karena dikelilingi oleh berbagai resiko kematian. Tetapi, petualngan-tetaplah petualangan. Semua itu tetaplah menarik!

            Seusai bergelantungan di atas canopy walk aku bergegas menuju pemandian panas terbuka. Waktu itu tempatnya tidak terlalu ramai jadi aku dengan leluasa menikmati relaksasi air panas. Sebuah akhir yang menyenangkan, aku baringkan tubuhku dalam air panas, kututup mataku sejenak. Akhirnya aku besok pulang juga, aku rindu ibuku.

Kota Kinabalu #6 : Pasar Mingu dan Cerita Sungai

Petualangan memang menyenangkan tetapi tubuh ada batasnya juga. Akumulasi kelelahan terasa pagi ini setelah bangun dari tidur. Walau lelah, keingintahuanku akan kota ini masih memberikan energi untuk membelah seluk beluk kota ini.

            Pagi ini aku mulai dengan membedah Sunday Market di Gaya Street. Pasar ini buka dari jam 6 pagi hingga jam 1 siang, bisa dikatakan pasar ini mirip dengan Sunday Morning UGM. Di pasar ini kita bisa membeli barang-barang seperti makanan ringan khas kinabalu yang lebih nampak seperti makanan cina, pakaian, souvenir hingga hal-hal unik seperti kayu penjinak binatang buas.

            Harga yang ditawarkan di pasar ini tidak jauh berbeda dengan harga barang-barang di toko. Bagiku itu lebih baik karena bisa menghemat beberapa ringgit atau sen untuk keperluan yang lain. Keramaian di pasar ini bisa menjadi suatu hal yang manarik. Terdapat suatu keharmonisan antar etnis disini. Walau di dominasi oleh etnis Melayu dan Cina, tapi aku bisa melihat interaksi etnis Arab dan India disini. Mereka saling bercakap dengan beberapa bahasa yang tidak aku pahami. Mereka saling melakukan jual beli, dan tak lupa saling senyum antar sesama.

            Malaysia sejauh yang aku pahami adalah Negara Islam, tetapi hal itu tidak membuat matinya keanekaragaman disini. Justru seolah nilai Islam semakin hidup di tengah keanekaragaman itu.

            Usai berbelanja di pagi hari kemudian aku pergi ke daerah Sungai Klias. Jarak antara Kota Kinabalu dengan Klis sekitar 120 km dengan waktu tempuh sekitar 90 menit. Dari sekian lama perjalanan yang aku lalui baru pertama kali ini aku melihat hamparan padi luas di sepanjang jalan menuju Sungai Klias. Sabah tak beda jauh dari Indonesia.

            Sesampai di Sungai Klias pemandu sudah siap menyambut. Kali ini aku akan menyusuri Sungai Klias sembari melihat binatang liar yang hidup dalam area konservasi ini. Setelah semua perlengkapan siap, aku menaiki kapal dengan beberapa rombongan lain.

            Penyusuran sungai kami mulai secara perlahan. Sungai Klias tergolong terawatt karena aku tidak menemukan sedikitpun sampah industry disini. Kekayaan alam Malaysia benar-benar dijaga dengan baik. Seharusnya Indonesia juga bersikap sedemikian rupa.

            Di sepanjang sungai aku melihat beberapa hewan liar seperti biawak yang berjemur diatas ranting pohon, proboscis monkey yang berloncatan di anatara pohon-pohon, begitu juga silver laguor monkey. Melihat binatang-binatang ini bertingkah alami di alam bebas lebih menyengkan daripada melihat pertunjukkan atraktif pada animal show di kebun binatang.

          
          Ada sebuah keharmonisan antara alam, manusia dan binatang di Sungai ini. Manusia memang memperoleh keuntungan atas berkah alam, tetapi mereka tidak serakah dengan menjamah semua kekayaan alam yang ada. Mereka turut menjaga kekayaan alam itu untuk hari ini dan masa depan anak cucu mereka.

Kota Kinabalu #5 : Sangkar Binatang

Waktu terasa cepat disini, petualangan demi petualangan telah aku lakukan. Hari ini aku akan pergi ke Lok Kawi Wildlife Park. Perjalanan aku mulai sekitar pukul 8.30, aku berjalan menuju bus stop untuk city bus yang ada di Kota Kinabalu. Kalau tidak salah aku ambil jalur 1B karena yang paling dekat dengan hotelku.

            Bus terlihat seperti transjogja yang bercorak hijau kuning, tetapi lebih besar dan berfasilitas layaknyabis pariwisata mahal. Menaiki bis ini layaknya berwisata keliling kota dnegan harga proletar karena kita cukup membayar 50 sen untuk mengelilingi separuh Kota Kinabalu.

            Aku berhenti di pemberhentian bis terakhir yaitu di terminal wawasan, aku bertemu dengan orang Indonesia yang bekerja disini. Kebanyakan mereka berasal dari Sulawesi. Tidak heran juga ada orang yeng mengenakan t-shirt “Bandung Underground” dan “I Love Indonesia”.

            Dari terminal bis ini kita bisa naik bis dengan berbagai jurusan dan nanti turun di daerah Donggokan. Saran dari artikel yang aku baca aku harus naik bis 16 A atau !7 A, tetapi kebetulan pak sopir menawarkan pengantaran langsung ke Lok Kawi dengan harga RM 70 antar-jemput. Jika kita ikuti saran di beberapa artikel internet, kita hanya akan dikenai RM 3.5 untuk naiki bis ini, kemudian kita harus naik taksi dengan perkiraan biaya RM 15-20. Aku memilih menggunakan jas apak sopir karehna lebih praktis menurutku.

            Sepanjang perjalanan aku melihat wajah-wajah pinggiran Kota Kinabalu yang mengingatkan aku dengan realitas. Di Kota Kinabalu, semuanya  bersih dan tertata dengan baik, tetapi disepanjang sisi luar Kota Kinabalu kita akan menemui kondisi masyarakat menengah bawah.

            Jarak antara Lok Kawi dengan Kota Kinabalu sekitar 25 km menuju barat daya. Aku cukup terhibur dengan perjalanan yang aku tempuh. Ada banyak rumah bajau disepanjang jalan, toko-toko unik yang tidak bisa ditemukan di Indonesia, serta pohon-pohon tinggi menjulang.

            Akhirnya kami sampai di Lok Kawi sekitar pukul 9.30. Kesan pertamaku terhadap kebun binatang ini adalah kebun binatang yang menarik dan megah. Aku tidak bisa membandingkan kebun binatang ini dengan gembiraloka di Yogyakarta.

            Untuk memasuki kebun binatang ini orang non-malaysia dikenai biaya RM 20. Disini kita bisa memilih utnuk naik kereta atau berjalan kaki. Jika ingin naik kereta maka kita akan dikenai biaya tambahan RM 3. Aku kira aku belum terlalu tua untuk menaiki kereta itu. Di kebun binatang ini kita akan berjalan sekitar 1.5 km dengan. Kita harus mempersiapkan air yang cukup karenakita akan berkeringat banyak akibat cuaca yang cukup panas disini.

            Disepanjang perjalanan kita akan melihat berbagai binatang di dalam sangkar yang cukup memadai untuk kehidupan binatang. Sangkar ini dibuat dengan background hutan yang cukup indah bagiku. Seolah kita sedang melihat mereka di alam liar.

            Penghuni di kebun binatang ini tidak jauh berbeda dengan penghuni di Gembira Loka Yogyakarta. Aku memang suka melihat binatang ini, tetapi akan lebih baik juga jika mereka hidup dialam bebas sana. Walau aku yakin mereka akn diburu lalu mati, tapi melihat beberapa binatang yang tertekan (stress) aku cukup prihatin dengan kondisi ini.

            Manusia telah berusaha sebaik mungkin untuk membuat artificial ecosystem  tetapi hewan tahu mana yang terbaik bagi mereka. Salah satu fasilitas yang disediakan adalah pertunjukkan binatang. Seolah tak bosan memuji infrastruktur disana, panggung pertunjukkan bianatang pun sangat luar biasa bagiku.

            Pertunjukkan itu menampilkan beberapa bianatang seperti orang utan, beberapa burung, ular dan musang. Penjinak binatang yang atraktif dan bianatang yang lucu mengundang tawa dan riuh sorak dari penonton. Tapi lagi-lagi aku diketuk oleh hatiku, bahwa binatang harus bebas. Para binatang mampu berkreasi sedemikian rupa setelah menjalani latihan yang panjang.

            Aku tahu hal ini sangat menarik, tetapi aku rasa lebih baik mereka bebas. Set them free, set me free!

Kota KInabalu #4: Jelajah Sungai

           Tidak terasa sudah 4 hari aku meninggalkan Yogyakarta. Biasanya aku disibukkan dengan kegiatan non kampus, tetapi hari ini rutinitas itu aku tanggalkan sejenak. Biarkan hamparan bukit, ketenangan laut dan kehangatan matahari menemani hari-hariku kedepan. Hari ini aku berencana untuk melakukan rafting.

            Kota Kinabalu memiliki dua tempat rafting yaitu Kiulu White River dengan level 2 dan Padas White River dengan level 3. Aku dihadapkan pada himpitan budget dan tantangan untuk memilih rafting. Jika pergi ke Kiulu White River anggaran yang dibutuhkan sekitar RM 160 sedangkan jika aku pergi ke Padas White River anggaran yang aku butuhkan sekitar RM 235.

            Melihat keterbatasan yang ada aku memutuskan untuk melakukan rafting di Kiulu White River. Perjalanan dari hotel menuju basecamp rafting membutuhkan waktu 90 menit menggunakan bis. Kebetulan aku pergi dengan menggunakan paket wisata jadi tidak perlu bergonta-ganti bis. Jika melihat sekeliling di perjalanan menuju basecamp. Kita pergi menuju ke daerah pegunungan yang agak terpencil dengan bukit-bukit hutan tropis.Aku menemukan beberapa rumah bajau di sepanjang perjalananku ke basecamp.

            Di dalam tour aku bersama beberapa siswa dari Australia bersama gurunya yang melakukan “ekspedisi” borneo. Tidak jelas apakah aktivitas yang mereka lakukan adalah ekspedisi atau hanya piknik biasa saja. Tapi taka pa, mereka cukup ramah dan terlihat sangat antusias.

            Sesampainya di basecamp guide kami membagikan alat-alat rafting, dan mulailah petualangan Kiulu White River dimulai. Pada awal petualangan aliran sungai ini tidak begitu deras, selanjutnya kita akan sedikit basah karena aliran cukup membuat adrenalin kita naik.

            Sungai ini dikenal sebagai tempat rafting kelurga jadi kondisinya tidak terlalu ekstrim. Cukup menarik dengan hutang yang menjalar di sepanjang sungai. Aku juga sempat melihat orang lokal disana mandi di sungai dan beberapa rumah mirip dengan rumah bajau.

            Beberapa kali kami berhenti untuk renang atau sengaja direnangkan karena pemandu kami membalikkan kapal kami. Sungguh menyenangkan walau air sungai cukup dingin bagiku. Rafting ini diakhiri setelah menempuh jarak sekitar 7 km dengan waktu 2 jam. Lalu kami naik bis dalam kondisi basah kuyup menuju tempat ganti yang tidak jauh dari tempat berhenti rafting.

            Bis mengantarkan kami ke suatu tempat wisata yang menjadi satu group dengan agen tour kami. Pemandangannya luar biasa disana, berada dipinggiran sungai dengan background hutan disisi sungainya. Airnya mengalir tennag dengan batu-batu putih kecoklatan dipinggirnya. Sesampai disana kami segera berganti pakaian. Kondisi toilet benar-benar kotor, dan hamper membuatku muntah. Baru kali ini aku melihat toilet kotor di Malaysia. Setelah berganti pakaian kami makan siang disana. Tidak ada yang special dengan makan siang disana.

            Setelah makan siang aku mencoba mencari foto-foto rafting yang diambil oleh pemandu. Aku sempat terkaget dengan harga yang tertera untuk membeli foto itu. Biayanya hamper sama dengan biaya travel rafting ini, benar-benar gila. Aku sedikitpun tidak merasa kecewa walau tidak memiliki foto raftingku di Malaysia. Dengan harga gila seperti itu,biarlah foto itu terkubur disana, maish ada kenangan dalam hati dan anganku ini, untuk selamanya.

            Aku merasa sedikit lelah setelah melakukan rafting. Perjalanan menuju hotel pun terkesan tenang, hamper semua turis tertidur. Hari yang menyenangkan, hari ini adalah hari dimana aku merasa muda lagi. :P

Kota Kinabalu #3: Hari Pulau

            Perlahan kegembiraan dan kesenangan mulai aku rasakan. Sedikit keingintahuan mengenai seluk beluk kota ini menjadi semangat tersendiri untuk selalu melangkah, bertanya, dan mengamati sekitar. Hari ini adalah hari pulau, aku akan pergi ke dua pulau yang direkomendasikan oleh seorang kawan, yaitu Pulau Manukan dan Pulau Sapi.
 
              Pagi pukul 8.30 aku menuju Jesselton Point untuk membeli tiket kapal menuju kedua pulau tersebut. Untuk menikmati keindahan kedua pulau ini kita harus merogoh kocek sebesar RM 27 untuk biaya kapal, RM 7.2 tiket masuk jesselton point, dan RM 10 untuk biaya konservasi (dibayar ketika tiba di pulau). Biaya konservasi dikenakan karena kedua pulau tersebut termasuk dalam Sabah Park, khususnya Tunku Abdul Rahman Park.

            Manajemen tempat ini cukup baik karena kita tidak akan kebingungan mencari info atau kapal keberangkatan kita. Kondisi pelabuhan sendiri sangat bersih, berbeda dengan pelabuhan Indonesia yang kotor dan bau. Saya kira inilah yang harus dipelajari oleh bangsa kita, menjaga potensi lokal. Kota Kinabalu adalah kota kecil, tetapi kota ini memiliki infrastruktur yang sangat baik. Perilaku penduduk yang ramah juga menjadi suatu hal yang istimewa disini. Satu hal lagi, mereka turut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan dan ketertiban kota, seperti masalah parkir.

            Sebelum menuju pulau aku menyewa alat snorkel dengan harga RM 10. Setiap komponen snorkeling dikenai biaya RM 10, cukup mahal bagiku apalagi ketika aku melihat harga snorkel disana hanya berkisar RM 65.

            Tak perlu menunggu lama, seorang petugas menghampiriku dan kapal pun mulai dijalankan dengan laju yang cepat. Untuk menuju Pulau Manukan hanya diperlukan waktu 15 menit. Tetapi waktu itu ditempuh dengan laju yang cepat sehingga kita harus siap berbasah-basahan oleh ombak Laut Cina Selatan.

            Pulau Manukan terlihat cukup ramai dilihat dari kejauhan. Ketika aku berlabuh ke pulau ini, keadaan sekitar tak jauh berbeda dengan pulau-pulau di Karimunjawa. Hamparan pasir putih, pohon kelapa dan cemara disepanjang pantai menjadi ciri yang sama. Namun ada yang berbeda, fasilitas tempat ini lebih memadai seperti toilet gratis, tempat mandi terbuka, lapngan bola, tempat bermain anak, homestay, kafe bahkan spot melihat sunrise di atas bukit.

            Sebelum aku menyewa snorkel aku berharap bisa menikmati keindahan bawah laut Pulau Manukan, tapi sayangnya aku harus bersiap kecewa. Tidak ada hal menarik dibawah laut yang bisa kulihat. Aku putuskan untu tidak berlama-lama di pulau ini. Aku ebrharap aku bisa menikmati keindahan bawah laut di Pulau Sapi.

            Untuk pergi ke pulau lain kita hanya perlu menunggu kapal dari perusahaan yang kita sewa. Ada banyak kapal yang bolak-balik ke Pulau jaid kita bisa menaiki kapal kapan saja. Kebetulan aku naik kapal Island Express waktu itu dan kapal ini benar-benar express.

            Jarak tempu dari Pulau Manukan dan Pulau Sapi sekitar 10 menit. Ternyata disana lebih ramai lagi. Pemandangan pulau menurutku biasa saja seperti pulau yang lain. Tetapi terdpaat beberapa meja kafe disepanjang pantai. Kutaruh task u dipinggir pantai lalu aku berlari menuju laut berharap menemukan ikan-kan cantik disana. Akhirnya aku harus kecewa, pulau ini sama saja dari pulau sebelumnya.

            Walau demikian menghabiskan waktu berenang di pantai juga cukup menarik bagiku. SEtelah terasa lapar aku menuju kafe dengan menu sea food, western, oriental di dekat pantai. Hanya ada satu kafe disini bernama Kafe Sapi. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau.

            Tidak banyak aktivitas yang aku lakukan disini. Ketika jam menunjukkan pukul 3 sore, aku bergegas untuk pulang. Saatnya kembali ke lingkungan kota.

            Sesampai di kota aku istirahat sejenak. Sore hari setekah itu aku habiskan dengan pergi ke mall. Di mall yang bersebarangan dengan hotel, yaitu Suria Sabah terdapat bioskop dan kebetulan Harry Potter sedang diputar disana. BIaya tiket sekitar RM 8, cukup murah.

            Bioskop disini lebih besar dari XXI di Indonesia, tetapi tak banyak pengunjung yang melihat film. Mungkin hanya sekitar 7 orang. Mall Suria Sabah ini sangat besar, tetapi hanya memiliki sedikit pengunjung. Saya bergumam bagaimana mereka dapat survive dengan pengunjung sedikit dan bebean biaya operasional sebesar ini. Tapi inilah Malaysia, Welcome to Malaysia!

Kota Kinabalu #2 : Perencanaan

Hari kedua adalah hari kemalasan yang menggerayangi tiap detik yang aku lalui. Aku bangun agak siang kemudian pergi untuk sarapan. Aku turun menuju ground level, eh ernyata sarapannya berada di lantai 4. Duh, naik lantai 4 lagi. Disana sudah ramai orang dengan berbagai etnis dari belahan timur laut dan barat sana. Crowstophobia ku sedikit-sedikit bangkit, seolah aku diteror ketika disana. Bagaimana tidak, aku merasa semua orang nelihat gerak-gerikku disana. Huft!

            Ketika memasuki kafe aku ditanya oleh breakfast staf disana. Ternyata aku harus memiliki voucher untuk memperoleh sarapan gratis, padahal memang sarapan di hotel itu gratis untuk semua penghuni. Resepsionis lupa memberikan voucher kepadaku, akhirnya kau lagi-lagi harus menungggu.

            Setelah sekian lama menunggu akhirnya aku masuk ruang makanan melimpah tersedia. Tak sabar aku cicipi makanan disana. Makanan sarapan yang disediakan tidak jauh beda dengan makanan sehari-hari Indonesia. Aku kira ada yang beda, ternyata tidak. Tetapi untuk membunuh rasa lapar, apapun makanannya yang penting kenyang.

            Tidak ada rencana untuk hari ini kecuali memperoleh semua informasi mengenai tempat wisata dan transportasi kesana. Setidaknya aku pergi ke beberapa tempat untuk mencari infor tersebut, yaitu di Jeselton point (dekat pelabuhan kapal) dan Wisma Sabah. Jika dikomparasikan harga paket di Jesselton point lebih murah. Informasi yang disediakan disana juga tidak jauh beda.

            Puas dengan informasi yang aku peroleh kemudian aku pergi ke sebuah restoran italia bernama little Italy. Restoran itu merupakan salah satu restoran yang dianjurkan oleh tripadvisor. Walau banyak kawan yang mengatakan untuk tidak terlalu percaya dengan tripadvisor, tetapi dengan keterbatasan informasi. Apa boleh buat aku percaya saja dengan nasehat website itu.

            Diluar dugaan kafe itu sangat ramai. Suasana sangat italia sekali dengan kostum yang dipakai oleh para pegawainya. Aku memilih kuliner khas Itali yang susah aku ucapkan namanya. Rasanya luar biasa, dengan harga kurang dari Rp. 70.000 aku bisa menikmati makanan khas italia.

            Waktu seolah berjalan cepat disini. Sore hari aku pergi ke Explanade untuk mengambil beberapa foto. Tugu unik yang berbentuk ikan hiu pedang cukup unik dilihat. Saya kurang tahu adakah relasi antara hiu pedang dengan Kota Kinabalu. Mungkin itu hanya hiasan saja.

            Kaki aku langkahkan kearah barat menuju Filiphono market. Lagi-lagi saya tidak tahu kenapa pasar ini diberikan nama Filiphino market. Pasar ini menjual berbagai kerajinan seperti yang dijual di seputaran Beringharjo, Yogyakarta.  Tak banyak barang yang membuatku tertarik untuk membeli. Harga souvenir disana cukup mahal mengingat uang saku yang terbatas. Aku putuskan untuk melihat terlebih dahulu, dan membeli diakhir liburan nanti.

            Aku masih tertarik untuk melihat-lihat souvenir, lalu aku menuju pasar berikutnya yaitu nigt market. Saat itu jam menunjukkan waktu 6.30, aku kira masih pukul 5 karena masih terang disini.Aku lupa bahwa kota ini dekat dengan garis kuator.

            Jarak filiphino market dengan night market tidak terlalu jauh, kurang lebih 1 km. Pasar buka pukul 4 sampai 11 malam, tetapi ketika kami sampai disana pukul 7 malam, banyak pedagang yang baru membuka stand. Merka menjual baju-baju, bukan souvenir seperti yang aku harapkan.

            Lapar kembali menderu, aku putuskan untuk membeli makanan lokal disini. Letaknya tidak jauh dari Filiphono market. Semua makanan disini menawarkan makanan sea food. Kita bisa memilih sea food yang ingin kita makan dengan harga yang cukup murah. Tidak ada makanan unik disini, tetapi kualitas sea food yang baik menjadi menu yang luar biasa untuk malam kedua di Kota Kinabalu.

Thursday, 20 September 2012

Arti Guru Sejarah Bagiku; Ibu Ratna



Aku tersipu malu ketika ingat betapa aku membenci Guru Sejarah SMAku, Ibu Ratna. Beliau berjilbab besar menutupi tubuhnya yang dibawah rata-rata, tetapi ketika berbicara suaranya sangat lantang. Cara mengajarnya cukup eksentrik. Pada awalnya aku dan teman-temanku kebingungan dengan metode beliau. Alhasil waktu ujian kelas sepuluh tiba, nilai ujianku dan teman-teman tak memuaskan. Aku dan teman-temanku secara lantang menyalahkan beliau karena ketika mengajar, beliau tidak pernah memberikan kami catatan atau kisi-kisi soal yang memudahkan soal ujian kami.

Ketika aku beranjak ke kelas sebelas aku memilih kelas sosial sebagai kelas lanjutanku. Mata pelajaran sosial semakin bertambah banyak porsinya. Dan lagi-lagi aku bertemu dengan Ibu Ratna yang mengampu mata pelajaran Sejarah. Lagi-lagi ketakutan dan pesimisme menyambut kedatangan beliau. 

Bagaimana kami tidak pesimis jika kami banyak menghabiskan waktu di laboratorium sosial. Kami menonton film, presentasi kreatif dan diskusi ringan seputar sejarah saja. Beliau jarang sekali membuat catatan di papan tulis sehingga buku catatan sejarahku lumayan sepi tulisan. Namun beliau selalu mewanti-wanti kami untuk selalu giat membaca, tidak hanya buku teks sejarah tetapi buku lain yang terkait. Hal-hal yang pada awalnya sangat kami tidak sukai “membaca buku”.

Suatu hari beliau mengajak kami pergi ke Fakultas Teknik UGM untuk memperlihatkan bagaimana manusia purba di zaman logam membuat peralatan hidupnya. Aku berpikir kenapa sampai sejauh ini hanya untuk tahu bagaimana manusia purba membuat peralatan hidupnya.  

Tetapi ternyata kunjungan tersebut sangat berkesan bagiku. Kami tahu secara persis bagaimana teori-teori di buku bisa dipelajari dengan cara yang menyenangkan. Selain itu, untuk pertama kalinya aku memasuki kampus angker “UGM”, universitas impianku. Beliau juga mengajarkan mengenai multidisiplin ilmu dalam belajar, ilmu sebagai sebuah hal yang tidak terpisahkan satu sama lain. 

Memasuki kelas tiga kami mulai lebih dekat dengan beliau. Beliau tidak hanya menemani kami belajar ketika jam kelas dimulai tetapi juga diluar kelas. Beliau selalu menyemangati ketika kami memperoleh diskriminasi dari guru-guru kami yang mengatakan bahwa “Semakin banyak kelas sosial maka mutu sekolah semakin rendah” . 

Ada hal yang sangat unik waktu itu. Beliau dengan bangganya menunjukkan beberapa pernik souvenir buatannya. Beliau juga mengajak kami untuk menjelajah ilmu kewirausahaan dengan mengajarkan teknik-teknik pembuatan souvenir atau cinderamata. Berbagai iming-iming beliau tawarkan agar kami tertarik kedalam wirausaha.

Tiba saatnya kami pada ujian nasional yang sangat meneganggakan, ancamannya adalah tidak lulus. Dengan tenang beliau memotivasi kami untuk fokus pada belajar, bukan takut akan gagal. Alhasil kelasku lulus semua dengan nilai yang cukup memuaskan.

Betapa aku merasa beruntung bertemu dan belajar bersama Guru Sejarahku ini. Hal tersebut semakin aku sadari ketika belajar di perguruan tinggi. Melalui mata pelajaran Sejarah, beliau mengajari sejarah bukan hanya untuk mengetahui sejarahnya tetapi memahami esensi dibalik peristiwa sejarah.

Sekarang aku kuliah di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, salah satu fakultas favorit di UGM. Aku tak hanya belajar mengenai bagaimana cara membuat laporan keuangan yang baik, tetapi aku belajar bagaimana ekonomi bisa meningkatkan kesejahteraan bangsa. Aku juga berusaha untuk mempelajari disiplin ilmu yang lain seperti yang Ibu Ratna lakukan. Aku sekarang aktif di LSM advokasi dan bank sampah, managemen pengelolaan sampah.




Wednesday, 19 September 2012

Kota Kinabalu: Awal Petualangan

Siapa yang menyangka bahwa aku akan pergi ke Kota Kinabalu. Dulu aku sempat berharap bahwa perjalanan keluar negeri pertamaku adalah pergi ke Negara Kuba dengan sistem sosialisnya yang tampak muluk di literatur yang aku baca. Tak disangka, aku harus membuang cita itu karena harus pergi ke Nepal tahun 2010 lalu dan sekarang harus pergi ke Malaysia. Entah kapan aku bisa ke negara Che Guevara itu.

            Perjalanan dimulai dari Yogyakarta tanggal 26 Juli 2011. Sekitar pukul 15.40 aku pergi menuju Jakarta menggunakan Air Asia. Ketika aku memesan tiket pesawat ke Kota Kinabalu tidak ada penerbangan langsung, padahal kawanku mengatakan ada tiket langsung dari Yogyakarta ke Kota Kinabalu satu minggu yang lalu. Jadi aku harus ke Jakarta terlebih lalu terbang ke Kota Kinabalu, masih menggunakan pesawat yang sama, sama murah yaitu Airasia.

            Setibanya mendarat di Jakarta aku terburu-buru pergi ke Imigrasi setelah melihat banyak penumpang yang akan meninggalkan Indonesia. Aku segera bergegas segera menuju boarding pass agar tidak terlambat. Rencananya aku akan makan siang di boarding pass agar tidak terlambat. Di kantor imigrasi terlihat beberapa anak pramuka yang menjadi kontingen Indonesia untuk suatu even diluar sana. Antrian menjadi panjang karena mereka cukup banyak.

            Setelah lepas dari urusan imigrasi yang melayani warganya dengan kurang ramah. Sebuah kontradiksi padahal Indonesia terkenal memiliki warga negara yang ramah. Aku bergegas mencari restoran atau kafe disana. Tidak diduga aku hanya memiliki sedikit opsi untuk memuaskan rasa alaparku. Terhitung ada Excelso, Starbuck dan sejenisnya yang jelas bukan seleraku. Niat untuk makan siang aku tunda, berharap bisa membelinya di dalam pesawat.

            Setelah sekian menit menunggu di boarding pass, terdengar sayup pengumuman bahwa pesawatku ditunda selama sekitar 40 menit. Kekecewaan tidak hanya datang dariku saja tetapi penumpang yang lain. Sebenarnya aku tidak perlu kaget, Airasia memang gemar terlambat. Mau tak mau juga harus dimaklumi juga. Mungkin dengan tiket seharga separuh tiket Garuda Indonesia aku harus memaklumi ketidaknyamanan yang terjadi.

            Menunggu bukan suatu hal yang menyenangkan bagiku. Bisa dikatakan menunggu adalah hal paling membosankan bagiku. Walau akhirnya tahap inilah yang harus aku lalui sebelum duduk manis di kursi pesawat. Akhirnya pesawat tiba, mereka memanggil penumpang hot seat (baca: vip class) terlebih dahulu. Sebagai penumpang kelas ekonomi, aku menyadari bahwa mereka punya hak akan hal itu. Atas nama ketertiban aku meng-amini prosedur itu. Namun sayangnya, mereka memanggil semua penumpang ekonomi tanpa interval sehingga membuat sedikit kekacauan ketika penumpang ingin masuk.

            Kekacauan demi kekacauan datang, taka apalah akhirnya duduk juga. Pesawat segera take off, hal yang aku tunggu-tunggu. Dua setengah jam segera aku lalui untuk tiba di Kota Kinabalu. Di depan kursi terdapat beberapa menu makanan yang bisa memesan. Dari buku menu, air ludahku tak berhenti mengalir. Aku bergumam, ini tak hanya cukup untuk membunuh rasa laparku, tetapi juga menambah wawasan kulinerku.

            Secara perlahan pramugari mendatangi penumpang. Kebetulan tempat dudukku ada di tengah pesawat sehingga aku harus cukup bersabar. Akhirnya tiba juga, genderang perut semakin kuat memberontak. Ketika aku mememesan, tak disangka semua menu di buku itu tidak tersedia di dalam pesawat yang kutumpangi. Buku itu hanya sebuah “cover” saja. Makanan yang tersaji hanyalah snack “snicker”, mie, kue dan minuman ringan. Akhirnya kekecewaanlah yang aku telan, terpaksa menahan lapar sampai tiba di hotel.

            Pesawat mendarat di Kota Kinabalu sekitar pukul 12.30 malam. Aku tidak melakukan pekerjaan berat hari itu tapi badan ini serasa lemas akibat kejenuhan menunggu beserta kekacauan yang menyertainya.

            Hari ini adalah hari dimana kesabaranku diuji. Tiba tengah malam, lalu bergegas menuju kamar hotel di lantai 12. Ternyata kamar hotel yang aku terima tidak sesuai dengan jenis kamar yang telah aku pesan. Lagi-lagi aku harus menunggu. Beruntung roomboy agak sigap, aku berterima kasih atas kecekatannya. Berselang sekitar 10 menit, roomboy kembali menghampiriku. Aku harus berganti kamar ke lantai 11. Setelah naik, akhirnya turun lagi. Roomboy memberikan kartu kunci, tetapi tak disangka pintu tak bisa dibuka. Lagi-lagi roomboy harus turun ke resepsionis untuk mengganti kamar lagi.

            Akhirnya kurang lebih pukul 1 malam, aku mendapat kamar. Pemandangan malam cukup menarik diluar sana. Hamparan kemilau laut malam cukup mengesankan. Sayangnya, aku terlalu lelah untuk menikmati romantisme malam ini. Terlalu lelah untuk merasa. Tidur adalah hasrat satu-satunya yang ingin penuhi mala mini. Selamat malam!

Sophee: Yogyakarta; Komunitas dan Cinta Baru



Tinggal di Yogyakarta semakin alam aku semakin cinta dengan kota pelajar ini. Jauh dari orang tua menjadi tantangan sendiri untukku untuk mandiri. Namun dibalik tantangan untuk hidup mandiri, kebebasan memberikan banyak pilihan untukku. 

Aku sedikit demi sedikit mengetahui bahwa aku berbeda dari perempuan lainnya. Aku yakin aku pernah jatuh cinta dengan perempuan dan akan jatuh cinta dengan perempuan lagi.

Berangkat dari jejaring sosial Facebook, aku bertemu dengan teman-teman senasib. Kami kadang berkumpul di kafe 24 jam yang terletak di selokan mataram atau Kafe Sungai Susu di utara Ambarukmo Plaza.

Rutinitas kuliah yang cukup padat dan tugas yang menumpuk kadang membuatku jenuh. Akhir pekan benar-benar menjadi  sebuah perayaan atas kerja keras yang telah aku lakukan. Rencananya malam ini aku dan teman-temanku akan hang out di Ayam Goreng Kentaki, tak jauh dari Tugu Yogyakarta.

Jam tanganku menunjukkan pukul 7 malam, nada pesan BB berbunyi. Aku cek segera BBM, pesannya singkat.

“woy lu dmn? Kt dah nunggu km” BBM singkat dari Icha.
Icha adalah panggilan kami untuknya. Perempuan asli jogja ini sangat cantik, rambutnya panjang terikat rapi. Tidak hanya cantik, ia sangat ramah juga. Saat ini Icha masih kuliah di akademi keperawatan.
“otw KFC” balasku singkat sambil tersenyum. Aku sangat antusias bertemu dengan teman-teman baruku di Jogja.

Aku segera bergegas mengunci kos dan berjalan menuju kos teman yang tak jauh dari kos ku di daerah Karangmalang. Setibanya di kos temanku, aku melihat dia juga sudah siap untuk berangkat.

“Lu udah siap, Lita?” tanyaku memastikan. Lita adalah perempuan kelahiran Jakarta, ia menyelesaikan studinya di jurusan komunikasi. Saat ini bekerja sebagai marketing manager di sebuah agen pariwisata di Yogyakarta.

“Iye, udah, yuk berangkat. Kamu bawa helm kan?”
“Ini, yuk berangkat” aku menunjukkan helm yang aku bawa

Dari Karangmalang ke Ayam Goreng Kentaki tidak begitu jauh, hanya membutuhkan sekitar 15 menit dari kosku. Disana teman-temanku sudah berkumpul.
“Ah kalian mesti telat datangnya” Icha seolah kecewa
“Iya nih, Lita dandan mulu dari tadi, jadinya telat”  Dalihku
“Kurang ajar lu ya, guwa nunggu lu datang ke kos guwa” balas Lita

Kami duduk di sofa panjang yang berada disisi luar. Banyak sekali orang yang nongkrong di akhir pekan ini.
“Eh lu serius amat” Lita menyapa Rahma yang sibuk membaca bukunya.
“Ah..engga juga kok, cuma mau selesein halaman terakhir aja” Balas Rahma sambil menekan kacamatanya. Rahma adalah perempuan asal Malang, dia adalah sukarelawan dalam sebuah LSM yang bergerak di bidang advokasi perempuan.

“Eh bro..kenalin temanku guwa, namanya Eka” sela Icha memperkenalkan temannya yang duduk disampingnya. Eka adalah perempuan asal Medan, tubuhnya ramping, rambutnya dipotong spike . Saat ini bekerja di salah satu perusahaan desain grafis di Jogja.
“Halo Eka, salam kenal” aku menjabat tangannya.
“Hi..”jawabnya singkat 

Kesan pertaa bertemu dengan Eka, dia adalah sosok yang dingin dan kaku. Tetapi lama kelamaan kami bisa berbicara panjang lebar. Eka punya banyak pengalaman dari hidupnya yang keras. ia sudah hidup mandiri setelah lulus SMP, kedua orang tuanya bercerai dan tak ada yang mengurusnya selain kedua kakek-neneknya. 

“Sof, kamu pernah modeling belom?” Tanya Eka
“Eh modeling? Model apa?” tanyaku penasaran
“Ya…..jadi model apa aja”
“Sofi mah cocoknya jadi model popok bayi, lihat aja mukanya yang unyu gitu” Icha mencubit pipiku yang tembem.
“Ah apaan sih Icha.”  
“Menarik juga sih, tapi ya belum pernah sama sekali” jawabku
“Ah itu gampang, nanti aku hubungi kamu lebih lanjut ya”
“Oke ditunggu lo ya” aku mengurai senyum tipisku
“Cie cie..” seru Icha dan Lita

Walau hari sabtu adalah penghujung minggu. Tetapi bagiku malam minggu bisa menjadi malam dimana kisah-kisah akan dimulai. Malam minggu bagiku sangat menyenangkan.
***

Jika kelas usai dan aku tak ada tugas kuliah, biasanya aku pergi main ke rumah Icha. Disana teman-teman berkumpul untuk menghabiskan waktu atau curhat mengenai masalah yang sedang dihadapi. Hari ini aku pergi ketempat Icha, bukan untuk menghabiskan waktu bersamanya tetapi menunggu Eka yang katanya mau mengajak aku main-main di studionya.

Ketika aku sedang asyik mengobrol Icha, Eka datang mengetuk pintu yang terbuka. Ia mengalihkan perhatian kami. 

“Halo semua, lagi asik ya?” Eka menyapa
“Enggak kok, lagi nungguin kamu, nih Sofi udah ga sabaran” Icha menggoda. Aku hanya diam saja, tersipu malu menanggapi Icha. Eka hanya bisa tersenyum tipis.
“Kamu udah siap?” taya Eka
“Yuk berangkat” jawabku
“Aku berangkat dulu ya, Cha” aku pamit kepada Icha
“Iya, have fun ya!” serunya menyemangati.

Aku pergi bersama Eka menuju studionya yang berada di Jalan Moses Gatotkaca, selatan Universitas Sanata Dharma. Studio yang dimiliki Eka tidak begitu besar, namun studionya tertata rapi. Warna putih mendominasi desain studio dengan pajangan foto-foto model dan produk di dinding-dindingnya.

“Coba deh kamu ganti baju sama temenku, dia paling jago kalo urusan gituan” pinta Eka. Aku mengikuti temannya menuju ruang ganti. Setelah selesai aku segera menunjukkan penampilanku kepada Eka.

“Cantik kan bang?” aku berputar dengan gaun pendek warna biru.
“Iya kamu sangat cantik sekali” Eka tersenyum manis.
“Sekarang Sofi kedepan ya, nanti aku kasih tahu gerakan modelnya” pinta Eka. 

Sesi pemotretan berlangsung sangat menyenangkan, canda dan tawa mewarnai sesi pemotretan. Ini adalah pengalaman modeling pertamaku. Walau demikian Eka berkata bahwa aku cukup berbakat menjadi seorang model. 

Seusai pemotretan Eka mengajak aku makan malam di Kafe Musik Sagan. Tempatnya sangat romantis, beberapa meja terletak di bagian luar. Taman kecil mengelilingi meja-meja yang dihiasi lilin. Kami segera memesan makanan setelah waiter memberikan menunya kepada kami.

Sembari menunggu makanan diantar, kami saling tukar cerita. Eka yang dulunya terlihat kaku, sekarang perlahan berubah menjadi sosok yang sangat komunikatif dan ceria. Aku mulai merasa nyaman ketika berada disampingnya, banyak hal yang bisa aku ceritakan kepadanya.

Aku suka bercerita mengenai pengalaman sehari-hariku sedangkan Eka bercerita mengenai pekerjaan dan kisah teman-temannya. Namun malam ini ada hal yang berbeda ketika Eka tiba-tiba memegang tanganku dengan mesra.

“Sofi, ada yang ingin aku omongkan malam ini” Eka memandang kedua mataku. Aku diam saja tak berkutik, mulutku terjahit rapat, detuk jantungku berpacu semakin cepat.
“Aku suka kamu Sof, sejak pertama kali ketemu di Ayam Goreng Kentaki aku sudah jatuh hati. Kamu sangat berbeda dimataku dan hatiku”  paparnya pelan
“Sofi mau ga jadi pacarku?” Eka bertanya. 

Tangannya semakin erat menggenggam tanganku. Aku tak bisa berpikir banyak malam itu. Aku juga tak memiliki alasan untuk menolaknya. Dari hati kecilku aku ingin merasakan kembali apa yang pernah aku rasakan bersama Kiki, dulu.

“Bang, iya” aku menyiratkan senyum samar kepadanya. Rasanya bercampur aduk, antara senang dan cemas.

Setelah makan malam, Eka mengantarkanku pulang ke kos. Perjalanan terasa sangat lama, aku memeluk ia erat. Kami tak banyak berbicara di dalam perjalanan. Tak ada ciuman malam itu, hanya panggilan “sayang” yang ditujukan kepadaku saat Eka berpamitan pulang.

------------------------------------------bersambung kembali----------------------------------------------

Thursday, 13 September 2012

Sophee



Terik matahari cukup menyengat pagi itu, aku duduk di bawah pohon menunggu kelas selanjutnya yang akan dimulai pukul 11 siang. Duduk di bawah pohon depan Ruang Antropologi menjadi kegemaranku akhir-akhir ini. Aku bisa banyak berpikir banyak disini, sangat tenang sekali.

Beberapa semester telah untuk kuliah di jurusan Sastra Indonesia di UGM. Banyak hal baru yang aku jumpai disini. Hal-hal yang tidak aku temukan di kota asalku, Lampung.

Terpaan semilir angin begitu sejuk, menghempaskanku pada angan-angan lalu. Walau aku senang berada di Yogyakarta, aku cukup rindu dengan tanah kelahiranku. Banyak kenangan tertinggal disana. Masa yang menyemai pencarian jati diri sejati. Masa dimana aku menemukankan diriku sebagai seorang Sofi.

Titik Awal; Bandar Lampung
Namaku adalah Sofi, begitulah temanku memanggilku. Orang tuaku memberi nama Sophia Agatha Sophee.  Aku lahir pada tahun 1989 di Kota Bandar Lampung, provinsi paling ujung di Pulau Sumatra. Bapak Ibuku adalah perantau dari Jawa. Sudah 7 tahun mereka mencari penghidupan di kota ini. Aku adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Kakak laki-lakiku terpaut 3 tahun dariku.

Dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas aku habiskan di kota kelahiran ini. Layaknya perempuan pada umumnya aku tumbuh bahagia bersama keluarga, sederhana dan harmonis. Aku memiliki banyak teman, bahkan beberapa diantaranya sangat dekat denganku.

Masa SMA adalah masa yang tidak terlupakan, banyak kenangan dan tanya tersisa disana. Bisa dikatakan masa ini adalah masa yang mengubah hidupku. 

Di SMA aku aktif di kegiatan Palang Merah Remaja (PMR). Kegiatan rutin PMR adalah mengurus UKS sekolah  atau menjaga kegiatan ekstrakurikuler lain di sekolah. Kegiatan menjaga inilah yang mempertemukanku dengan sahabatku. Sahabat yang mengantarkanku pada jati diriku yang sesungguhnya.

Bulan April menjadi bulan yang indah dan melelahkan. Menjelang peringatan HUT RI diadakan pemilihan Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera) daerah. Pleton Inti (Tonti), salah satu ekstrakurikuler baris berbaris di SMA ku mengadakan seleksi untuk menjadi Paskibraka Daerah. Semua anggota tonti mengikuti seleksi tersebut. Seleksi itu diadakan dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu 2 bulan. 

Seleksi dan latihan tonti diadakan sangat intes, 3 kali selama seminggu setelah kelas usai. Anggota PMR sekolah membantu mengawal mereka latihan karena dari pengalaman sebelumnya banyak peserta seleksi yang jatuh sakit. Jadwal menjaga sudah dibagi, aku mendapat jadwal jaga hari Rabu.   

Mengawal kegiatan kadang membosankan karena aku hanya bisa melihat-lihat saja. Hari itu aku dan seorang temanku menjaga tonti perempuan yang sedang latihan di lapangan basket. Mereka mulai latihan pukul 2 siang, panas matahari sangat terik menyengat ubin lapangan yang berkilau tajam. Sudah lebih dari 1 jam mereka latihan, namun terik matahari seolah tak pernah padam. 

Aku dan temanku telah kehabisan materi perbincangan. “Bosan” desahku sambil mengipas-ipas peluh yang melekat dileherku. Aku sempat melamun sejenak ketika tiba-tiba temanku menepuk bahuku sangat keras “Sof, ada yang pingsan” teriaknya sigap.

Kami berdua lari menjemput korban. Segera kami membawa dia ketempat yang teduh. Aku mengendorkan baju yang mengikat dan memberikan rangsangan bau-bauan. Kami bawa dia ke UKS dan menidurkannya di ranjang. 

Temanku pergi kembali berjaga di lapangan basket, sedangkan aku menunggu dia di ruang UKS. “Kok kalo dilihat-liat dia cukup ganteng ya”. 

Aku terkaget, ketika dia beranjak sadar. Pelan-pelan dia membuka mata. Dia tak berkata apapun, hanya membuka mata, menatap kosong langit-langit.

“Mbak, mbak gimana keadaannya? Pusing?” tanyaku. Dia diam saja, seolah belum sadar betul. Aku mengambil segelas air putih, berjaga kalo dia mau minum.

“Mbak haus? Mau minum?” tanyaku lirih sambil memegang pundaknya.
“Maaf ya mbak, merepotkan” jawabnya malu
“Santai aja mbak” Aku tersenyum, kuberikan dia segelas air putih. Dia beranjak dan duduk di ranjang.
“Gimana, udah baikan?”
“Lumayan sih mbak, tadi pusing aja, eh tiba-tiba lemes gitu”
“Kayaknya mbak kecepapekan deh, oiya namaku Sofi, salam kenal”
“Namaku Kiki, aku anak XI IPA 6”

Obrolan kami berlangsung seru, sangat senang berkenalan dengannya. Namun akhirnya kami harus berpisah. Latihan tonti sudah selesai, dia bergegas kembali kedalam barisan untuk evaluasi sedangkan aku membersihkan UKS lalu pulang kerumah.
***
Keesokan harinya, aku segera bergegas pulang setelah kelas usai pukul 1.30 siang karena tak ada kegiatan sore harinya. Aku duduk di warung depan sekolah menunggu angkot yang biasa aku tumpangi. 

“Sofi..!” Kiki memanggil dari seberang jalan, menaiki sepeda motornya.
“Hai..Kiki” aku beranjak menghampirinya
“Kamu mau pulang?” Tanya Kiki
“Iya, lagi nunggu angkot nih”
“Rumahmu dimana sih?”
“Rumahku di jalan Banteng, deket terminal”
“Yaudah, naik” ajaknya
“Naik kemana?” tanyaku heran
“Aku antar kamu pulang, ayo naik!” 
“Aku kan ga bawa helm, nanti ada polisi”
“Alah santai aja, aku dah biasa” jawabnya santai

Tanpa ragu aku naik ke motornya, ia melejitkan motornya hingga membuatku terkejut. Aku pegang erat-erat tubuhnya. Ia hanya cekikikan melihatku kaget. Ditengah perjalanan kami ngobrol-ngobrol sedikit. Tanya dan jawab orang-orang yang baru berkenalan.

Saking asiknya tak terasa aku sudah tiba di depan rumahku. Rumah sederhana berwarna putih dan abu-abu, ada pohon mangga yang cukup besar di depannya. 

“Terima kasih ya tumpangannya, sering-sering ya” kataku dengan nada bercanda
“Hehehe..iya, nanti sering-sering main kesini kok” balasnya
“Oiya, aku bisa minta no hp mu ga, Sof” Kiki mengembil HP dari sakunya
“oh boleh, 081 392 396 054, sms ntar ya”
“Okey dokey, aku langsung ya”
“hati-hati ya, Ki”
“Itu mah pasti, Sof”

Ia melejit, hilang menjauh dari rumahku. Sejak saat itu kami sering menghabiskan waktu bersama. Kadang ia menjemputku berangkat dan pulang sekolah. Ketika di sekolah, kami sering menghabiskan waktu bersama di depan masjid sekolah. Disana ada pohon sawo kecik yang cukup besar. Tempat itu manjadi tempat faforit kami bertukar cerita dan cita.

Hari itu usai pulang sekolah aku duduk di bawah pohon menunggu Kiki. Aku melihatnya datang dari kejauhan. Ia terlihat lesu, membuang muka ketika berjalan. Ada sesuatu yang membebani pikirannya. Ia menjatuhkan dirinya disebelahku sambil menghela nafas.

“Ada apa Ki?”
“Hmm….aku gagal jadi Paskib, Sof” jawabnya lesu.
“Kapan pengumumannya?”
“Tadi aku baca pengumuman di depan BK” katanya.
“Kau sudah berusaha yang terbaik, Ki.” Aku menyemangatinya, tetapi dia diam saja. Aku tak sepandai untuk urusan memotivasi.

Perbincangan menjadi hening tiba-tiba. Aku seolah kehilangan segala materi yang ingin aku ceritakan. Namun tiba-tiba keheningan terpecah dengan pertanyaannya yang ganjil.

“Kamu sudah punya pacar, Sof? Kau tak pernah bercerita.”
“Maksudnya?” jawabku kaget
“Kau sudah punya pacar?” Tanyanya mengulang
“Belum…..ga pernah terpikir”
“Hahahaha….kau sibuk PMR mulu sih” tawanya lepas. Seolah ia lupa dengan kegagalannya menjadi anggota Paskibraka.
Aku hanya diam tersipu malu, mukaku merah padam tak jelas.
“Ah..tak usah dipikir sih, tak ada gunanya memikirkan cowok saat ini” ia memutus tanya
“Apalagi cowok pada resek-resek semua, kalo ga bajiangan ya homo” Ia tertawa lepas. Aku pun ikut tertawa walau tak begitu paham maksudnya.

Obrolan-obrolan ringan seperti ini membuat kami lupa akan waktu. Kadang kecewa ketika adzan maghrib tiba-tiba menyela, memperingatkan waktu pulang kerumah. Ada kenyamanan dan keterbukaan ketika berbicara dengan Kiki. Dia seperti buku diaryku, tempatku mencurahkan kisah hatiku.
***

Masa SMA berjalan dengan cepat, ujian nasional telah aku lalui dengan sangat baik. Aku menjadi salah satu lulusan siswa terbaik. Saat ini aku sedang menunggu pengumuman ujian perguruan tinggi, aku memilih UGM, Yogyakarta sebagai tujuan pendidikan lanjut.

Semua bersuka ria dengan kelulusan masing-masing. Rencananya teman-teman akan mengadakan prom nite sebagai puncak kegembiraan kelulusan kami. Semua bersuka cita dan antusias menyambut pesta itu, apalagi bagi sepasang kekasih.

Bagiku pesta tetaplah pesta, aku turut merayakan, pesta adalah perayaan. Pesta dimulai malam hari pukul 7 malam. Kiki menjemputku dari rumah, aku memakai gaun warna ungu terang dengan tas pinggang kecil warna putih. Sedangkan Kiki tampak kasual dengan kemeja hitam dan celana jeans. Kiki memang kurang begitu peduli dengan dandanannya.

Prom nite diisi oleh musik, drama dan berbagai permainan. Acaranya berlangsung cukup meriah karena partisipasi teman-teman yang sangat heboh. Acara diakhiri dengan menonton video tahunan. Saking asiknya aku lupa bahwa Kiki sudah tak ada disampingku. 

“Eh kalian lihat Kiki ga?” tanyaku pada teman sebelahku
“Lha bukannya tadi disini sama lu?” jawabnya heran
“Aku juga ga tahu, perasaan tadi duduk disini”.
 Aku pergi mencarinya dalam kerumunan namun tak ada. Aku berjalan menuju lapangan basket di belakang sekolah. Di dalam gelapnya malam, aku melihat seorang duduk sendiri di bawah pohon depan masjid, tempat favoritku. Aku mendekat dan ternyata Kiki sedang duduk sendiri disana.
“Kok sendirian, Ki?” tanyaku pelan
“Hehehe..iya nih, males”
“Lagi mikirin apa? ada masalah?
“Enggak kok, eh…rencanamu setelah lulus mau apa?” 
“Aku mau kuliah di Jogja, mau belajar sastra Indonesia disana” jawabku mantap.
“Oh..jadi ga bakalan disini lagi ya?” ia memalingkan mukanya
“Kalo rencanamu?”
“Aku sih disini aja, aku mau daftar polisi aja”
“Semangat ya, kamu pasti bisa!” aku tersenyum

Namun dia hanya diam saja. Dalam temaram aku melihat matanya berbinar terkena sinar rembulan. Aku cukup heran.
Tiba-tiba Kiki memelukku, menggenggam erat tubuhku. Aku terkaget, bibirku terasa basah. Bibirnya bertemu dengan bibirku. Rasanya sangat aneh. Kiki segera melepas pelukannya.

“I will miss you” ia beranjak dari tempat duduknya dan lari entah kemana.

Aku hanya bisa terdiam, tak tahu harus berkata apa. Rasanya sangat aneh sekali. Ada hal aneh yang membuat detak jantungku berdebar hebat.

 Setelah kejadian malam itu aku tak pernah melihat Kiki lagi. Aku sibuk dengan persiapanku pergi ke Jogja untuk melanjutkan kuliah. Ketika aku ke sekolah mengambil dokumen-dokumen bersama teman-teman, ia juga tak muncul.

Kepergiannya yang tiba-tiba dan tanpa kabar, memberanikan diriku untuk berkunjung ke rumahnya. Aku sempat ragu dengan rencana ini. Tetapi aku tak punya pilihan, aku tak sanggup untuk bertanya-tanya terus menerus.

Aku ketuk pintu rumahnya. Ayah Kiki muncul dari balik pintu. Badannya atletis tinggi rata-rata.
“Sore, ada perlu apa?” tanyanya ramah
“Kiki ada om?”
“Kiki dah ga disini lagi dek, dia pindah ke Bandung mau masuk militer disana. Ada apa ya?”
“Oh..engga apa-apa sih om, cuma mau main saja” jawabku kecewa
Aku pamit tanpa banyak bertanya lagi. Kepindahan Kiki ke Bandung benar-benar membuatku kehilangan. Aku tak yakin apakah aku akan bertemu dengannya lagi.
***

Beberapa hari setelah aku mengetahui kepergian Kiki ke Bandung. Hidupku terasa hampa. Ia selalu membayangi pikiranku, terasa dekat tetapi tak nyata. Aku bertanya kepada diriku sendiri, rasa apakah ini sebenarnya. Air mataku meleleh ketika mengingatnya, mengenang yang lalu. Aku rasa aku telah kehilangan belahan jiwaku.

Tak ada lagi teman untuk bersanding ketika aku sedih. Tak ada api penyulut semangat ketika aku sedang payah. 

Kulihat laptopku menyala menyanyikan lagu-lagu melankoli. Aku bangun dari tempat tidurku dan duduk di meja belajar. Menatap laptopku yang seolah ingin member jawab atas tanda tanya yang ada. Kubuka browser dan mulai menjelajah. Mencari dunia yang belum pernah aku jamah sebelumnya.

-----------------------------------------bersambung------------------------------------------------------