Friday, 15 February 2013

Tarian Bawah Hujan


Ruangan bergaya kolinial dengan lantai marmer dan tembok setebal setengah meter. Ruangan dicat putih bersih, meja gaya jawa dengan meja bundar tertata rapi. Beberapa bule berada disana, menikmati sejarah yang terjual disana.

Berada di tengah ruangan, sepasang sejoli yang baru saja bertemu. Maksudnya pribumi yang hatinya  bertemu setelah sekian lama saling kenal. Mereka melihat buku menu, membuka berkali-kali mencari hidangan yang sesuai.

"Kata kawanku disini jual makanan khas lokal, tapi kok menunya mix dan biasa saja ya?" Dia melirik kearah kekasihnya.
"Iya nih, apa mau ganti tempat aja?" Dia bertanya ragu, harga yang terpampang di baris sebelah kanan membuatnya ragu.
"Tenang, pesan aja." Dia menepuk paha kekasihnya. Tak ada raut muka khawatir karena sebelum mereka datang ke kafe itu, dia sudah melihat harga makanannya. Jadi tak ada cerita uangnya bakal kurang.
"Kamu mau pesan apa?" Tanyanya lagi.
"Fried noodle sama Ice lemon tea."
"Yakin cuma itu saja, itu sangat biasa."
"Iya, nanti kalo kurang mau nambah." Katanya yakin.

Hidangan tersaji dalam piring ekslusif gaya restoran premium.Tak ada appatizer, soup. Hidangan simple dengan main course dan minuman saja. Benar-benar gaya pribumi. Obrolan mengiringi sesi makan mereka, sebuah obrolan ringan tentang musik, pekerjaan hingga kehidupan.Mereka terlihat menikmati obrolannya.

Waktu berlalu begitu saja jika mereka berdua. Mereka melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 3.20 sore. Mereka bersiap untuk pergi. Ketika mereka baru saja meninggalkan resto, hujan datang dengan lebatnya. Mereka berlari menuju tempat teduh di bawah beteng, tak jauh dari resto.

Beberapa orang sudah berteduh ketika mereka tiba disana. Hujan turun tiap sore akhir-akhir ini. Jalanan langsung menjadi sepi karenanya. Air mengucur pelahan setinggi betis, mereka yang berteduh cukup kaget, termasuk juga sejoli pribumi.

"Wah tetep ya, masalah sanitasi jadi masalah utama di Indonesia."
"Iya nih, airnya mpe masuk di sepatu."
"Kayaknya percuma deh kita disini, bakal basah juga. Mau pindah, aku bawa payung kok."
"Boleh." Dia mengeluarkan payung dalam tas, payung lipat kecil yang tentu saja terlalu kecil untuk berdua.
"Serius ni mau pindah?" Dia bertanya memastikan
"Iya nggak apa-apa, disni juga bakalan basah kok."

Mereka membuka payung lipat dan pergi meninggalkan beteng. Hujan disertai angin membuat payung itu tak ada gunanya. Mereka saling merapatkan diri, merangkul satu sama lain.

"Eh kamu itu pas banget buat rangkulan." Dia tertawa kecil.
"Asemik..." Logat jawanya keluar spontan.
"Kita mau kemana?"
"Aku mau beli jas hujan, gimana?"
Ya udah kita cari."

Kubangan tergenang dimana-mana membuat mereka harus berliuk kanan-kiri. Mereka berusaha mencari penjual jas hujan yang terlihat sebelum hujan datang. Namun nampaknya dia pun turut lari ketika hujan datang. Mereka berkeliling mencari di tengah hujan. Mereka seolah tak sadar bahwa mereka cukup basah kuyup, bukankah percuma mencari penjual jas hujan?

Tapi hal apakah yang rasional ketika mereka berdua, hujan pun jadi momen yang menyenangkan bagi mereka. Mereka menari dalam hujan.

1 comment: