Pantulan kaca di kamar mandi merefleksikan wajah kejujuranku
setelah tidur. Aku bergumam sendiri “Oh, ternyata itulah diriku, berantakan,
tak stylish, tapi itu aku”. Kubuka keran air dan kubasuh mukaku, kesegaran
kehidupan pagi, selamat datang di realitas.
Akhir-akhir ini aku tidak melakukan hal banyak, selalu saja
ke perpustakaan untuk mencari-cari buku yang mungkin sesuai dengan skripsiku.
Semakin dalam aku mancari, semakin dangkal aku memahami. Mungkin kegilaan
mencari telah membius kesadaran akan pentingnya pemahaman. Ah, sudahlah.
Selain pergi ke perpustakaan aku juga kembali ke ruang-ruang
diskusi gratis, bahkan sedikit terlibat dengan konflik kontroversial mengenai
Irsyad Manji mengenai launching bukunya yang digagalkan oleh Ormas Islam di
Yogyakarta (MMI, KAMMI, HTI). Dan cukup menyesalkan kekerasan yang terjadi,
maklum saja akhir-akhir ini Yogyakarta sedang dilanda kasus kekerasan seperti
yang terjadi di Dusun Tambakbayan, Babarsari satu minggu sebelum pembubaran diskusi
di LKIS.
***
Aku duduk di ruang tengah rumah, seperti biasa membuka laptop
dan memainkan lagu-lagu yang membuat seisi rumah semakin yakin betapa anehnya
diriku. Siapa peduli? Kalian saja yang peduli. Aku sih bebas-bebas saja.
Beberapa buku disamping kanan, tetapi aku ogah membukanya. Aku
memilih untuk membuka facebook atau top eleven, sudah ketagihan lagi nampaknya.
Perhatianku terhentak ketika lagu Efek Rumah Kaca “Jatuh Cinta Itu Biasa Saja”
terputar.
Ketika rindu menggebu-gebu.
Kita menunggu
Jatuh cinta itu biasa saja
Saat cemburu kian membelenggu
cepat berlalu
jatuh cinta itu biasa saja.
Kenapa cinta itu biasa-biasa saja? Lalu kenapa ada orang yang
rela bunuh diri atau gila akan cinta. Satu hal yang belum aku pahami setelah
sekian banyak menyelami dunia romantisme klise. Aku ingat satu nasihat dari
Kahlil Gibran tentang pemaknaannya akan cinta.
From THE PROPHET by Kahil Gibran
Love has no other desire but to fulfill itself.
But if you love and must needs have desires, let these
be your desires:
To melt and be like a running brook that sings its
melody to the night.
To know the pain of too much tenderness.
To be wounded by your own understanding of love;
And to bleed willingly and joyfully.
To wake at dawn with a winged heart and give thanks
for another day of loving;
To rest at the noon hour and meditate love's ecstasy;
To return home at eventide with gratitude;
And then to sleep with a prayer for the beloved in
your heart and a song of praise on your lips.
Cinta yang independen saling mengisi, ibarat tiang-tiang
dalam biara yang saling menyangga keteguhan. Tetapi aku belum puas dengan apa
yang Kahlil katakana padaku pagi itu. Lalu aku bertemu dengan Shakespeare.
SONNET 116 by William Shakespeare
Let me not to the marriage of true minds
Admit impediments. Love is not love
Which alters when it alteration finds,
Or bends with the remover to remove:
O no! it is an ever-fixed mark
That looks on tempests and is never shaken;
It is the star to every wandering bark,
Whose worth's unknown, although his height be taken.
Love's not Time's fool, though rosy lips and cheeks
Within his bending sickle's compass come:
Love alters not with his brief hours and weeks,
But bears it out even to the edge of doom.
If this be error and upon me proved,
I never writ, nor no man ever loved.
Apa yang dikatakan oleh Shakespeare membuatku semakin gundah
saja. Ah biar saja. Mungkin aku terlalu serius memahami apa itu cinta.
Aku keluar sejenak menatap horison barat yang sedikit
terhalang oleh rumah-rumah. Hampir waktu itu akan datang, tapi tak tahu cinta
itu. Lalu buat apa semua ini dan itu.
Disisi lain aku mengingat sorot matamu yang tak terlupa itu.
Aku kira aku terlalu berpikir tanpa merasa. Aku tak pernah memegang, menjilati
atau memeluk cinta. Mungkin itu seperti Tuhan, aku hanya bisa percaya lebih
daripada sibuk membuktikan keberadaannya. Atau mungkin aku yang salah
melihatnya saja, terlalu banyak menggunakan mata dan otak, bukan perasaan.
Mungkin itu.
Jika jatuh cinta itu buta
berdua kita akan tersesat
saling mencari di dalam gelap
kedua mata kita gelap
lalu hati kita gelap. (ERK)
Dan aku tidak mau
hal itu.
No comments:
Post a Comment