Ada
banyak cerita mengenai sebuah perjalanan mengeskplorasi alam dan
budaya di Indonesia. Namun tak banyak traveler yang menceritakan
apakah mereka akan kembali ke tempat mereka pernah singgah, seberapa
sering mereka kembali dan kenapa mereka terus kembali. Bagiku sebuah
perjalanan bukan sekedar menumpang lewat dan meninggalkan bekas
digital. Perjalanan bisa lebih berarti dan bermakna. Cerita berikut
adalah salah satu dari tempat yang selalu memiliki tempat di hatiku,
Karimunjawa.
Aku
datang ke Pulau ini pertama kali ketika pada tahun 2010 bersama
teman-teman KKN UGM. Pertama kali aku mendengar sebuah rencana KKN di
Karimunjawa dan tim tersebut sedang mencari anggota tim, secara
spontan aku bergabung tanpa sebuah pertimbangan bagaimana programku
di jurusan ekonomi akan berjalan di sana. Sejujurnya, aku belum
pernah mendengar nama pulau itu sebelumnya. Jadi aku seolah merasa
menjadi seorang bajak laut yang baru saja mendengar mitos tentang
sebuah pulau nan jauh di sana dan berbekal semangat saja untuk sampai
ke sana.
Berbekal
pengalaman hidup di Pulau Jawa yang sungguh nyaman dipenuhi berbagai
macam infrastruktur membuatku banyak berpikir. Sebuah pulau yang tak
terlalu jauh dari Pulau Jawa hanya memiliki listrik selama 6 jam
saja. Waktu itu aku tinggal di bagian utara pulau, nama daerahnya
Kemojan. Hanya ada 3 moda transportasi yang bisa dipilih yaitu kapal
lambat, kapal cepat dan pesawat. Opsi terakhir tidak mungkin bisa
dijangkau pada waktu itu karena kapal hanya bisa digunakan dengan
sistem sewa yang tidak mungkin aku lakukan waktu itu.
Jika
dibandingkan hari ini, Karimunjawa waktu itu adalah gambaran nyata
betapa pembangunan tidak merata di Indonesia. Saat ini Karimunjawa
telah tumbuh menjadi tempat wisata andalan Jawa Tengah. Jalur
transportasi dan berbagai infrastruktur telah dibangun pesat. Namun
aku merindukan masa-masa itu. Masa di mana semua tidak terukur dengan
uang.Tetapi satu hal yang menurutku tidak bisa berubah yaitu
perubahan itu sendiri dan waktu berjalan lebih cepat dibandingkan
dengan yang aku rasakan. Perjalanan yang dimulai dari program sosial
akhirnya berubah perlahan membuatku menjadi seorang wisatawan.
Orang-orang
Karimunjawa adalah hal yang paling menarik bagiku. Pulau kecil ini
adalah gambaran dari multikulturalisme nusantara. Dilihat dari
kemiripan budayanya, bagian selatan pulau ini di dominiasi oleh etnis
jawa. Di sebelah utara penduduknya lebih beragam karena ada kelompok
Jawa, Bugis dan Madura, yang tinggal mengelompok di Desa Njelamun,
Batulawang dan Telaga. Hari ini aku masih terikat dengan keramahan
orang-orang di utara. Beberapa kali mereka datang ke Jogja dan aku
sering mengunjungi mereka. Hampir selama 9 tahun kami tetap saling
mengabarkan.
Aku
tidak akan bisa mengesampingkan keindahan alam Karimunjawa walau
akhir-akhir ini aku sedikit khawatir dengan kerusakan dan polusi.
Berbeda dengan 9 tahun silam, hari ini kita akan melihat lebih mudah
kapal tongkang batu bara singgah di Taman Konservasi Nasional ini.
Anda seharusnya juga perlu mendengar cerita mengenai terjungkirnya
kapal batubara, terbakarnya kapal batubara ketika hujan lebatm atau
kapal batubara yang akhir-akhir ini baru saja merusak terumbu karang
seluas lapangan sepak bola. Hampir semua orang tahu cerita itu, tapi
tak satu pun bisa berbuat apa-apa. Satu hal yang tidak berubah, kuasa
Orang Karimunjawa dibandingkan Orang Jawa.
Tidak!
Aku seharusnya menceritakan hal-hal baik saja supaya bisa membuat
orang-orang tertarik untuk datang ke pulau ini. Namun aku akan merasa
bersalah jika harus berpura-pura layaknya hidup di Pulau nan surga
ini. Baiklah, seperti aku bilang tadi, perlahan aku menjadi seorang
wisatawan. Kadang aku memang tinggal di rumah warga di bagian utara
pulau. Namun di beberapa kesempatan, terutama ketika aku pergi
bersama kawan-kawanku. Aku memilih untuk tinggal di bagian selatan,
beberapa menyebutnya dengan sebutan Kota Karimunjawa.
Jika
harus memberikan rekomendasi, aku hanya akan memberikan kalian 2
pilihan. Pertama homestay bergaya hippie bernama The Bodhi Tree.
Homestay ini memiliki dua tipe dormitory dan private room. Selain
fasilitas, desain hotel dan keramahan staff yang bekerja, aku memilih
tempat ini karena pemilik usaha ini memiliki koneksi bisnis di
Yogyakarta. Setahuku mereka juga punya hotel di jogja dan paket
wisata dari Jogja-Karimunjawa. Oiya, walau sudah banyak warung di
Karimunjawa, tetapi mencari sarapan enak di Pulau ini adalah hal yang
tidak mudah. Homestay ini menurutku menyediakan sarapan yang sangat
menyenangkan.
Pilihan
kedua adalah Cocohut Hotel. Aku selalu meyukai pemandangan laut dari
atas bukit. Jika kalian menyukai hal yang sama. Kalian bisa memilih
hotel ini sebagai pilihan kalian. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan jika memilih tempat ini adalah, jarak antara hotel
dan pusat kota yang lumayan jauh jika jalan kaki, sekitar 10 menit.
Lalu pastikan kalian tidak memiliki masalah dengan menaiki tangga.
Hotel ini berada di atas bukit jadi bayangkanlah. Oiya, dua pilihan
hotel tersebut berdasarkan salah satu pertimbangan hotel dengan low
budget tapi dengan kualitas terbaik di Pulau.
Sepertinya
aku tidak perlu menceritakan tentang destinasi wisata di Pulau ini.
Ada terlalu banyak informasi yang bisa dipilih. Jelajah pulau adalah
paket wisata yang digemari wisatawan. Katanya sih liburan di Pulau
Karimunjawa enga lengkap tanpa keliling pulau. Mungkin hal itu tidak
bekerja untuku. Akhir-akhir ini aku engga pernah keliling pulau
ketika pergi ke Karimunjawa. Aku memilih untuk tracking ke bukit dan
hutan mangrove atau santai di pinggir pantai.
Salah
satu momen favoritku adalah menghabiskan sore di Pantai Sunset,
sekitar 15 menit dari Kota Karimun dengan menggunakan motor. Jangan
pernah mengharapkan sunset di tempat ini. Kalian nggak mikir polusi
udara yang gentayangan di langit Jawa apa? Tapi kalau kamu beruntung
pasti akan dapat langit sore yang menenangkan jiwa. Oiya tempat ini
favorit karena kalian juga bisa ngebeer di sini. Hehe
Akhirnya
mungkin tidak ada alasan pasti kenapa aku terikat dan selalu ingin
pergi ke pulau ini walau semakin lama aku tahu tubuhku semakin renta
untuk berjalan jauh (halah). Mungkin aku bisa mengatakan dua hal
yaitu manusia dan alam yang membuatku selalu terhubung selama ini.
Selalu ada orang dan hal baru yang bercerita tentang sisi lain
kehidupan manusia yang ternyata tidak begitu-begitu saja. Hidup di
Jawa membuatku terbiasa dengan hal serupa. Bertemu dan melihat
kehidupan mereka selalu membuatku sadar bahwa aku sebenarnya memiliki
pilihan hidup untuk berbeda.
Alam
di Karimunjawa mungkin tidak begitu fenemonal jika di bandingkan
dengan tempat lain seperti Flores, Raja Ampat atau tempat lainnya.
Tapi aku memiliki koneksi berupa ingatan yang selalu membuatku
bahagia ketika mengingat tempat ini. Melihat pohon-pohon kelapa
berjejer rapi dari kejauhan atau birunya lautan dari atas bukit.
Tempat yang selalu membuatku mindfulness dengan rasa bahagia.
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
ReplyDeleteBONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.