Saturday, 30 June 2012

Perkenalan Dengan Ular


Suasana sekolah hari itu, lalu lalang siswa masuk dan keluar kelas semua berjalan seperti biasanya. Beaver duduk-duduk di bawah pohon berbincang dengan kawan-kawannya. Ia sangat suka ngobrol dengan kawan sekolahnya. Biasanya mereka mendiskusikan mengenai isu-isu ekonomi, politik, budaya hingga agama.

Jika sedang berbicara Beaver selalu lupa oleh waktu, ia terlihat sangat asik mendebat dan tertawa. Namun tiba-tiba raut mukanya berubah, keceriaan dan raut muka tawa berubah menjadi serius. Ia melihat sms yang diterima di handphonenya. Ia menerima sms dari Panda “Kalo Beaver ingin bertemu dengan ular, aku berada di café toko buku”.

Beaver berpikir berulang kali sebelum ia membalas sms Panda, ia tidak ingin pergi dari obrolan menarik dengan kawannya. Tetapi ia segera menghentikan pikirannya, ia merasa ia harus pergi tanpa sebuah alasan yang pasti “Ok, aku akan datang sebentar lagi”, balasnya singkat.

Ia segera berpamitan dengan kawan-kawan sekolahnya dan berangkat menuju café dimana Panda dan Ular menunggu disana.

Jarak antara sekolah dan café toko buku tidaklah jauh, mungkin hanya sekitar 10 menit saja. Beaver menaiki tangga café, ia melihat sekitar mencari Panda. Ia terus saja berjalan menyusuri kasir café dan meja-meja. Café itu tak banyak didatangi walau toko bukunya cukup ramai. Beaver melihat Panda dan Ular sedang duduk asik berbincang. Panda tak melihat kedatangan Beaver karena duduknya membelakangi pintu masuk, Ular melihat kedatangan Beaver namun ia tak yakin.

Beaver menepuk punggung Panda dan memberikan salam hangat “Hi Panda”, lalu menjabat tangan Ular. Ular menyambut dengan sangat ramah, senyumannya sangat lebar dan manis.

Beaver duduk di samping Panda dan obrolan dengan ular dengan mudahnya terjalin. Ular menjadi center obrolan karena hal-hal menarik yang sedang dan telah ia lakukan.

“Panda dan Ular sudah berteman lama ya?” Tanya Beaver.
“Sudah cukup lama sih, karena dulu Panda adek kelasku dan kami dulu punya kegiatan sama di sekolah. Kami dulu masuk dalam tim debat dan sering melatih adek-adek kami pasca itu” Ular menjawab.
“Kalian sungguh terlihat sangat akrab ya, btw aku juga punya sahabat juga lo, namanya Kerbau, kami sudah kenal sekitar 3 tahun. Mungkin kita bisa bertemu lain kali” Beaver dengan senyumnya tipis
“Oh kawan kamu yang sering kamu ceritakan itu ya? Panda menyahut dengan muka datarnya.
“Iya, dia tinggal di dekat sekolahku”

Obrolan terus berlanjut mengenai kehidupan masing-masing hingga hidup orang lain. Walau kebanyaka obrolan mengenai kegiatan bersama Panda dan Ular tetapi Beaver cukup menikmati obrolan itu dan sedikit-sedikit menimpali.

Perkenalan dengan Ular ini kemudian juga menghantarkan dengan perkenalan dengan Kerbau. Setelah itu perjalanan-perjalanan besar akan mereka lalui bersama. Kadang waktu selalu menyisakan misteri yang tak terbayangkan dan ia menunggu untuk mereka yang saat ini asik berbincang santai. Biarlah waktu yang menghantarkan mereka pada masanya.

Monday, 25 June 2012

Sebuah Permulaan Cerita


Pada suatu hari yang cerah, Beaver buru-buru pulang pulang setelah kelas usai. Ia sangat antusias hari ini karena kawannya, Panda ingin berkunjung kerumahnya.

Sesampai dirumah ia membereskan isi rumah yang cukup berantakan. Ia duduk-duduk di depan TV menunggu tak sabar. Tiba-tiba Handphonenya bergetar, Beaver menerima sms dari Panda. Si Panda tidak tahu rumah Beaver dan minta di jemput dari tempat bermainnya. Segera Beaver meluncur menuju ketempat Panda.  

Beaver sampai di depan tempat bermain Panda namun ia tak melihat sosok Panda disana. Ia menghubungi si Panda melalui sms. Panda membalas cepat “tunggu sebentar” isi pesan singkat. “Aghrrr,…” gumamnya kesal. Padahal ia sudah buru-buru menjemput Panda, takut Panda terlalu menunggu lama.
Sesaat kemudian Panda muncul, ia melihat sekitar mencari Beaver sambil memainkan handphone.  Beaver menghampiri si Panda.

“Halo Panda” sapa Beaver hangat.
“Hi…” Panda hanya bermuka datar saja.
“Ada rencana mau kemana?” Tanya Beaver.
“Tak ada” sahutnya.
“Mau main kerumahku?” ajak Beaver, dia merasa tak bisa berbicara banyak dijalan.
“Oke” Panda mengiyakan.

Beaver dan Panda berangkat menuju rumah. Mereka tak banyak berbicara di perjalanan menuju rumah. Beaver lebih banyak bertanya dan Panda menyahut sesederhana mungkin. Beaver merasa cukup sedih karena sikap Panda yang cukup dingin, tetapi ia terus bercakap saja. 

Sesampai dirumah mereka duduk di sofa depan TV.

“Panda mau minum apa” Beaver menawari minum
“Kamu punya apa?”
“Ya sudah kamu lihat aja di dapur, ada apa”

Panda dan Beaver kembali duduk di depan TV setelah mengambil minum. Lagi-lagi Panda tak banyak bicara, ia lebih asik bermain remote TV. Kadang-kadang suasana hening ketika Beaver tak kehabisan akan untuk bertanya. Mereka duduk-duduk melihat TV hingga sore hari. Tiba-tiba Panda memecah keheningan.

“Sofa ini mirip seperti punyaku dirumah, jadi kangen rumah” Raut muka Panda sama sekali tak berubah, datar-datar saja.
“Memang rumah Panda seperti apa?” Beaver mulai antusis bercakap

Dan percakapan it terus berlanjut, es telah dihancurkan, Tanya, jawab, lelucon hingga cita-cita masa depan mengisi waktu-waktu yang bergulir pelan.

“Aku besok tetap ingin membahagiakan mama dan papa walau aku harus berkorban, untuk sekolah aku ingin sekolah seni karena aku suka menggambar tetapi sepertinya mama papa tidak suka”  Kata Panda menatap bebas dalam percakapan.

Beaver begitu terkesan dengan kata-kata Panda. Ia cukup senang berteman dengan Panda, bahkan kagum dengan cita-cita dan prinsip Panda. Beaver merasa Panda adalah orang yang cukup pintar dan suatu hari akan menjadi besar.

Matahari sudah lama tunduk pada bulan yang memberi kegelapan malam. Panda dan Beaver terus saja bercakap dan menonton TV. Tetapi Beaver merasa khawatir karena hari cukup malam walau sebenarnya Panda merasa biasa-biasa saja.

“Eh ini sudah cukup malam, Panda mau pulang?” Tanya Beaver
“Aku bisa tidak menginap disini, aku suka dengan sofa ini” Panda meminta
“Oke, disini juga ada beberapa kamar kalo mau, silahkan aja”
“Ga ah disini aja, tapi ajari dulu aku menggunakan remote TV ini”

Malam terus saja bergulir secara rutin, Panda dan Beaver tak peduli dengan lajunya waktu. Mereka cukup menikmati pertemuan ini. Walau mereka cukup tidak nyambung awalnya tetapi akhirnya mereka bisa bercakap banyak. Mereka bahkan merencanakan ide-ide kedepan. Awal yang berlanjut, malam menjadi semakin hangat untuk mereka.

Thursday, 21 June 2012

Sekali lagi Jekardah!


Sudah lama aku tidak pergi berkunjung ke Jakarta, biaya bukanlah masalah buatku tetapi alasan tepat belum aku temukan sampai masalah dengan kedutaaan memaksaku untuk bertemu langsung dengan staf disana.

Aku hanya memiliki waktu sekitar 2 minggu untuk mempersiapkan keberangkatanku ke luar negeri. Itu artinya aku harus mengurus visa 1 minggu sebelumnya. Ketika aku menelpon kedutaan mereka berkata “Visa cant be delivered to your destination, we don’t have those services”, jawaban ketus yang membuatku gerah, tetapi aku tak punya pilihan lagi.

Tidak banyak yang aku persiapkan. Aku sudah sering ke Jakarta dan kali ini aku akan pergi selama 4 hari 3 malam. Aku berandai-andai proses pembuatan visa mengalami kesulitan dan memaksaku menunggu lebih lama 1 hari. Lagian aku juga sudah cukup jenuh dengan Yogyakarta dan pekerjaan yang berjibun tak ada hentinya.

Selain itu aku berharap dapat bertemu dengan kawan mudaku. Kami bertemu di sebuah situs dan sampai saat ini kami belum bertemu. Namanya Rean, umurnya sekitar 20an, katanya dia masih kuliah tetapi entah dimana, “what the hell I care about that” gumamku.

Aku mencoba menghubungi dia melalui sms beberapa hari sebelum keberangkatanku, tetapi dia meminta bayaran mahal sekali sekitar 2 juta, aku tawar saja 250 K seperti kawan mudaku yang lain. Eh dia minta tambah. Mungkin aku akan kasih lebih, dia cukup muda, tampan, dan asia.

***
Penerbangan dari Yogyakarta dan Jakarta hanya membutuhkan waktu sekitar 55 menit, tidak begitu lama tetapi bagiku cukup melelahkan. Aku langsung pergi ke Kedutaan setelah tiba di Jakarta. Lalu lintas Jakarta cukup padat waktu itu sehingga aku membutuhkan waktu ekstra untuk pergi ke Jakarta Pusat, daerah kedutaan.

Aku tiba di Kedutaan pukul 4 sore setelah berjuang menembus laluan mobil bersama taksi biru selama hampir 3 jam. Aku memasuki pintu utama kedutaan dan tiba-tiba seorang security berkata bahwa kantor sudah tutup. Ah, aku tidak terima itu. Aku merengsek ke ruang dalam dan bertemu dengan staf kedutaan. Ternyata jawaban yang aku terima sama saja. Aku tidak memiliki pilihan lain selain kembali ke kedutaan esok harinya. “Bloody communist!”

Esok paginya aku kembali ke kedutaaan sekitar jam 10 pagi. Aku segera menemui staf yang aku temu kemarin. Dia Nampak lebih ramah pagi itu, mungkin kemarin dia sudah terlalu lelah. Aku menyerahkan beberapa dokumen dan uang pembayaran. Dengan segera staf tersebut berkata “Please take your visa this afternoon”. Ternyata begitu simpel diluar bayangaku. Beban memperoleh visa telah aku selesaikan, saatnya aku relax menikmati waktuku di Jakarta.

Aku tiba kembali di hotel pukul 5 sore, suasana sore di Jakarta cukup tenang. Aku menuju kamar hotelku dan kupandang hamparan Jakarta yang cukup romantis sore itu. Aku duduk di pinggir kasur sambil menatap keluar jendela. Tiba-tiba handphone samsungku bergetar, aku membuka isi pesan yang aku terima. Ternyata dari Rean, “Are you in Jakarta?, Will we meet?”. Setelah itu kami saling berbalas sms dan memutuskan untuk bertemu besok di Mall Kelapa Gading.

***
Manusia lalu lalang tak henti-hentinya aku lihat. Aku duduk sendiri menunggu Rean, seperti manusia Indonesia pada umumnya dia datang terlambat. Aku coba utak-atik I Phone ku sambil menunggu dia. Dia sudah terima MMS yang aku kirimkan dan aku sudah beritahu tempat bertemu.

Dari kerumunan orang aku melihat anak muda dengan tinggi sekitar 170cm, rambut modis pakaian necis menuju café. Ia benar masuk café dan melihat-lihat, tetapi aku diam saja menunggu. Matanya mamandangku manis, ia berjalan menuju mejaku.

“Are you Kal? I am Rean” sapanya manis. 


Tuesday, 19 June 2012

LDR, cuss!


Long Distance Relationship (LDR) menjadi sebuah fenomena yang lazim saat ini dengan tumbuh pesatnya internet. Bagiku hal tersebut tidak rasional, tetapi hal itu anggapan itu runtuh kemarin Sabtu, 16 Juni 2012 ketika kawanku (akhirnya) bertemu dengan kekasihnya yang berasal dari Amerika.

Pagi itu aku harus bangun pagi-pagi untuk menemani kawanku (sebut saja A) ke airport. Dia Nampak biasa saja padahal aku sempat khawatir dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Saya kira kekhawatiran yang tersirat diwajahku tidak ia baca dengan seksama. Lagian dia juga nurut-nurut saja denganku.

Kami cukup bingung dengan keadaan karena minimnya komunikasi antara kawanku dengan pacarnya (sebut saja B). Informasi terakhir yang kami peroleh adalah si B telah sampai di Filiphina dan harus menunggu sekitar 10 jam untuk penerbangan ke Jakarta. Ia akan tiba di Jakarta tengah malam dan pergi ke Yogyakarta pagi harinya.

Aku pernah merasakan pergi keluar negeri untuk pertama kalianya sendirian dan tiba di negara itu tengah malam. Perjalanan yang mengejutkan dan membingungkan dan tidak akan pernah aku lupakan. Sama halnya dengan si B, perjalanan ke Yogyakarta adalah perjalanan pertamanya ke luar negeri.

Aku dan si A tiba di bandara pukul 7 pagi dan sudah ada beberapa pesawat yang tiba. Kami melihat sekitar tetapi si B belum nampak juga. Tidak tahu harus berbuat apa-apa akhirnya hanya bisa menunggu saja dari arrival gate. Penumpang beramai-ramai keluar dari arrival gate dan dari tumpukan punggung-punggung yang berjalan rapat aku melihat si B. Walau aku belum pernah bertemu dengannya, tetapi aku sangat merasa yakin.

Kawanku si A tidak banyak berucap sedangkan si B terus menyebut nama Tuhanya padahal setahuku dia itu atheis. Tidak ada peluk dan cium yang ada hanya genggaman tangan, tetapi itu sangat kuat aku rasakan.
Itulah awal dari sebuah pertemuan yang dimulai dari hubungan LDR. Mereka dulunya jauh secara geografis dan sekarang dua-duanya semakin dekat baik secara geografis dan perasaan. Mereka sangat bahagia.

Hari ini aku sempat hang out bersama si B, banyak sekali yang kita omongkan salah satunya terkait masa depan hubungan si B. Aku lihat si B sangat serius menatap masa depan hubungan mereka. Tidak main-main rencana pernikahan, green card hingga memiliki buah hati sudah direncanakan serius. Aku sempat heran karena mereka baru 3 hari menghabiskan waktu bersama.Saya kira masih banyak hal yang perlu dilalui untuk menempuh hal-hal besar tersebut.

Tetapi kemudian aku berpikir mungkin diriku saja yang terlalu takut menatap masa depan. Mereka masih muda dan jenaka, tak pernah takut akan hal-hal kedepan yang belum pasti tetapi mereka berani bermimpi jauh. Aku cukup bangga dengan mereka.

Semoga saja pertemuan ini adalah awal semua mimpi mereka di masa depan, bukan hayal-hayal babu karena gairah mereka yang tinggi. Aku? Aku hanya bisa berdoa dan bersemangat.
LDR? Ternyata itu bekerja untuk kalian berdua dan saya kira semua hanyalah masalah waktu sehingga kalian bisa hidup bersama kelak. Entah di Indonesia atau di Amerika atau dimana pun.

Tuesday, 12 June 2012

7 Juni 2012: Wirausaha


Di sepanjang jalan Kota Ho Chi Mint City kita bisa melihat orang berjualan, tidak hanya di toko tetapi juga direct selling. Awalnya aku sempat miris dengan banyaknya anak kecil yang menjajakn barang-barang simple seperti tisu, korek api dan berbagai aksesoris di jalanan.Tetapi aku bisa lebih memahami budaya lokal setelah aku mengunjungi Ben Than Market di malam hari.

Ben Than market terletak di distrik satu Kota Ho Chi Minh City. Pasar ini bukanlah pasar pada umumnya, berbagai macam souvenir, makanan, pakaian hingga buah dan bunga bisa kita peroleh disini. Berbeda dengan pasar-pasar di Indonesia, pasar ini sangat bersih. Dan uniknya pasar ini dibagi menjadi dua area, yaitu area fixed price dan bargaining price.

Pasar ini tutup sekitar pukul 6 sore, namun setelah itu di seputar pasar ini digelar pasar malam. Barang yang dijajakan sama. Aku cukup menikmati suasana lalu lalang orang, bising percakapan yang aku tak bisa pahami dan music-musik modern.

Aku memasuki beberapa kios dan meliat barang-barang yang bisa aku jadikan oleh-oleh untuk kawanku. Salah satu kios menjual alas meja yang cukup menarik, penjualnya pun sangat ramah tidak seperti penjual lainnya. Aku menawar alas meja se-rasional mungkin hingga kami sama-sama puas dengan harga alas meja itu.
Di akhir transaksi aku sedikit ingin tahu. “How old are you?” tanyaku, dia menjawab “16 years old”, aku sempat terkaget. Wanita semuda itu sudah mampu mengurusi sebuah kios kecil dengan berbagai macam produk dan melakukan deal dengan konsumen.

Wirausaha benar-benar bukan sekedar wacana disini.

7 Juni 2012: Bye bye, Tips, Money


Entah apa yang membuat orang-orang lokal ini kehilangan local wisdomnya. Tak ada senyum dalam wajah mereka, taka da percakapan diantara kami selain tiga kata yang muncul yaitu “bye bye, tips dan money”.

Pagi-pagi hari seorang dari travel agent menjemputku di hotel, dia membawaku dan beberapa orang lain ke bis dan segera bertolak ke Delta Sungai Mekong di daerah Vietnam Selatan. Rombongan kami dipecah menjadi beberapa grup kapal. Guide kami berbicara panjang lebar menjelaskan mengenai beberapa pulau yang berada di Delta Sungai Mekong dan beberapa tempat yang akan kami kunjungi.

Tempat kedua yang kai kunjungi adalah aliran sungai kecil yang membelah salah satu pulau di Sungai Mekong. Disana penduduk lokal beramai-ramai menunggu giliran melayani para tamu yang jumlahnya sangat banyak waktu itu. Dari atas aku melihat lalu lalang kapal berpenumpang dan kapal kosong berlayar.

Lagi-lagi kami dipecah kebeberapa kelompok kecil karena perahu hanya muat 4 orang saja. Dengan sigap sepasang orang lokal duduk di ujung kapal dengan dayung yang siap digayuh. Setelah kami duduk manis mereka langsung tancap gas.

Pemandangan ditempat ini bisa dibilang biasa saja, aku malah tidak menikmati pemandangannya. Aku sibuk melihat orang-orang lokal mengayuh dayungnya dengan gigih. Ketika mereka berpapasan denganku mereka hanya bilang “tips dan money”. Aku jadi semakin heran.

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan. Perjalanan diakhiri ketika kami tiba di bibir Sungai Mekong yang sangat lebar yaitu sekitar 1 km. Tiba-tiba pendayung di depanku, seorang wanita, menengok kearahku. Ia berkata “bye bye” berkali-kali, lalu aku sahut dengan “bye bye”.

Aku Nampak bingung kenapa dia mengulang-ngulang kata tersebut. Lalu kata kedua muncul dari mulutnya, yaitu kata “tips dan money” berulang-ulang. Itulah percakapan yang kami lakukan.

6 Juni 2012: Bule dan Gadis Vietnam


Terlihat seorang bule memeluk gadis lokal berambut panjang. Mereka tertawa cekikikan terlihat saling merayu. Satu botol bir besar dan jus terhidang di meja yang tak begitu besar. Si bule banyak berbicara, aku kira dengan bahasa inggris. Si gadis hanya tertawa manis dan menyahut dengan lelucon gesture. Aku kira gadis itu tak pandai berbahasa inggris.

Di meja lain ada seorang wanita dengan pakaian minim mengunyah inang.jika dibandingkan ia terlihat lebih tua dari gadis yang asik bercanda dengan bule. Ia kadang melirik meja si bule. Mungkin dia iri atau menungggu sesuatu saja (giliran?).

Bule dan gadis mungil cantik itu semakin mesra. Peluk dan cium berkali-kali di tengah keramaian. Sementara wanita baju minim tua itu diam saja. Tiba-tiba ia bertanya kepadaku “what time is it”, ditengah kebisingan aku jawab “almost ten”. Lalu ia membuang muka dan duduk kembali.


6 Juni 2012: Anak Kecil Malang


Lalu lalang jalanan Vietnam tak kenal ampun bagi tubuh kecil, tetapi si kecil tak takut untuk menerjang jalan. Dinginnya malam tak membuatnya gentar berkeliling menyusuri kafe-kafe di kawasan backpacker Ho Chi Minh. Jika dipandang anak kecil itu tak terlihat seperti orang miskin, kulitnya putih bersih, baju kuningnya cukup bagus, ia memakai topi sehingga cukup keren.

Ia membawa kotak warna merah berisikan berbagai aksesoris yang ia jajakan ke wisatawan. Ia masuk kafe dimana taka da satu anak kecilpun. Dengan biasa ia masuk dan semua orang seolah juga biasa dengan kehadirannya. Ia tiba-tiba menarik kursi dan duduk dengan seorang bule muda yang sendiri. Entah apa yang mereka cakapakan. Si bule memeragakan trik-trik sulap, anak kecil itu tertawa kecil.

Namun anak kecil itu tiba-tiba meloncat dari kursi. Ia berjalan menuju seorang wanita paruh baya yang membawa keranjang yang terlihat sama. Wanita itu membentak anak kecil dan memukul berkali-kali. Si anak hanya diam sambil terisak. Beberapa orang datang menghampiri tetapi bukan untuk menolong, mereka hanya memandangi tajam si anak itu. Entah apa yang anak itu perbuat hingga mereka berbuat demikian.

Bule yang duduk ikut menghampiri dan memberikan uang entah berapa. Lalu bule pergi duduk kembali menikmati makanannya. Si wanita tua itu diam saja ai terus membentak, seorang wanita datang membawa tisu dan menghapus air mata yang leleh diraut wajah anak kecil itu.  Wanita tua berhenti dan menggeledah tubuh anak itu, aku kira ia mencari uang. Tetapi ia tak mendapati apapun.

Anak kecil itu duduk di kursi depan mendengarkan omelan yang lagi-lagi menghujamnya. Orang-orang yang melihatnya satu persatu bubar dengan sendirinya. Wanita tua itu usai dengan omelannya, anak kecil itu berdiri dan mengambil keranjangnya. Ia berlalu lagi dengan kepala tertunduk, entah kemana. 

6 Juni 2012: Kemiskinan


Dari ketinggian, seolah bintang jatuh bertaburan dimuka-mua bumi. Cahayanya mengerlik indah membentuk rupa-rupa bentuk dan alur sungai indah dengan warna beda-beda. Dunia memang sangat indah.

Lalu aku melihat ruang-ruang gelap diantara. Apakah itu? Ia membuat konstelasi titik-titik cahaya begitu indah. Beberapa redup atau hidup segan. Mungkin merekalah yang miskin yang tak dapat akses listrik memadai. 

Memang dunia sangat indah, bagi mereka.

(perjanalan udara menuju Vietnam)