Friday, 4 May 2012

Jakarta Ku Kan Kembali


             Belum seminggu pertengkaran kami usai, aku tak akan pernah lupa kejadian itu dimana air mataku mengalir dihadapannya. Entah apa yang membuatnya istimewa sehingga aku tak mau rela hidup tanpanya. Aku tahu dia jalang, toh aku juga sama. Dia memang pintar dan aneh, entah dari mana ia tahu apa yang aku lakukan selama ini. Semua berjalan dalam misteri, seperti masa depan itu sendiri.

***
                Seperti biasa aku terbangun sekitar pukul 4 pagi, seolah ada alarm otomatis didalam tubuhku. Dia sedang tertidur pulas disampingku. Dia masih muda, tetapi tidurnya 8 jam. Dasar pemalas!

                Aku ingin memejamkan mata sejenak tetapi tak bisa juga kembali tidur. Aku ambil celana yang terkelepar di lantai, lalu bangkit menuju ruang kerja. Screen monitor membuat mataku silau, setelah operasi mata yang aku lakukan. Mataku jadi sangat sensitif dengan cahaya. Aku lihat skype yang 24 jam nyala tiap harinya. Disana temanku sudah aktif dan menungguku bekerja. Perbedaan waktu Indonesia dan Australia membuatku terbiasa bangun pagi untuk menyesuaikan waktu kerja mereka.

                Kami berbicara panjang lebar mengenai proyek bisnis yang tak kunjung jelas. Aku mencoba meyakinkan mereka betapa jauh kami bergerak dan mengorbankan resource yang ada. Proyek ini tidak boleh dihentikan. Tapi aku tak mau bekerja sendiri, waktuku sudah terbuang banyak untuk hal ini dan mereka turut bertanggungjawab atas kerjaku dan pengorbananku.

                Perutku mulai lapar, lalu aku tengok jam yang ada di monitorku. Sudah lebih dari dua jam aku bekerja dan berdiskusi dengan rekan bisnisku. Aku rasa aku harus pergi mencari sarapan. Tiba-tiba kekasihku berjalan dengan mukanya yang sedikit kusut. Ia menyapaku dengan hangat walau seolah tak ikhlas, “Good morning honey! How’s your sleep?” Aku menjawab “Quite good as usual, wake up at 4 am and work”.   Lalu dia berjalan kedapur entah mengambil minuman atau makanan karena lapar. Aku segera menyusul dia untuk mengambil sarapan, sisa makanan yang tak habis aku makan kemarin.

                Aku kembali bekerja dengan piring sarapanku dan satu gelas besar jus jeruk. Dia duduk di ruang tengah dan mulai memainkan musiknya yang aneh tak enak didengar sama sekali. Kadang aku berpikir, kenapa aku harus berpura-pura menyukai selera musiknya. Bagiku musiknya dalah “crap!”.

                Tak lama dia membuka laptop asusnya, aku mendapati dirinya online di Facebook. Aku kira dia sedang menulis skripsinya yang tak kunjung usai itu. Aku benar-benar khawatir dengan nasib studinya. Padahal dia sudah menghabiskan waktu 5 tahun untuk kuliah.

                Seperti biasa dia pergi keluar rumah sekitar jam 8 pagi. Entah kemana perginya katanya pergi ke kampus. Tapi tak mungkin ia menghabiskan waktu seharian di kampus. Mungkin ia asik bermain-main dengan kawannya dan sekali lagi ia mengacuhkanku. Apakah aku bukan seorang teman yang baik? Tanyaku dalam batin.

                Hari-hari berlalu, tak ada yang berubah setelah pertengkaran itu. Ia tetap saja mengacuhkanku, ia pergi pagi hari pulang malam harinya. Seolah aku hanyalah teman tidurnya saja.

***
                Pukul 7 malam aku sudah tak sabar menunggunya. Hampir saja aku mematikan lampu dan berniat mengunci pintu sebelum aku mendengar suara motornya. Ah, hampir saja keluhku. Aku berada di dalam kamar sembari membuka laptop dan membaca Jakarta globe di internet.

                Dia membuka pintu kamar perlahan. Aku menjaga kepalaku tertunduk hingga ia menyapaku. “Hi honey, how are you?” , “I am good thanks, how was your day HG” aku menimpali. Percakapan singkat pun dimulai. Ia lalu lalang menyibukkan diri mengambil minum dan mandi. Percakapan kami lakukan hingga pukul 9 malam sebelum aku mematikan lampu kamar. Setelah itu aku melompat ketubuhnya dan membuat ia terengah-engah.

                “I love you honey” kami akhiri percintaan dengan peluh yang menyatu baur di tubuh kami. Aku memandikan dia sebagai rasa hormat dan sayangku lalu aku antarkan dia untuk tidur. Aku baringkan tubuhku miring menghadap sisi luar batas tempat tidur. Tak lama dia sudah mendengkur, aku cukup berbangga atas apa yang aku lakukan padanya. Aku tertawa dalam hati.

                Pagi harinya aku bangun sedikit siang kira-kira pukul 5 pagi. Aku bergegas menuju ruang kerjaku dan mulai bekerja. Dia bangun pagi dan duduk-duduk di ruang tengah dengan seduhan Teh Dilmah yang kami beli di Jakarta. Tak lama kemudian dia terlihat sudah mandi dan bergegas ingin pergi meninggalkan rumah. “Honey, can we go for dinner tonite. I feel want to go out tonite?” aku bertanya sebelum ia berpamitan pergi, “Easy honey” timpalnya singkat.

                Setelah kepergiannya aku habiskan waktuku bekerja di depan komputer seperti biasa. Aku tak bisa mengingat berapa lama aku duduk dan memandang layar monitor, tetapi aku sudah merasa sangat lelah. Aku memutuskan untuk pergi ke tempat tidur dengan AC yang aku set 27 C dan kipas angin yang menyala. Aku lebih nyaman bekerja di dalam tempat tidur.

                Waktu berlalu dengan cepat, jam dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 7 malam. Dia masih saja belum pulang kerumah padahal ia sudah berjanji akan makan malam bersamaku. Aku sudah tak mampu menahan emosiku. Hingga pukul 7.30 ia belum pulang, baru sekitar pukul 8 dia pulang dengan terengah-engah. Ia membuka pintu “Did you get dinner honey?, “nope” timpalku ketus. “Do you wanna go for dinner? We still have time.” Dia mengajak. Tapi aku membalas acuh “I am tired, I wanna sleep now”.

                Aku menyuruhnya untuk segera mematikan televisi. Kami berdua hanya diam saja berbaring ditengah kegelapan malam. Tak lama kemudian ia beranjak dari tempat tidurnya dan pergi meninggalkan kamar. Aku tak peduli.

***
                Keesokan harinya ia bangun dari kamar lain. Kami saling mengacuhkan sapa. Tak lama kemudian ia pergi. “Pergilah saja!” kataku dalam hati.

                Hari ini tak banyak yang aku lakukan. Sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu bersama dengannya. Tetapi ia sangat acuh denganku. Entahlah, aku membuang angan-anganku itu. Sia-sia kataku dalam hati.

                Aku buka laptop yang ada di kamarku. Aku buka situs manjam, sebuah situs dating online terbesar di Indonesia. Aku sedikit ragu membuka situs ini karena situs ini menjadi biang masalah hubungan kami. Tapi aku tak tahan ingin membukanya. “He will not know if I open it” gumamku sendiri. Aku log in ke situs tersebut.

               Ada notifikasi menerima email di pojok kanan atas. Aku buka segera email itu “How much you will pay me sir?”. Ternyata itu dari dia yang ada di Jakarta. Aku membalas pesan itu dengan singkat “250 K, my dick in your mouth!”. Aku segera membuka website Air Asia dan memesan tiket ke Jakarta untuk tiga hari di akhir pekan.

6 comments:

  1. is appropiate for u to told your true story?

    ReplyDelete
  2. thats my story, i composed that. About true, thats created ones ;)

    ReplyDelete
  3. I am sure I know you a lot

    ReplyDelete
  4. of course you know me, everybody know me a lot. Asumption, prejudice, opinion, etc. It's like when we believe God, all about faith on belief. LOL

    ReplyDelete
  5. hmmm...didin right?
    i still dont know you...

    ReplyDelete
  6. Nobody know me, i dont know people also

    ReplyDelete