Friday, 7 February 2014

Cinta Untuk Agnostik



“Some people deserve for love, some people don’t!”

Mengutip sebuah kata-kata kritis yang pernah kubaca, “Buddha tidak memeluk agama Budha. Yesus tidak memeluk agama Katholik. Agama yang mereka peluk adalah cinta.” Bisa dikatakan cinta adalah awal dari segalanya, contohnya adalah agama. Aku kira semua agama basisnya adalah cinta, walau cinta sendiri tidak sesempit hubungan sejoli saja. 

Seperti agama yang percaya akan Tuhan (cinta), ada yang berpegang teguh dan ada orang yang tidak memeluknya sama sekali.  Ada monotheism, polytheism, atheism bahkan agnotheism. Berbicara mengenai cinta sejoli aku adalah seorang agnostik. Mungkin cinta itu ada, tetapi aku tidak memeluknya, bahkan tidak peduli lagi.

“People don’t change one day, they just reveal real them.”

                Kehidupanlah yang membuka tabir akan cinta. Kita tidak pernah tahu kapan datangnya cinta itu. Hanya kehidupanlah yang akan mempertemukan kita dengannya. Berkata percaya, tidak percaya atau tidak peduli lagi bukan berarti orang itu berubah. Keehidupanlah yang menunjukkan mereka untuk percaya atau sebaliknya.

                Aku bertemu dengan cinta ketika aku sudah bersama dengan orang lain. Bukan berarti aku tidak mencintai partner pertamaku. Tetapi aku bertemu dengan cinta sesungguhnya darinya yang datang setelah aku bersama dengan orang lain. 

                Cukuplah cinta untuk cinta. Itulah yang bisa kugambarkan mengenai perasaan yang aku alami waktu itu. Tidak ada pretensi atau ekspektasi walau banyak drama yang kami lakukan. Tetapi drama itu sendiri malah membuka pandanganku lebih luas akan cinta. Sampai akhirnya dia harus pindah ke luar kota dan kami pun semakin jauh. 

                Aku mencoba untuk melupakannya. Banyak cara, tinggal bersama dengan partnerku selama kurang lebih 4 tahun. Menjalin hubungan lainnya, terhitung sudah dua orang yang pernah dekat denganku. Hal yang sia-sia belaka. Pada akhirnya aku jatuh kembali ke dalam pelukannya melalui tulisan, ingatan atau mimpi. Bersama dengan yang lain hanya semakin membuatku berangan-angan seandainya aku bisa bersamanya. Seperti itu, seindah itu.

                Tidak ada yang seperti cintanya…

                Maka sebut saja aku pecundang, bodoh, dungu, pembohong atau pelacur sekalipun. Itulah wajah yang selama ini aku tutupi dengan topengku. 

                Greet me, bless me, the agnostic!

                Seks?

                Ada yang berkata bahwa seks harus diawali dengan cinta. Ada pula yang berkata biarlah seks itu mengalir ketika cinta lahir. Cinta dan seks adalah kesatuan. 

Bagiku sebagai seorang agnostik, aku memandangnya secara berbeda. Kehidupan  menuntunku berjalan ke arah yang berbeda. Seks adalah seks, upaya pemenuhan kebutuhan biologis. Sedangkan cinta adalah sesuatu yang aku yakini ada, tetapi aku tidak peduli akannya. Tak mau memeluknya, karena dia telah hilang walau bukan berarti tidak ada. 

Aku adalah orang yang hilang yang mereka sebut sebagai jalang.

Mungkin memang seperti itu. Membarakan sisi-sisi kebinatangan, dan meredam sisi kemanusiaan.

Untuk mereka yang datang ke kehidupanku akhir-akhir ini. Tentu seharusnya mereka tahu bagaimana aku memandang mereka. Dan seharusnya mereka pun membuka mata, melihatku bukan sebagai topeng, tetapi sebagai aku, agnostik (jalang).

No comments:

Post a Comment