Matahari belum genap betul
tenggelam di arah barat. Aku berpikir jalan-jalan sangat padat dijejali
orang-orang yang pulang bekerja. Aku menunda pulang, membayangkan jalan yang
penuh sesak sudah membuatku sakit. Entah kenapa emosiku gampang sekali terpacu,
semangat kerjaku juga menurun.
Aku menyeduh segelas teh untuk
menemani dan duduk di ruang tengah bersama teman-teman yang masih tinggal. Mereka
berbicara asyik menyinggung mengenai program-program pelatihan sedangkan aku
terpaku dengan layar laptop bermain game sambil menguping pembicaraan mereka.
Aku tertarik dengan pembicaraan
mereka mengenai uang transport dan per diem yang mereka peroleh ketika
mengikuti suatu pelatihan. Temanku juga menanyakan per diem yang pernah aku
peroleh ketika berangkat pelatihan di Jakarta. Seolah mereka mencoba untuk
membandingkan.
Perbincangan terbawa kedalam
guyonan ringan saja, tetapi ada hal yang membuatku risih. Batinku memberontak,
apalagi ketika dikaitkan bahwa sangat manusiawi jika manusia membutuhkan uang.
Sayangnya pengalamanku dengan uang membuatku sangat muak kadang. Ia lebih tabu
daripada seks atau perdebatan mengenai agama.
Banyak selintingan yang
mengatakan bahwa teman-teman komunitas hanya mencari uang di dalam tubuh
komunitas. Aku tidak mempercayai itu sepenuhnya karena berpikir teman-teman
memiliki sebuah visi personal untuk kemajuan pergerakan dan melakukan aksi
nyata untuk memajukan komunitas.
Mengingat kata Ahmad Dahlah
“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah”,
dengan ketulusan perjuangan dan kerja keras Muhammadiyah menjadi salah satu
organisasi muslim terbesar di Indonesia. Aku kira kunci keberhasilan mereka
terletak pada manusia-manusia yang berjuang di dalamnya.
Aku masih ingat ketika bapakku
mengajakku untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Mereka
yang aktif adalah para sukarelawan bahkan mereka menyumbang apa yang mereka
bisa berikan untuk kegiatan Muhammadiyah. Melihat perjuangan mereka adalah
suatu hal yang luar biasa. Kuncinya adalah ketulusan, tekad dan harapan. Mereka
menghidupi pergerakan dan mereka dengan hal itu.
Bukan bermaksud untuk
membandingkan untuk mencari kelemahan-kelemahan pergerakan komunitas saat ini.
Tetapi kita bisa belajar dari organisasi masyarakat yang sudah besar. Temanku
pernah mengatakan bahwa tidak akan ada lembaga donatur lagi beberapa tahun
lagi. Apakah perjuangan akan berakhir? Aku takut apa yang telah dimulai akan
berakhir sia-sia.
Satu persatu teman-temanku pergi
meninggalkan kantor. Hari sudah cukup gelap aku pun bersiap untuk pulang ke
rumah.
Uang memiliki suatu misteri yang
belum aku pahami. Ia memberikan kekuatan dan kegilaan yang tak bisa
terbantahkan. Tetapi sudah saatnya kita menanamkan suatu pandangan bahwa kita
tak bisa diperbudak oleh uang.
Lebih baik aku pulang, aku
semakin gila dan aneh saja.
No comments:
Post a Comment